Belajar dalam Keragaman

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

(Alumni YISC Al Azhar, UI dan Monash Australia)

nusakini.com - Beberapa saat ini, saya bertemu komunitas Al-Hikmah Institute Makassar. Mereka gandrung belajar, haus ilmu dan terbuka untuk belajar dari siapapun, serta menghargai perbedaan. 

Malam 4 Juli 2020, Al-Hikmah menggelar webinar bertemakan "Seni memahami kitab suci: tafsir dan hermenetika". Pematerinya beragam. Ada dari Ustadz Sunni dan Syiah serta Pendeta Protestan. Sementara moderatornya, seorang perempuan muda cerdas dengan tampilan tertutup.

Beberapa catatan penting dalam webinar ini adalah:

Hermenetika merupakan seni memahami bahasa tulis atau teks. Juga kini dilihat sebagai seni untuk menafsirkan realita.

Dulu, penafsir musti memahami pengarang lebih baik dari memahami dirinya sendiri. Tapi sekarang, dalam pandangan postmodernis, menafsir bukan memaknai secara tunggal, tapi bisa bermacam-macam dan kontekstual. Jadi ada pendekatan menggandakan makna (produktif). Proses yang terjadi bukan hanya reproduktif tapi produktif.

Menafsir itu juga punya pra-paham. Pra-paham itu belum tentu prejudice. Namun pra-paham yg tidak bergerak menjadi paham bisa terjerumus menjadi prasangka.

Teks penting dipahami secara kritis dan menekankan konteks hidup di masa kini, dari sudut pandang pembaca. Maka, hermenetika juga lalu mementingkan pembaca (reader response).

Tafsir itu ujungnya untuk merayakan perbedaan, bukan memantik kekerasan.