nusakini.com - Nama Danny Hilman Natawidjaja muncul sebagai pemenang Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIV Tahun 2016 pada kategori sains baru-baru ini. Danny merupakan peneliti senior dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dia memperoleh PAB tersebut atas ketekunan dan sumbangsih keilmuannya dalam riset gempa tektonik. Riset tersebut membuka mata bahwa pendekatan sains terhadap bencana alam adalah keniscayaan bagi Indonesia yang hidup di wilayah cincin api. 

Danny sendiri menerima PAB pada tahun ini bersama empat tokoh dan atau lembaga terpilih lainnya. Mereka adalah Mona Lohanda (penerima penghargaan bidang pemikiran sosial), Afrizal Malna (penerima penghargaan bidang kesusasteraan), Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (penerima penghargaan bidang kedokteran atau kesehatan), serta Rino R. Mukti (penerima penghargaan bidang ilmuwan atau peneliti muda).  

PAB sendiri sudah diadakan sejak tahun 2013, yang merupakan tradisi penganugerahan yang dipersembahkan Yayasan Achmad Bakrie bekerja sama dengan Freedom Institute dan VIVA Group. PAB diberikan sebagai wujud apresiasi kepada tokoh-tokoh ilmuwan atau periset nasional atas segala pencapaiannya yang dinilai turut membangun kehidupan intelektual di tanah air, serta memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia. 

Sebagai salah satu sosok penerima PAB, Danny mengungkapkan kegembiraan dan kebanggaannya atas raihan penghargaan tersebut kepada Humas LIPI pada akhir Agustus ini. Dirinya melihat bahwa penghargaan ini sebagai pengakuan terhadap prestasi dan hasil karyanya, terlebih lagi PAB adalah satu di antara sedikit penghargaan yang serius memberikan apresiasi terhadap dunia ilmiah dan prestasi para ilmuwan Indonesia. 

Danny berharap, penghargaan yang diperolehnya menjadi pemicu inspirasi dan semangat baru untuk bekerja, berinovasi, dan berkarya lebih baik lagi, baik bagi dirinya ataupun juga komunitas ilmuwan di tanah air. Secara spesifik, dia menyebut bahwa penghargaan yang diperoleh kali ini lebih kepada bidang penelitian geologi dan geofisika. 

“Untuk penelitian bidang geologi dan geofisika khususnya penelitian kegempaan, semoga penelitian kebencanaan gempa bumi bisa lebih berkembang lagi,” ungkapnya. Sebab, lanjutnya, saat ini tidak ada institusi yang benar-benar serius dalam memfasilitasi penelitian gempa bumi untuk kepentingan mitigasi bencana nasional. 

Perlu diketahui memang sudah banyak institusi, termasuk LIPI, Badan Geologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan beberapa institusi lainnya telah memiliki penelitian terkait gempa, namun program penelitian tersebut hanya mendapat porsi yang kecil di masing-masing institusi tersebut.  

Terlebih untuk bidang geologi gempa bumi, program yang sudah benar-benar berjalan sesuai standard internasional hanya di LIPI saja, tekan Danny. Sedangkan, porsi pendanaan dan fasilitas masih sangat terbatas karena hanya sebagai sub-program dari salah satu program kelompok penelitian di tingkat pusat penelitian.    

Oleh karena itu, kata Danny, inisiatif membuat konsorsium atau pusat studi gempa bumi nasional atau apapun namanya seperti yang sudah digagas oleh Tim Revisi Peta Seismic Hazard Nasional perlu didukung dengan serius. “Kita juga berharap, institusi penelitian lebih berorientasi ke masalah substantif dan kualitas penelitian, tidak terlalu dibebani oleh masalah dan kewajiban administratif,” tutupnya. (p/mk)