Atap Tajug, Bawa Ade Menangi Sayembara Desain MAJT Magelang

By Abdi Satria


nusakini.com-Magelang-Setelah melalui proses panjang dan perdebatan alot dari para dewan juri, Ade Yuridianto, arsitek asal Bandung dengan kode desain MAJT 012, ditetapkan sebagai pemenang sayembara desain Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Magelang. Desain masjid dengan atap berbentuk Tajug yang melengung ke belakang itu berhasil menarik perhatian dewan juri. 

Ade berhasil unggul atas dua calon pemenang lain, yakni MAJT 082 asal Malang dengan arsitek atap gunungan (Juara II), dan desain MAJt 062 dari Jogjakarta dengan atap joglo terbelah (Juara III).

“Masing-masing finalis memiliki kelebihan dan kekurangan, tapi penilaian tetap mengacu pada indikator tata bangunan Islami, tata ruang Islami, inovasi bentuk, respect terhadap green architecture, kewajaran konstruksi dan interior Islami,” kata Ketua Tim Juri Sayembara MAJT Magelang, Prof Totok Roesmanto.

Guru besar arsitektur Undip Semarang ini mengatakan, dewan juri cukup alot dalam penentuaan pemenang. Mulai penentuan enma besar, tiga besar hingga penentuan juara I, II dan III.

“Kami berdebat alot untuk penentuan itu, akhirnya disepakati desain MAJT 012 adalah pemenangnya,” terangnya.

Dari segi keindahan dan fungsi, hampir semua karya menyajikan keunggulan yang sama. Namun yang menarik dewan juri memilih desain dari Ade adalah bentuk atap Tajug yang melengkung ke belakang.

“Menurut kami, itu inovasi bentuk atap masjid Jawa. Bentuk itu mengembangkan bangunan dasar peribadatan di Jawa beratap Tajug. Kalau biasanya lincip ke atas, desain itu baru karena ditarik ke belakang dan puncaknya agak ke belakang. Ini hal baru dalam bentuk tempat peribadatan di Jawa, namun orang melihat sekilas saja sudah tahu kalau itu masjid,” terang Prof Totok.

Meskipun, lanjut dia, apabila nanti desain itu diaplikasikan dalam bentuk bangunan, diperlukan perbaikan-perbaikan. Apalagi, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berpesan agar bangunan MAJT Magelang tidak asal-asalan.

“Pesan Pak Ganjar kan bangunannya harus benar-benar indah dan kokoh, tidak asal-asalan. Tentunya nanti ada modifikasi agar betul-betul bagus dan berkualitas,” tutupnya.

Sementara itu, sang pemenang Ade Yuridianto saat dikonfirmasi mengatakan terkejut karena ditetapkan sebagai pemenang. Berkali-kali dirinya mengucap syukur atas kabar itu.

“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Sebagai etika profesi, kalau kondisi membaik saya bersedia datang ke Semarang untuk paparan desain lebih detail. Kalau ada pertanyaan-pertanyaan dari dewan juri maupun dari Pak Gubernur akan saya jawab dalam kesempatan itu,” kata Ade dikonfirmasi melalui telepon.

Ade menerangkan, ide desain yang dibuatnya itu awalnya dari kognitif maps, yakni mengadaptasi kondisi ruang Majidil Haram. Jadi, pola konfigurasi ruangnya dibuat mirip dengan Majidil Haram.

Untuk atap, Ade memilih desain atap Tajug, terinspirasi dari tugas akhir saat penelitian skripsi. Bukan tanpa alasan, saat penelitian itu, ia menemukan jika atap bangunan peribadatan di Jawa, khususnya Jawa Tengah itu menggunakan atap model Tajug.

Sementara dinding yang digunakan untuk tempat peribadatan di Jawa Tengah juga berbeda dengan di Jatim. Kalau di Jatim biasa menggunakan batu bata, di Jateng banyak yang menggunakan batu andesit ataupun batu vulkanik. Sehingga, dalam desainnya itu, ia juga menggunakan dua jenis batu itu.

“Kebetulan saat saya skripsi, tugas akhir saya meneliti tentang atap-atap bangunan itu. Dari penelitian saya temukan bahwa atap Joglo itu untuk rumah kaum priyayi, atap pelana itu untuk kelas bawahnya dan atap Tajug itu khusus untuk tempat peribadatan. Jadi, ide design saya ini berasal dari penelitian saat skripsi,” terangnya.

Ade mengaku sudah berkecimpung di dunia arsitek cukup lama. Ia sudah berpengalaman mendesain bangunan-bangunan di Indonesia.

“Kalau nanti desain ini diaplikasikan dalam bangunan, saya siap kalau ada tambahan atau penyempurnaan. Saya juga siap apabila dilibatkan dalam pembangunan fisiknya,” tutup pria asli Cigandung Bandung ini. (p/ab)