AS Beri Tanda Tak Lagi Dukung Ukraina
By Admin
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) mulai membeberkan kelemahannya dalam mendukung Ukraina dalam perang Kyiv melawan Rusia. Ini disebabkan oleh besarnya biaya yang harus diberikan Washington demi dapat menyokong negara Laut Hitam itu.
Besarnya biaya ini akhirnya menimbulkan perdebatan di Parlemen AS. Pihak oposisi dari Partai Republik telah berupaya untuk menggagalkan paket bantuan ke Ukraina.
Juru bicara Pentagon Mayor Jenderal Patrick Ryder mengatakan bahwa Washington "kehabisan uang" kecuali anggota parlemen meloloskan paket bantuan baru. Menurutnya, meskipun Pentagon diberi wewenang untuk membelanjakan US$ 4,2 miliar (Rp 65 triliun) lagi untuk senjata bagi Ukraina, dana itu sebenarnya tidak ada dan harus disisihkan lagi oleh Kongres.
"Kami mempunyai kewenangan untuk membelanjakan US$ 4,2 miliar dari dana yang tersedia namun tidak memiliki kemampuan untuk mengisi kembali stok dengan mengeluarkan uang, atau mengeluarkan barang dari inventaris kami," kata juru bicara tersebut dikutip Russia Today, dikutip Sabtu (6/1/2024).
Sinyal yang sama juga diberikan oleh juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller. Menurutnya, tingkat pendanaan militer Washington untuk Ukraina pada akhirnya mungkin menurun, terutama ketika negara tersebut mampu berdiri sendiri.
"Kami selalu menegaskan bahwa kami ingin Ukraina menjadi negara merdeka; itu berarti ia bisa berdiri di atas kedua kakinya sendiri. Namun kami akan terus mendukung Ukraina, itulah kebijakan AS, selama diperlukan," ungkap Miller.
"Itu tidak berarti bahwa kami akan terus mendukung mereka dengan tingkat pendanaan militer yang sama seperti yang kami berikan pada tahun 2022 dan 2023. Menurut kami hal itu tidak perlu karena tujuannya pada akhirnya adalah untuk melakukan transisi ke Ukraina, untuk membantu Ukraina, untuk membangun basis industri militernya sendiri sehingga mereka dapat membiayai dan membangun serta memperoleh amunisinya sendiri."
Pengakuan tersebut muncul setelah Menteri Luar Negeri Ukraina Dmitry Kuleba mengatakan kepada Christiane Amanpour dari CNN bahwa negaranya tidak memiliki "rencana B" tanpa bantuan militer Washington. Ia menegaskan kembali tuntutan akan drone tempur baru, rudal jarak jauh, kemampuan pertahanan udara, dan peralatan lainnya.
Kuleba juga mencatat meningkatnya perpecahan politik di AS mengenai Ukraina, ketika kelompok vokal kritikus Partai Republik memblokir aliran dana bantuan tambahan sambil menuntut reformasi imigrasi secara menyeluruh.
Meskipun partai tersebut mendukung lusinan paket bantuan terpisah setelah meningkatnya konflik di Ukraina pada tahun 2022, beberapa anggota Partai Republik kecewa dengan bantuan AS dalam beberapa bulan terakhir, sehingga menciptakan perpecahan parlemen yang semakin luas dalam masalah ini.
Presiden Joe Biden telah mendesak anggota parlemen untuk meloloskan paket bantuan besar-besaran termasuk sekitar US$ 61 miliar untuk Kyiv. Namun Kongres masih menemui jalan buntu selama berminggu-minggu di tengah penentangan dari Partai Republik. (*)