Daya Saing Industri Rotan Digenjot Lewat Bantuan Teknik dan Akses Pasar

By Admin

nusakini.com--Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk mendorong peningkatan daya saing industri rotan nasional mulai dari sektor hulu sampai hilir. Upaya strategis yang akan dilakukan, antara lain melalui bantuan teknik dan akses pasar. 

“Dua upaya tersebut akan kami programkan, sehingga penghasil dan pengrajin rotan kita dapat bangkit kembali dan skalanya bisa diperluas. Misalnya, mengenai desain dan inovasi rotan akan kami arahkan kepada tren pengguna global saat ini,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Peresmian International Rattan Forum di Jakarta, kemarin.

Menurut Airlangga, bantuan teknik bisa meliputi pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan serta pemberian mesin dan peralatan. Sedangkan, peningkatan akses pasar dapat melalui promosi ke negara-negara tujuan ekspor seperti keikutsertaan pada pameran tingkat internasional. 

Airlangga menyampaikan, tantangan pelaku industri ini adalah munculnya produk substitusi rotan imitasi plastik yang mulai mengambil porsi rotan alam. Untuk itu, diperlukan harmonisasi pelaku industri hulu dan hilir dalam penciptaan nilai tambah produk yang tinggi. 

“Saat ini, industri rotan harus ditingkatkan profitnya. Tanpa keuntungan, tidak akan sustainable. Industri rotan harus punya untung cukup untuk menanam kembali dan promosi,” ungkapnya. Apalagi, sektor ini menjadi sumber penghidupan bagi sebagian besar rakyat Indonesia. 

Sebagai gambaran, Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia.Sebanyak 85persen bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanyadari Filipina, Vietnam dan negara Asia lainnya. “Daerah penghasil rotan di Indonesia berada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua,” sebut Airlangga. 

Sedangkan, sentra industri hilir rotan di Indonesia tersebar di beberapa kota seperti Cirebon, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Jepara, Kudus, Semarang, Sukoharjo, dan Yogyakarta. Potensi produksi rotan Indonesia saat ini mencapai 622 ribu tonper tahun. 

Lebih lanjut, Menperin mengimbau industri ini perlu didukung kegiatan penelitian dan pengembangan yang lebih kuat, terutama di bidang desain, teknik produksi, serta proses pengemasan dan penyelesaianproduk. “Bidang-bidang itulah yang menjadi ujung tombak daya saing industri furniture nasional yang bersifat fashionable dan masuk kategori industri kreatif, dimana inovasi dan kreativitas menjadi kunci sukses,” tuturnya. 

Oleh karena itu, Menperin juga meminta kepada Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) sertaPerkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) yang menyelenggarakan forum rotan internasional diharapkan dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran yang kreatif dan konstruktif guna pengembangan industri rotan nasional ke depan. “Saya berharap mereka ini menjadi twin engine yang mendorong peningkatan daya saing industri rotan kita,” tegasnya. 

Ketua Umum HIMKI Soenoto mengatakan, industri rotan dalam negeri harus terintegrasi dari hulu sampai hilir. “Pemerintah telah membuat kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah. Selanjutnya perlu membangun model eco green dan promosi untuk memenangkan di pasar global,” tuturnya. 

Menurut Soenoto, semakin luas penyebaran informasi mengenai industri rotan ramah lingkungan di Indonesia akan berkontribusi terhadap peningkatan kesadaran publik terhadap manfaat penggunaan produk-produk rotan dalam negeri dan akan juga berdampak terhadap peningkatan penjualan produk-produk rotan baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor. 

Sedangkan, KetuaPUPUKLendo Novo menyampaikan, pihaknya telah melakukan program Promoting Sustainable Production and Comsumption Eco-friendly Rattan Pruducts (Prospect) yang didanai Komisi Uni Eropa guna mendukung keberlangsungan rotan ramah lingkungan di Indonesia. 

“Program ini sudah berjalan hampir empat tahun sejak 2013, yang diimplementasikan oleh PUPUK Bandung bekerjasama dengan Stichting Nederlandse Vrijwilligers (SNV) Belanda dan Innovation Zentrum Licthenfels (Jerman), dengan lokasi pengembangan di wilayah hulu seperti Katingan (Kalimantan Tengah), Sigi di Sulawesi Tengah, sekaligus Aceh Besar. Untuk wilayah hilir dilakukan di Cirebon, Surakarta, atau Surabaya," paparnya.(p/ab)