Gunung Anak Krakatau Erupsi, Radius Bahaya 2 Km dari Kawah Aktif

By Abdi Satria


nusakini.com-Bandung-Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengimbau masyarakat untuk tidak mendekati Gunung Anak Krakatu dalam radius 2 kilometer (km) dari kawah aktif, akibat kejadian erupsi pada hari ini, Jumat (4/2). Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono menyampaikan bahwa telah teramati letusan di Gunung Anak Krakatau sebanyak 9 kali dengan tinggi kolom abu berkisar antara 800-1000 meter di atas puncak dan warna kolom kelabu-hitam tebal.

"Sehubungan dengan tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau berada pada Level II (Waspada), kami merekomendasikan agar masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Krakatau dalam radius 2 km dari Kawah Aktif," tegas Eko di Kantor Badan Geologi Bandung, Jumat (4/2).

Pada fase erupsi ini teramati transisi dari hembusan asap berwarna putih menjadi hembusan dan letusan abu berwarna kelabu hingga hitam pekat. Pemantauan visual mengindikasikan bahwa erupsi yang terjadi merupakan tipe magmatik, sejalan dengan kegempaan vulkanik yang terekam.

"Secara visual, tinggi hembusan asap selama periode 16 Januari - 4 Februari 2022 dari arah Pos PGA Pasauran dan Kalianda serta dari CCTV umumnya tidak dapat teramati karena gunung umumnya tertutup kabut. Saat cuaca cerah hembusan asap kawah selama periode evaluasi teramati berwarna putih tipis hingga tebal secara menerus dengan ketinggian 25 - 1000 meter dari atas puncak Gunung Anak Krakatau, dominan condong tertiup angin ke arah utara, timurlaut, timur, dan selatan. Pada 3 Februari 2022, teramati peningkatan intensitas hembusan asap hingga abu dan pada malam hari teramati sinar api di atas kawah," ujar Eko.

Sementara itu, kegempaan Gunung Anak Krakatau selama 16 Januari - 4 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya 9 kali gempa Letusan, 135 kali gempa Hembusan, 4 kali Tremor Harmonik, 499 kali gempa Low Frequency, 2 kali gempa Hybrid/Fase Banyak, 32 kali gempa Vulkanik dangkal, 4 kali gempa Vulkanik Dalam, 2 kali gempa Tektonik Lokal, 8 kali gempa Tektonik Jauh dan 19 kali gempa Tremor Menerus dengan amplitudo 0.5-26 mm (dominan 5 mm).

Pada periode erupsi Februari 2022, peningkatan intrusi magmatik kemungkinan mulai terjadi sejak 20 Desember 2021 yang diindikasikan dengan terekamnya gempa Vulkanik Dalam dan Vulkanik Dangkal dalam jumlah yang cukup signifikan. Pada bulan Januari 2022 kegempaan vulkanik masih teramati cukup tinggi dan gempa-gempa dangkal semakin banyak terekam. Pada akhir Januari 2021, terindikasi magma sudah berada pada kedalaman sangat dangkal dan emisi abu mulai teramati sejak 3 Februari 2022 sekitar pukul 10.00 WIB. Pada 4 Februari 2022 terekam 9 kali gempa Letusan yaitu pada pukul 09:43, 10:25, 10:28, 12:46, 13:00, 13:31, 13:41, 14:46 dan 17:07 WIB.

Selanjutnya Eko juga menjelaskan, energi aktivitas vulkanik yang dicerminkan dari nilai RSAM (real-time seismic amplitude measurement) menunjukkan pola fluktuasi dengan kecenderungan relatif meningkat pada periode Januari - Februari 2022. Peningkatan ini berasosiasi dengan peningkatan gempa-gempa Hembusan, Low Frekuensi, dan Tremor menerus yang relatif meningkat energinya baik dalam jumlah maupun besaran amplitudo gempanya yang disebabkan oleh pelepasan energi yang terjadi keluarnya fluida ke permukaan.

"Pemantauan deformasi tiltmeter mengindikasikan adanya pola ungkitan selama periode ini yang disebabkan perubahan tekanan di permukaan yang berasosiasi dengan pergerakan fluida magma ke permukaan. Data pemantauan secara visual dan instrumental mengindikasikan bahwa Gunung Anak Krakatau masih berpotensi erupsi," tambah Eko.

Rekomendasi Kawasan Rawan Bencana

Peta Kawasan Rawan Bencana menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter +- 2 Km dan area di sekitarnya merupakan kawasan rawan bencana.

"Berdasarkan data-data visual dan instrumental, potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material lava, aliran lava dan hujan abu lebat di sekitar kawah dalam radius 2 km dari kawah aktif. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat terpapar di area yang lebih jauh bergantung pada arah dan kecepatan angin," tutur Eko.

Secara historis, potensi bahaya longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau merupakan ancaman bahaya permanen yang perlu selalu diwaspadai dan diantisipasi utamanya oleh instansi yang berwenang dalam peringatan dini bahaya ikutan gunungapi seperti tsunami.

"Longsoran tubuh gunungapi tidak dapat diprediksi waktu kejadian dan volumenya, serta tidak bergantung pada kondisi gunungapi ini sedang mengalami erupsi maupun tidak. Longsoran tubuh gunungapi dapat terjadi dengan atau tanpa diawali peningkatan aktivitas gunungapi," tutup Eko.

Masyarakat agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, serta tidak terpancing oleh berita-berita yang tidak benar dan tidak bertanggungjawab mengenai aktivitas Gunung Anak Krakatau, dan mengikuti arahan dari Instansi yang berwenang yakni Badan Geologi yang akan terus melakukan koordinasi dengan BNPB dan K/L, Pemda, dan instansi terkait lainnya. (rls)