nusakini.com-Makassar-Jelajah ke Bulukumba, Sulawesi Selatan, begitu mempesona. Berbagai hal menarik ditemui. Salah satunya adalah kewirausahaan yang dilakukan oleh mereka yang masih berusia muda. Dan ini kerap dikaitkan dengan budaya lokal, termasuk dengan kejayaan Pinisi. Inilah yang juga dilakukan oleh seorang anak muda luar biasa berusia 24 tahun, Alfian Alnies.

Asli Bulukumba, tepatnya di Kelurahan Tanahberu, Kecamatan Bonto Bahari, Alfian kecil sudah terbiasa melihat keluarganya, ternasuk sang ayah, membuat Pinisi dan kemudian mengemudikan kapal itu sendiri untuk diantarkan ke pemesan. Pemesannya tidak hanya lingkup Indonesia, tapi sudah merambah mancanegara. Alfian kecil sehari-hari saat pulang sekolah kerap menyaksikan cara pembuatan kapal Pinisi. Maka, terekamlah dengan baik segala ketrampilan khas tersebut di benaknya.

Saat duduk di kelas 1 SMA, Alfian mengumpulkan kayu sisa-sisa pembuatan Pinisi yang dibuat ayahnya. Lalu dia nekad membuat kapal pertamanya sendiri. Ukuran panjangnya 20 meter dan lebar 4 meter. Sang ayah mendukung dengan memberikan modal tambahan untuk membuat kapal perdana tersebut.

Saat jadi, Alfian yakin kapal itu bisa mengapung dan berlayar, sementara sang ayah berharap cemas-cemas. Keyakinan Alfian ternyata benar. Pinisi pertamanya berhasil berlayar dengan baik. Maka sejak saat itu, membuat Pinisi sudah menjadi pilihan hidup Alfian. Hingga kini, sudah ratusan Pinisi dihasilkan Alfian. Pemesannya dari berbagai tempat di mancanegara, terbentang dari Australia, Asia dan Eropa. Ia sendiri yang selalu melayarkan kapal tersebut sampai ke pelabuhan negara pemesan.

Tidak hanya berhenti sampai membuat Pinisi. Alfian menyadari bahwa keberadaan Pinisi tidak bisa dilepaskan dari kayu lokal biti yang menjadi bahan dasar bagi lunas dan lambung kapal. Biti bisa diganti dengan kayu besi ataupun ulin. Namun dua jenis kayu terakhir ini sudah sangat langka.

Karenanya Alfian beserta teman-teman pembuat pinisi berinisiatif menanam pohon biti di tanah milik mereka di hutan rakyat. Mereka sudah menanam 1000 pohon di tanah seluas kurang lebih empat hektar.

Alfian juga memiliki semangat untuk merangkul masyarakat yang sudah turun temurun tinggal di Taman Hutan Raya (Tahura) untuk menanam biti. Nantinya biti yang ditanam di kawasan hutan bisa menjadi tempat belajar dan koleksi biti, serta bisa mengambil bibit biti untuk dikembangkan di hutan rakyat. Alfian juga berencana menanam pohon buah seperti mangga dan mente di Tahura.

Apa yang telah dilakukan dan direncanakan Alfian mampu menjadi inspirasi bahwa kewirausahaan bisa selalu dikaitkan dengan tradisi lokal. Dan sukses menjadi pebisnis dalam usia muda bukan berarti tidak punya kepedulian untuk memajukan masyarakat sendiri. 

Alfian memang keren. Dan untuk upayanya membuat dan melestarikan Pinisi, ia yang merupakan keturunan ke-11 pembuat Pinisi, sudah diganjar sebagai penerima "World Heritage" dari UNESCO pada akhir 2017. (Tami)