Ganjar : Borobudur Harus Dibuka Seluasnya untuk Ibadah Umat Buddha

By Abdi Satria


nusakini.com-Magelang- Tepuk tangan langsung bergemuruh saat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan sambutan acara Dharmasanti, malam peringatan Trisuci Waisak di pelataran Candi Borobudur, Senin (16/5) malam. Bukan tanpa alasan tamu undangan yang mayoritas adalah umat Buddha bertepuk tangan, karena pidato Ganjar memberikan secercah harapan untuk mereka.

Dalam sambutannya, Ganjar menegaskan, Candi Borobudur tidak sekadar destinasi wisata. Candi terbesar di dunia itu merupakan pusat energi yang bisa menarik ratusan juta umat Buddha dari seluruh penjuru dunia.

Ganjar bahkan merasa bergetar, saat membayangkan umat Buddha berjalan dari sisi timur candi lalu perlahan menghadap ke Borobudur. Begitu sampai di pelataran, sebuah pemandangan langsung didapat, bagaimana Kamadhatu tertata sedemikian rupa, lalu berlanjut menyaksikan sebuah kesadaran pada Rupadhatu dan berpuncak di Arupadhatu.

“Proses pencerahan jiwa itulah yang berulang kali meyakinkan saya untuk mengatakan, Candi Borobudur harus dibuka seluas-luasnya untuk ibadah umat Buddha dari seluruh penjuru dunia,” katanya, disambut tepuk tangan riuh dari semua undangan.

Meski begitu, tak bisa dipungkiri jika Candi Borobudur menjadi magnet bagi para wisatawan. Untuk itu, kawasan Candi Borobudur terus dikembangkan sedemikian rupa dan dijadikan destinasi wisata superprioritas.

“Tak hanya di dalam kompleks candi, pengembangan komplek luar seperti keberadaan desa-desa wisata, paket-paket wisata, sampai beragam atraksi dan infrastrukturnya juga kita garap. Dan sekarang sudah mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat,” imbuh gubernur.

Dalam kesempatan itu, Ganjar menyerukan pentingnya persatuan dan kesatuan, serta menjaga kedamaian. Menurutnya, sudah ratusan bahkan ribuan tahun lalu, para leluhur sudah mempraktikkan itu. Mereka meninggalkan warisan, bernama Bhinneka Tunggal Ika.

Ganjar menerangkan, sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, spirit hidup damai dalam keberagaman telah menjadi ciri khas leluhur bangsa Indonesia. Berdirinya bermacam candi dalam satu masa dengan beberapa latar keagamaan, jadi bukti nyata. Seperti Candi Mendhut, Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Prambanan, Candi Plaosan, Kalasan serta puluhan candi yang lainnya.

“Jika leluhur kita saja hidup damai dalam keberagaman, alasan apa yang membuat kita untuk saling bertikai dan memperdebat perbedaan? Tidak, bapak ibu, tidak. Kita tidak akan pernah mewariskan permusuhan apalagi perpecahan. Karena Negara Kesatuan Republik Indonesia harus kita pertahankan seribu windu bahkan selamanya,” tegasnya, disambut tepuk tangan tamu undangan.

Ganjar juga mengutip pesan Bhante Sri Pannavaro Mahathera, cinta kasih dan kepedulian sosial adalah perekat keutuhan bangsa dan wujud nyata Bhinneka Tunggal Ika. Penyatuan metta dan karuna itulah, lanjutnya, yang bakal menyempurnakan laku sebagai manusia.

“Selamat merayakan Hari Raya Trisuci Waisak 2566 Buddhist Era. Tetaplah mengaktualisasi ajaran luhur Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, menuju pencerahan sempurna tiada batasnya,” pungkasnya.

Malam Dharmasanti perayaan Trisuci Waisak 2566 BE digelar di pelataran Candi Borobudur. Selain dihadiri ribuan umat Budha, sejumlah tamu penting juga hadir di sana. Di antaranya Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga Uno, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Bintang Puspayoga, serta sejumlah tamu undangan lainnya. (rls)