Garba Sari Selamatkan Generasi Muda dari Stunting

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Prevalensi stunting selama sepuluh tahun terakhir di Indonesia tidak menunjukkan penurunan yang signifikan maka stunting perlu segera ditangani. Sejalan dengan inisiatif percepatan penurunan stunting, Dinas Kesehatan Kabupaten Badung menggagas inovasi Gerakan Badung Sehat 1000 Hari Pertama Kehidupan (Garba Sari). 

“Dari segi waktunya, sejak usia anak dalam kandungan, kurang lebih selama 270 hari sampai dengan usia anak dua tahun yaitu 730 hari. Jadi totalnya 1000 hari,” jelas Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa saat diwawancarai Tim Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara virtual beberapa pekan lalu. 

Dijelaskan, secara filosofis Garba Sari merupakan upaya pemeliharaan sumber kehidupan mulai dari dalam kandungan sebagai upaya mencegah stunting. Berdasarkan bahasa lokal Bali, Garba berarti kandungan, Sari berarti inti (benih kehidupan). 

Perlu diketahui, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. 

Inovasi ini selaras dengan pemberdayaan masyarakat, dimana Garba Sari merupakan sebuah gerakan yang dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan generasi berkualitas. “Gerakan ini berbasiskan kekuatan masyarakat, partisipasi masyarakat menjadi kunci dari inovasi Garba Sari,” tegasnya. 

Partisipasi tersebut dimulai dari dukungan keluarga, perangkat desa yang berkomitmen sebagai promotor, pelaksana, dan mendukung melalui dana desa, petugas kesehatan sebagai motivator, pelaksana, dan pemberi layanan, yang semuanya saling bersinergi. Aplikasi Garba Sari dimanfaatkan oleh para kader untuk menjaring kelompok rentan. Data dari kader digunakan sebagai dasar pelaporan oleh petugas kesehatan. 

Dampak positif dirasakan kelompok penduduk rentan yaitu remaja, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan anak balita. Posyandu remaja yang semula tidak ada, terbentuk di 29 desa (46,7%) dengan 145 orang kader remaja. Kelas ibu hamil dan ibu balita awalnya berada di 13 puskesmas, kini dilaksanakan di 43 desa (69,35%) . Terakhir, Kelompok Pendukung ASI yang sebelumnya berada di 4 desa, sekarang menjadi 24 desa (38,70%). 

Hasil riset kesehatan dasar 2018 menunjukkan 30,8% atau sekitar 7 juta balita di Indonesia menderita stunting. Status Gizi balita pendek (TB/U) di Kabupaten Badung Tahun 2018 sebesar 25,2% dan status gizi balita kurus (BB/TB) di tahun 2018 sebesar 6,03%. Berkat Garba Sari, Status Gizi Balita membaik, yaitu status gizi balita pendek (TB/U) menurun menjadi 8,1 % dan status gizi balita kurus (BB/TB) menurun menjadi 0,9% pada tahun 2019. 

Meskipun mampu memperbaiki status gizi balita di Badung, inovasi ini memerlukan berbagai pengembangan agar menjangkau seluruh wilayah yaitu dengan perluasan layanan. “Harapannya, pertama kami akan mengembangkan inovasi ini di seluruh desa. Kedua, sistem inovasi ini akan kami buat di seluruh fasilitas kesehatan kami. Kami buat roadmap dalam jangka panjang sampai tahun 2023,” ungkap Suiasa. (p/ab)