Degradasi Lahan Di DAS Bone Gorontalo, Banjirpun Terus Mengintai Kita

By Admin


Membuka Kembali Data Spatial pada Hardisk External yang Hampir Terlupakan

Oleh Efendy Payuyu, S.Hut 

(Mantan Operator GIS BPDASHL Gorontalo 2001-2017, Staf Balai Diklat LHK Samarinda)

nusakini.com - Banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bone Provinsi Gorontalo, selalu menghiasi ruang publik digital baik di WA Grup maupun Facebook akhir-akhir ini, teriakan histeris atas hanyutnya jembatan di Kecamatan Suwawa Kab. Bone-Bolango cukup menarik perhatian apalagi ini jembatan yang kedua setelah jembatan menuju Tulabolo putus diterjang air bandang pada juni lalu. Kini pada awal Juli, banjir itu datang lagi. 

Mencoba membuka kembali dataspatial DAS Bone, bahwa DAS ini memiliki Luas + 132.587 Ha, keliling DAS 218.869 m, panjang sungai (ordo 1,2 dan 3 ) 2.655.440 m. Berdasarkan data pada klasifikasi DAS, DAS Bone masuk pada kriteria DAS dipertahankan, artinya DAS yang kondisi lahan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah berfungsi sebagaimana mestinya (Peraturan Menhut RI nomor : P.60/Menhut-II/2014 Tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai). 

Dari 14 Satuan Wilayah Pengeloaan (SWP) DAS/DAS yang ada di Provinsi Gorontalo, 5 DAS masuk kategori DAS dipertahankan yaitu DAS Bone, Randangan, Marisa, Sumalata dan Balayo, sedangkan DAS Dipulihkan (kebalikan DAS dipertahankan) ada 9 DAS yaitu Batudaa Pantai, Bone Pantai, Bolango, Limboto, Paguyaman, Popayato, Atinggola, Posso, dan Tilamuta).

DAS Bone yang masuk kategori _DAS Dipertahakan_ berdasarkan analisis spatial, tentu kontradiktif dengan data faktual dan realitas yang ada, dimana banjir yang berulang, adalah satu indikasi nyata dari ekosistem DAS yang tidak berjalan dengan normal. Namun apakah banjir merupakan indikator utama dari kerusakan DAS? Parameter utama pembentuk banjir di DAS Bone adalah curah hujan yang terjadi selama berhari-hari pada ahir-ahir ini. Ruang dimensi DAS berupa vegetasi, topografi dan tanah juga sangat menentukan dalam mengelola air hujan. Secara vegetasi (Image hybrid) DAS Bone masih memiliki hutan primer yang cukup luas yaitu 81.540 Ha (61,23 %) dan sisanya ada hutan sekunder, pertanian lahan kering, semak belukar, pertambangan tanpa ijin, dll. Dan secara topografi (agak curam, curam, sangat curam) seluas 85,412 Ha (64,26 %) serta memiliki sebaran jenis tanah podsolik (tanah tua yang mudah tererosi) seluas 49.373 Ha (37,15 Ha). Tiga parameter banjir ini, merefleksikan bahwa potensi banjir di DAS Bone ini sangatlah tinggi, apalagi jika hal ini paralel dengan curah hujan yang tinggi atau melebihi ambang batas. Disisi lain, ada korelasi antara intenstas hujan dan kapasitas infiltrasi, dimana infiltrasi tanah adalah proses pergerakan masuknya air ke dalam lapisan tanah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi, gerakan kapiler, dan porositas tanah (USDA, 1998).  

Meskipun DAS Bone masih memiliki hutan primer yang dominan di hulu DAS, namun jika curah hujan tinggi, maka wilayah bervegetasi rapat tetap akan mengalami titik jenuh tanah, dimana pada kondisi ini, lapisan tanah yang partikelnya sudah dipenuhi air, tak bisa lagi menyerap air, sehingga air akan langsung melintasi permukaan tanah (run off), dan ketika aliran permukaan terjadi, yang didukung oleh topografi dominan curam, maka aliran air akan memiliki energy kinetic yang akan mendorong aliran permukaan melaju dengan cepat sambil membawa material yang dilaluinya (tanah dan vegetasi), dan dalam kurun waktu tertentu, air ini akan terakumulasi menjadi _Banjir Bandang_. 

Namun demikian, memang masih perlu kajian intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi serta faktor lain yang dapat mempengaruhi banjir selain curah hujan, tentu disini banyak parameter dalam peluang terjadinya banjir, dan yang jelas banjir akhir-akhir ini di DAS Bone adalah masuk kategori _banjir limpasan_ sebagai akibat dari ketidakseimbangan ekolology dan hidrologi di Hulu DAS, ditambah lagi dengan _banjir genangan_ akibat tidak optimalnya akses draenase pada daerah hilir wilayah pemukiman. Dan yang pasti degradasi DAS akan menyebabkan kerusakan fungsi hidrologis, menurunnya kapasitas infiltrasi, dan meningkatnya koefisien aliran permukaan sungai. Walaupun kegiatan normalisasi sungai terus berlangsung di Hilir DAS, namun selama Hulu DAS tidak diperhatikan, _MAKA BANJIR AKAN TETAP MENGINTAI KITA_. Smoga Air yang turun ke Bumi akan menjadi Rahmat buat kita smua.

DAS sehat, rakyat sejahtera, indonesia kuat*

dari gorontalo, kita merawat bumi