DPR Akan Perjuangkan Perawat Honorer

By Admin

Foto/dok DPR  

nusakini.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh P Daulay mengatakan, pihaknya akan meneruskan semua aspirasi dan pengaduan yang disampaikan para tenaga honorer perawat yang merasa dianaktirikan pemerintah. Pasalnya mereka tidak diangkat menjadi PNS seperti Bidan PTT. Dalam rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan minggu depan, agar dapat dicarikan solusi terbaik. 

"Kami memahami tuntutan para perawat. Namun, kita juga harus memahami alasan pemeritah dalam melakukan moratorium penerimaan CPNS. Karena itu, kita akan menuntut pemerintah mencari solusi, paling tidak para tenaga honorer kesehatan yang pada faktanya sangat membantu masyarakat tersebut dapat diperhatikan kesejahteraannya,"kata Saleh di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Politisi F-PAN itu menjelaskan, pada prinsipnya para perawat dari berbagai daerah Indonesia yang datang ke Komisi IX meminta agar pemerintah memperhatikan mereka. Tidak hanya tuntutan CPNS mereka juga melaporkan berbagai macam persoalan yang mereka hadapi sebagai pegawai honorer.

Termasuk, honor yang mereka terima banyak yang jauh dari Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK). Terkait itu, mereka meminta agar diperlakukan sebagai tenaga honorer sesuai dengan ketentuan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Kita akan minta tanggung jawab dari pemerintah dan kepala daerah untuk menganggarkan APBD secara politik ditingkat lokal. Agar ada persaamaan perlakuan dan penggajian kepada Perawat Honorer (PH) yang sekarang sedang bertugas dan mengabdi baik secara sukarela maupun terikat kontrak honor daerah,”tegasnya.

Selain itu, Saleh juga meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk menjamin kesehatan, penyetaraan sosial,dan jaminan hari tua para perawat honorer. Ia berharap agar tidak ada diskriminasi antara pegawai dengan non pegawai.

Menurut laporan yang disampaikan, setidaknya ada tiga jenis tenaga honorer kesehatan. Pertama, tenaga honor daerah (honda) yang anggarannya diambil dari anggaran APBD. Kedua, tenaga honor instansi yang dipekerjakan sesuai kebutuhan instansi dan fasilitas kesehatan yang ada di daerah. Ketiga, tenaga sukarela dimana mereka bekerja seperti pola magang yang belum tentu menerima gaji, kondisinya berbeda antara satu dengan yang lain. (p/mk)