Bangun Gizi Masyarakat dengan Konsumsi Ikan

By Admin

Fot/Net  

nusakini.com - Guna membangun kesadaran gizi individu maupun kolektif masyarakat agar gemar mengonsumsi ikan, kemarin, Kamis (6/4), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan Rapat Koordinasi Nasional Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (FORIKAN). Dengan melibatkan seluruh komponen/elemen bangsa, KKP kembali mengusung program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) yang dicanangkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 4 April 2004 silam.

Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Nilanto Perbowo mengatakan, ikan sebagai sumber protein sangat relevan untuk mendukung program prioritas pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan meningkatkan kemandirian ekonomi berbasis pada kelautan dan perikanan. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar 9,9 juta ton dan potensi luas lahan budidaya 83,6 juta Ha yang dapat dioptimalkan untuk mendorong perluasan dan kesempatan kerja, serta meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan bagi masyarakat.

“Jika konsumsi ikan nasional meningkat, ini dapat menjadi penghela industri perikanan nasional. Ini juga dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dan mewujudkan kemandirian ekonomi untuk mendukung percepatan pembangunan industri perikanan nasional,” ungkap Nilanto.

Menurut Nilanto, pelaksanaan program GEMARIKAN tidak hanya menjadi tugas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai instansi teknis yang membidangi kelautan dan perikanan, namun menjadi tugas seluruh komponen institusi, lembaga, dan masyarakat dalam rangka mempersiapkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas. Butuh strategi, koordinasi, dan harmonisasi yang melibatkan seluruh komponen bangsa, salah satunya dengan pembentukan FORIKAN.

Ia menyayangkan keadaan Indonesia yang masih menghadapi permasalahan gizi pada Balita. Berdasarkan Global Nutrition Report (2014) 37,2% Balita mengalami pertumbuhan kerdil (stunting), 12,1% pertumbuhan kurang dari standar usianya (wasting) dan 11,9% mengalami kelebihan berat badan (overwight).

Senada dengan hal tersebut, Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengatakan permasalahan tingginya angka stunting harus segera diselesaikan karena akan menjadi beban negara. “Kalau kami ke daerah, selalu bertemu anak-anak kurus-kurus, pendek-pendek. Sudah kelas 6, tapi (badannya) kecil. Ini kalau angka stunting kita bereskan, sebenarnya bonus demografi 2030 kita bisa punya generasi muda yang sangat produktif. Keadaannya sekarang terbalik, angka stunting tinggi yang akan menjadi beban negara. Karena itu, gerakan kesehatan masyarakat dalam hal ini memperbaiki konsumsi gizi lewat makan ikan saya kira menjadi hal yang sangat penting,” terang Teten.

Teten menambahkan, pergerakan masyarakat makan ikan juga telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Menurutnya, kuis yang sering dibuat Presiden dengan menanyakan nama-nama ikan adalah salah satu bentuk cara presiden untuk menggerakkan masyarakat mengkonsumsi ikan. “Itu cara beliau (presiden) untuk mulai mengingatkan masyarakat Indonesia trutama anak-anak bahwa 70% Indonesia ini adalah laut, dan di situ sebenarnya gudang protein kita yang paling besar,” ujar Teten.

Teten mengaku ironis dengan kenyataan konsumsi ikan Indonesia yang masih rendah. Ia menyayangkan Indonesia masih mengimpor sapi dari luar ketika Indonesia memiiki ikan yang berlimpah sebagai sumber protein.

“Kita ini sekarang mengimpor 1,73 juta ekor sapi per tahun. Pada 2019 kita butuh 4 juta ekor sapi untuk memenuhi kebutuhn konsumsi protein kita. Untuk bisa memenuhi 4 juta ekor sapi per tahun, kita harus mempunyai indukan sebesar 20 juta indukan. Sekarang katakanlah kita punya 12 juta, kita perlu impor lagi sebanyak 8 juta ekor sapi. Satu ekor sapi butuh 2 hektar tanah sehingga akan terjadi deforestasi. Oleh karena itu ikan menjadi kebutuhan yang sangat penting,” ungkap dia.

Dalam skenario 100 tahun Indonesia pada 2045, Presiden mencanangkan Indonesia bisa unggul dalam persaingan dunia, termasuk di bidang industrialisasi bidang jasa. Targetnya, tahun 2045, pendapatan per kapita Indonesia dapat menyamai negara maju.

Indonesia menargetkan konsumsi ikan tahun 2019 sebesar 54 kg per kapita. Konsumsi ikan di seluruh daerah di Indonesia terutama di pulau Jawa yang masih rendah harus digenjot. “Di Jawa konsumsi ikan masih 32 kg per kapita, kalau di Sumatera dan Kalimantan jauh lebih baik, antara 32 sampai 43 kg per kapita per tahun. Di (Indonesia bagian) Timur 40 kg per tahun. Jadi kita sudah tahu di mana kampanye gerakan makan ikan ini harus ditingkatkan,” tambah dia.

Adapun Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengungkapkan, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan konsumsi ikan adalah dengan merangkul ibu-ibu rumah tangga. Pasalnya, menurut dia ibu rumah tanggalah yang memegang peranan penting dalam memilih dan mengolah bahan makanan yang akan disajikan sebagai bahan santapan keluarga. Ia juga meminta ibu-ibu mengurangi konsumsi makanan berbahan dasar impor.

“Kita mengajak ibu-ibu untuk menyajikan menu makanan ikan di rumahnya. Tahu misalnya, perlu kita kurangi karena itu komponen impornya 99%. Makan kecap, kecap itu juga impor. Jadi budaya ini harus kita mulai dari ibu-ibu,” ungkap Rifky.

Ia juga mengajak ibu-ibu agar lebih aktif dan cerdas dalam mengreasikan makanan yang berbahan ikan. “Mari kita ciptakan menu-menu baru. Ikan itu kalau di rumah biasanya hanya digoreng, maka ayo kita ciptakan menu-menu baru yang membuat resep ikan bervariasi. Di Jambi dan Riau misalnya, itu masakan ikan variannya luar biasa, juga di Lubuk Linggau, Bengkulu, Palembang,” tambahnya.

Menurut Rifky, kreasi seperti itu yang perlu didorong di Pulau Jawa yang konsumsi ikannya paling rendah, di mana hampir 60% atau 250 juta penduduk Indonesia berada.

“Pemerintah daerah juga diharapkan secara rutin datangkan ahli gizi ke sekolah-sekolah. Ajarkan manfaat dan pengolahan ikan-ikan, boleh lele, bandeng, patin, nila, atau ikan mas, atau boleh apa saja, yang penting ikan,” tandas Rifky. (p/mk)