BLT Desa Tak Boleh Tumpang Tindih

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Bayang-bayang akan penurunan pendapatan serta lesunya ekonomi akibat wabah, tak ayal meningkatkan risiko semakin banyaknya masyarakat miskin. Untuk itu, pemerintah pusat maupun daerah bekerja sama dalam menyiapkan jaring pengaman sosial (JPS).

Beberapa program telah diluncurkan lebih dulu, antara lain Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Pra Kerja, bantuan sembako, bantuan sosial (bansos) tunai, dan subsidi listrik. Oleh sebab itu, kehadiran BAntuan Langsung Tunai dari Dana Desa (BLT Desa) semakin melengkapi cakupan penerima bantuan. Namun demikian, BLT Desa tidak boleh tumpang tindih dengan bantuan lainnya.  

Efektivitas penyaluran BLT Desa tak lepas dari kesigapan juga kejelian para perangkat desa. Agar tepat sasaran dan sesuai tujuan, sejumlah kriteria yang perlu dipenuhi sebagai penerima BLT Desa dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah. Kriteria ini menjadi pedoman bagi para perangkat desa untuk mengusulkan daftar nama penerima BLT Desa. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih dengan bantuan lainnya, sehingga BLT Desa betul-betul ampuh sebagai penawar lara bagi masyarakat desa terdampak pandemi COVID-19.  

Tak hanya itu, proses pengusulan data penerima BLT juga telah melalui proses musyawarah desa yang dihadiri Kepala Desa, pengurus desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan pendamping desa. Faktanya, beberapa desa juga menggandeng sejumlah relawan untuk membantu proses pendataan calon Keluarga Penerima Manfaat (KPM), seperti yang dilakukan Aris Widijono, Kepala Desa Kemujan, Adimulyo Kebumen, Jawa Tengah.  

“Yang terlibat dalam relawan adalah ketua RT, ketua RW, BPD, perangkat desa, ada LMD (Lembaga Mediasi Desa), dan juga tokoh masyarakat yang bergabung di tim data”, Aris menyebutkan.  

Sebagai dasar penentuan KPM BLT Desa, Kepala Desa Kemujan, Jawa tengah beserta tim juga mempertimbangkan data penerima bantuan sembako regular, maupun sembako perluasan. Tujuannya, agar penerima tidak menerima bantuan dua kali. Namun, pria berkaca mata ini juga mengeluhkan perbedaan waktu antara bantuan pemerintah satu dengan yang lainnya. Akibatnya, penyaluran BLT Desa di wilayahnya perlu menunggu cairnya bantuan lain, agar distribusi bantuan bisa dilakukan bersamaan dan menghindari komplain dari warga desa.  

“Waktu kemarin menyesuaikan (dengan waktu) bantuan lain yang belum cair, sehingga kita pencairan itu agak sedikit di belakang, di akhir bulan," ungkap pria asli Kebumen ini. 

I Dewa Ketut Suagiman, Kepala Desa Batuaji, Tabanan, Bali menyebutkan dengan adanya BLT Desa, warga yang menerima bantuan menjadi lebih banyak, mengingat tak semua usulan tertampung di daftar penerima bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos).   

“Data valid yang keluar dari Kemensos sebanyak 244 Kepala Keluarga (KK), sementara saya ajukan 290 Kepala keluarga (KK). Dengan adanya BLT Desa bisa nambah 5 KK (penerima bantuan), jadi bisa ter-back up," terangnya. (p/ab)