Antisipasi Fluktuasi Harga Cabai dan Bawang, Ini Langkah Litbang Kementan

By Admin


nusakini.com - Fluktuasi harga cabai dan bawang merah disebabkan karena karakter biologis dua komoditas tersebut mudah rusak dan karakter ekologi di Indonesia yang menganut dua musim yaitu hujan dan kemarau, dimana saat musim hujan banyak terjadi kendala pada komoditas sayuran terutama cabai dan bawang. Pasokan cabai dan bawang merah untuk Indonesia sebenarnya sudah mencukupi. Pada tahun 2014, kebutuhan bawang merah 0,63 juta ton/tahun, sedangkan pasokan nasional mencapai 1,23 juta ton/tahun atau 195%. Kebutuhan cabai besar dan rawit 0,37 dan 0,32 juta ton/tahun, jika dibandingkan dengan produksi nasional 1,07 dan 0,8 juta atau 288% dan 250%.

Fluktuasi dan disparitas harga terjadi karena distribusi produksi yang tidak merata. Pengusahaan produksi bawang merah di Indonesia hanya dilakukan di daerah tertentu saja dan terkonsentrasi di Pulau Jawa hamper 80%, sekitar 42% di Jawa Tengah Kabupaten Brebes, dan lainnya di Jawa Timur 24% di Kabupaten Nganjuk Probolinggo, dan 11% di Kabupaten Cirebon. Sedangkan setra produksi seperti di NTB sekitar 9%, Sumatera Barat 5%, dan Sulawesi Selatan 4%. 

Menurut Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Muhammad Syakir MS, sebagai lembaga penelitian Litbang telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan swasembada dan antisipasi fluktuasi harga yaitu melalui pendekatan teknis seperti penanganan on farm untuk mencukupi produksi dan pendekatan non teknis untuk penataan aktifitas saat panen, distribusi produksi, pemasaran dan kebijakan. 

Untuk pendekatan teknis dapat dilakukan dengan penyediaan varietas unggul dan teknologi budidaya yang sesuai situasi off season. Beberapa varietas unggul yang telah disiapkan Litabng Pertanian menurut Syakir, untuk bawang merah seperti varietas sembrani yang adaptif terhadap musim hujan dengan potensi hsil 24,4 ton/hektar. Varietas Maja yang adaptif terhadap dataran tinggi, varietas Trisula warnanya merah keunguan dan tahan hujan. 

Varietas unggul cabai antara lain varietas Kencana yang potensi produksinya 22,9 ton/hektar dan adaptif lahan dataran medium dan tinggi dan tahan musim hujan. Varietas Ciko potensi produksi mencapai 20,5 ton/hektar dan adaptif lahan dataran medium, Varietas cabai rawit Prima Agrihorti poensi produksinya 20,25 ton/hektar dan adaptif lahan dataran tinggi, varietas cabai rawit Rabani Agrihorti potensi produksi mencapai 13,14 ton/hektar dan adaptif lahan tinggi. 

Pendekatan yang dilakuan yaitu melalui penyediaan benih berkualitas dalam jumlah yang diperlukan berupa teknologi benih TSS (True Shallot Seed) bawang merah dan teknologibenih bebas penyakit pada tanaman cabai. Selain itu juga dilakukan pendekatan melalui peneyediaan teknologi budidaya off season penangan panen yang tepat untuk menguraangi kehilangan hasil dan menjaga kualitas, serta penangan pasca panen ketika produksi melimpah untuk bisa diperpanjang masa simpan bawang merah sampai 6 bulan. 

Dalam pendekatan non teknis dilakukan untuk menata distribusi pada sentra produksi, pembenahan suplply chain serta menerbitkan regulasi untuk menjamin kecukupan dan distribusi secara permanen. “Untuk melakukan penyebaran penanaman varietas yang dihasilkan, Litbang telah merekomendasikan penanaman di luar daerah sentra produksi yang sudah ada seperti Sumatera Barat, Bali, Sulawesi Selatan, sehingga produksinya nanti tidak harus keluar untuk menutupi daerah yang kekuragan karena sudah dilakukan penanaman,” ujar Syakir. (swd/mk)