Bawaslu-KASN Minta PPK Tidak Abai Terhadap Penegakan Netralitas ASN

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Salah satu simpul permasalahan dalam penegakan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara adalah belum maksimalnya eksekusi dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi daerah terhadap rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN). Oleh karena itu diperlukan komitmen bersama oleh semua pihak agar pengawasan netralitas ASN dalam kontestasi politik bisa ditegakkan. 

Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan dalam Web Seminar Netralitas dan Kewaspadaan Politisasi ASN dalam Pilkada Serentak Tahun 2020, yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Senin (10/08). Menurut Abhan, Bawaslu dan KASN intens bersinergi untuk mengkaji dan menindaklanjuti temuan pelanggaran yang dilakukan dari hasil pengawasan Bawaslu maupun dari laporan dari masyarakat. 

KASN juga sudah responsif dengan mengeluarkan rekomendasi sanksi pelanggaran netralitas. Namun yang kemudian menjadi masalah adalah sejauh mana eksekusi atas rekomendasi KASN tersebut. “Problem regulasi adalah eksekutor atas rekomendasi dari KASN, yaitu pada PPK yang notabene adalah bupati, wali kota, atau gubernur. Jadi problem teknis yang ada di lapangan dalam praktik adalah pada petahana,” ujar Abhan.  

Dari data Bawaslu, potensi pelanggaran netralitas ASN di daerah pada saat kontestasi pilkada adalah manakala ada petahana (incumbent). Jadi abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan dan politisasi birokrasi bisa terjadi karena incumbent memiliki akses lebih dibanding dengan calon kepala daerah yang bukan incumbent. Dalam kondisi ini posisi ASN harus mempunyai prinsip teguh untuk mempertahankan netralitasnya.

Abhan menjelaskan mengapa ASN harus menjaga netralitasnya karena menjaga netralitas adalah tanggung jawab ASN sebagai pelayan publik. Menjaga marwah ASN dengan tidak terpengaruh pada kepentingan orang perorang atau kelompok tertentu serta sebagai pengayom masyarakat, ASN tidak boleh terpengaruh sirkulasi kekuasaan politik.

Selain itu, ASN perlu menjaga netralitasnya dari kepentingan politik praktis adalah karena ketidaknetralan ASN bisa menyebabkan dampak yang luas baik bagi internal pemerintah maupun masyarakat. Ketidaknetralan ASN bisa menyebabkan sulit dipisahkannya kapan PNS bertindak sebagai aparatur negara dan bertindak sebagai masyarakat yang memiliki hak suara dalam Pilkada.

Ketidaknetralan ASN juga bisa menyebabkan program pemerintah dapat berubah menjadi instrumen reward and punishment kepada masyarakat, menimbulkan diskriminasi dalam pelayanan, timbulnya simbiosis mutualisme antara PNS dengan partai, sehingga pemerintahan tidak terkendali, hingga dampak yang krusial yaitu timbulnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 

“Saya kira ini menjadi tugas kita bersama, tidak hanya Bawaslu dan KASN. Tetapi juga Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PANRB, BKN, dan instansi terkait untuk menciptakan sistem yang bisa membuat birokrasi berjalan dengan baik dan ketika ada sanksi bisa dilakukan secara proporsional,” jelas Abhan. 

Pada kesempatan yang sama, Komisioner KASN Arie Budhiman mengungkapkan data yang dihimpun oleh KASN dari 1 Januari – 31 Juli 2020 terkait pelanggaran netralitas ASN. Dikatakan bahwa terdapat 456 ASN yang dilaporkan melakukan pelanggaran. Dari data yang terlapor tersebut, 344 ASN telah mendapat rekomendasi untuk mendapatkan sanksi dari PPK. Namun masih belum sepenuhnya optimal, karena yang masih ditindaklanjuti oleh PPK untuk penjatuhan sanksi masih 54,9 persen atau 189 dari 344 yang sudah diberikan rekomendasi. “Jadi ini merupakan fakta-fakta bahwa simpul itu memang di PPK,” imbuh Arie. 

Lanjutnya dikatakan bahwa, berdasarkan survei yang dilakukan KASN, ditemukan penyebab pelanggaran-pelanggaran netralitas yang paling dominan adalah karena adanya motif untuk mendapatkan/mempertahankan jabatan/materi/proyek. Kemudian juga terkait dengan pemberian sanksi yang lemah. Lagi-lagi ini menunjukkan fakta bahwa tanpa sanksi yang tegas maka ketidaknetralan ASN masih akan terus berlangsung. 

Terkait dengan pengawasan netralitas ASN dalam Pilkada Serentak tahun 2020, KASN melakukan pengawasan terhadap 270 daerah penyelenggara Pilkada bersama dengan Bawaslu, yaitu di 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Dalam penguatan kerja sama pengawasan netralitas ASN, KASN bersama dengan Bawaslu pada tanggal 17 Juni 2020 lalu telah menandatangani perjanjian kerja sama terkait dengan pertukaran data dan informasi. KASN dan Bawaslu akan menyiapkan sistem aplikasi SIAPNET (Sistem Informasi Pengaduan Netralitas) yang diharapkan bisa terakses kepada seluruh pihak. 

Arie juga mengharapkan agar Surat Keputusan Bersama 5 Kementerian/Lembaga (Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, KASN, dan BKN) tentang Pengawasan Netralitas ASN bisa segera direalisasikan. Menurutnya SKB ini lebih memberikan daya paksa karena ASN yang melakukan pelanggaran yang tidak atau belum ditindaklanjuti sanksinya oleh PPK, maka data administrasi kepegawaiannya akan dibekukan atau diblokir. “Kami juga berharap agar sanksi oleh Menteri PANRB atau Menteri Dalam Negeri pada PPK yang bandel (yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN) bisa segera direalisasikan melalui SKB 5 K/L ini,” pungkas Arie.(p/ab)