Fitch Ratings Mempertahankan Peringkat Kredit Indonesia di Tengah Eskalasi Tekanan Global

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings kembali mempertahankan peringkat (rating) kredit Indonesia pada posisi BBB outlook stable di tengah eskalasi tekanan global. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini cukup kuat. Selain itu, afirmasi ini juga menunjukkan bahwa prospek stabilitas makroekonomi jangka menengah Indonesia tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.

Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mencapai 5,6 persen pada tahun 2022 dan 5,8 persen pada tahun 2023. Pemulihan yang terjadi didukung aktivitas ekonomi di sektor jasa yang mulai pulih setelah sempat terdampak pandemi Covid-19 dan kuatnya net export yang didorong oleh kenaikan harga komoditas. Hingga Mei 2022, ekspor Indonesia selama 12 bulan terakhir mengalami peningkatan sebesar 43 persen dibandingkan periode sebelumnya.

Tahun 2023, Fitch Ratings memproyeksikan perekonomian akan tumbuh 5,8 persen, didukung oleh implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan program pembangunan infrastruktur. Namun demikian, Fitch Ratings menilai bahwa Indonesia masih dibayangi oleh risiko perlambatan pertumbuhan global akibat percepatan pengetatan kebijakan moneter.

Fitch Ratings menilai bahwa beban subsidi Indonesia akan mengalami peningkatan dan diperkirakan mencapai 2,4 persen terhadap PDB. Peningkatan beban subsidi merupakan implikasi dari upaya Pemerintah dalam melindungi daya beli rumah tangga di tengah kenaikan harga komoditas. Namun, belanja subsidi dapat ditutup dengan peningkatan pendapatan negara.

Terkait defisit fiskal, Fitch Ratings memperkirakan defisit fiskal Indonesia akan mencapai 4,3 persen PDB pada tahun 2022, lebih rendah dari 4,6 persen di tahun 2021. Fitch Ratings memproyeksikan Indonesia akan kembali mencapai target defisit di bawah 3 persen PDB pada tahun 2023, meskipun dibayangi oleh peningkatan tekanan fiskal akibat kenaikan belanja subsidi serta risiko pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari yang diperkirakan. Kembalinya defisit fiskal di bawah 3 persen PDB juga akan menandai berakhirnya pembiayaan moneter terhadap defisit APBN, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020.

Selain itu, Fitch Ratings juga menilai inflasi Indonesia relatif terjaga di tengah tingginya tekanan inflasi global. Fitch Ratings memproyeksikan inflasi Indonesia di tahun 2022 akan mencapai 3,3 persen, meskipun terdapat risiko kenaikan inflasi yang lebih tinggi lagi. Pada Mei 2022, inflasi Indonesia mencapai 3,6 persen (yoy) atau lebih tinggi dari rata-rata inflasi bulanan di tahun 2021 sebesar 1,6 persen. Besaran inflasi tersebut masih dalam kisaran target sebesar 3 persen +- 1pp.

Selanjutnya, Fitch Ratings juga memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan sebesar 0,4 persen terhadap PDB pada tahun 2022, setelah mengalami surplus 0,3 persen dari PDB pada tahun 2021. Defisit neraca transaksi berjalan tersebut menurut Fitch Ratings terjadi akibat harga bahan bakar bersubsidi tidak berubah, yang mengakibatkan permintaan bahan bakar relatif tetap. Lembaga pemeringkat ini juga memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan pada tahun 2023 akan mencapai 1,0 persen dengan asumsi harga komoditas yang akan menurun.

Ke depan, Pemerintah akan terus memantau perkembangan domestik maupun global. Selain itu, Pemerintah akan memastikan momentum pemulihan ekonomi terus terjaga melalui penguatan fungsi APBN, percepatan reformasi struktural, serta koordinasi antarlembaga. (rls)