90 Tahun Gontor, Refleksi Menag Saat Jadi Santri
By Admin
nusakini.com-- Secarik foto lama, warnanya sudah memucat tapi masih jelas terlihat siapa yang di foto itu. Seorang remaja dengan perawakan tinggi dibalut seragam pramuka lengkap, mengapit kedatangan Menteri Agama Alamsyah Prawiranegara yang berkunjung ke Pondok Modern Gontor berpuluh tahun lalu.
Tampak di foto tersebut pendiri Pondok Gontor KH. Imam Zarkasyi yang menyambut kedatangan Menteri Alamsyah. Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan tiga ulama yang disebut Trimurti, yakni KH. Ahmad Sahal, KH. Zanuddin Fannani, dan KH. Imam Zarkasyi.
Foto yang diunggah pemiliki akun Facebook bernama Mohammad Monib seketika menjadi viral, sejumlah komentar muncul dari netizen, "Jalan hidup manusia tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka kalau pak Lukman ternyata sekarang jadi Menteri Agama RI," ucap seorang netter.
"Saya salut sama pak menteri, dulu jadi pengawal menteri. Sekarang jadi menteri. Patut diteladani," sambung lainnya. Ya, remaja berpakaian pramuka tersebut tak lain adalah Lukman Hakim Saifuddin, santri Pondok Modern Gontor yang kini menjadi Menteri Agama.
Menjadi santri Gontor dan selesai tahun 1983, Lukman Hakim Saifuddin memiliki kesan dan menjadi refleksi tersendiri baginya. Menag mengingat saat menjadi santri Gontor, bahwa dirinya mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat baginya, di antaranya tentang kedisiplinan. Kedisiplinan sebagai khas santri-santri Gontor.
Dikutip dari laman www.gontor.ac.id, kita ketahui, setidaknya ada empat institusi pendidikan dunia yang menjadi acuan para pendiri pondok Gontor ini ketika akan merintis pondok ini. Keempat lembaga pendidikan tersebut, yakni; Pertama, Pondok Syanggit di Mauritania. Lembaga pendidikan ini harum namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para pengasuhnya. Syanggit adalah lembaga pendidikan yang dikelola dengan jiwa keikhlasan; para pengasuh mendidik murid-murid siang-malam serta menanggung seluruh kebutuhan santri.
Kedua, Universitas Muslim Aligarh di India, sebuah lembaga pendidikan modern yang membekali mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan umum dan agama serta menjadi pelopor revival of Islam. Ketiga, perguruan Santiniketan juga di India didirikan oleh Rabindranath Tagore, seorang filosuf Hindu. Perguruan yang dikenal dengan kedamaiannya ini berlokasi di kawasan hutan, serba sederhana dan telah mampu mengajar dunia. Keempat, Universitas Al Azhar di Mesir yang terkenal dengan keabadiannya.
Keempat institusi pendidikan ini, ujar Menag, menjadi acuan Gontor dalam mengelola, mendidik serta mengembangkan nilai-nilai pendidik Islam di Tanah Air, namun dalam segi disiplin Gontor, Menag beserta kawan-kawan seangkatannya meyakini bahwa kedisiplinan yang diterapkan dan diajarkannya merupakan karya originalitas para pendiri-pendiri Gontor yang menggap kedisiplinan cermin karakter umat muslim dan bangsa Indonesia.
"Didukung kesadaran para santri-santri maka kedisiplinan tumbuh secara sendiri sehingga menciptakan kekhasan tersebut," kata Menag saat menyampaikan sambutan dalam acara Sujud Syukur 90 Tahun Pondok Modern Darussalam Gontor, Sabtu (20/8) kemarin.
Di Gontor ini juga, kata Menag, nilai keragaman tercermin. Menurutnya, kita semua tahu santri-santri Gontor datang dari seluruh pelosok Indonesia, mereka hadir dengan membawa beranekaragam budaya dan kekhasan daerah masingmasing. Santri dituntut untuk hidup rukun bersama sehingga menciptakan kesadaran toleransi dan menghargai keragamaan tersebut.
"Itu yang membuat kita semakin kuat menjadi pemikir-pemikiran nasionalisme," terang Menag.
Selain itu, lanjut Menag, santri diajarkan nilai pedulian terhadap nasib temannya, Menag teringat ketika diajari kemampuan dan kemauan menjadi seorang pemimpin dan mampu serta bisa dipimpin oleh siapapun.
"Intinya kita harus pandai menempatkan diri kita sebagai pemimpin atau dipimpin dengan menanggalkan keegoisan kita dalam berpendapat," lanjutnya.
Menag mengatakan, saat mondok, semua aktivitasnya selama 24 jamnya dikelola oleh para santri itu sendiri, sehingga jiwa leadership atau kepemimpinan muncul dan terbentuk secara alami.
Selanjutnya, nilai ikhlas (Keikhlasan), keikhlasan merupakan jati diri para santri Gontor dalam menjalankan pendidikan dan kehidupannya selama mondok di sana. Kaidah tersebut selalu menjadi pegangan para santri-santri termasuk Menag saat itu. Di Gontor hakekatnya para santri dipersiapkan sebagai seorang pendidik atau mu'alim (guru), bagi dirinya maupun masyarakat.
Teringat dahulu, kisah Menag haru, para Kyai dan guru-gurunya mengatakan santri Gontor dapat menjadi apa saja, bisa mendalami, menekuni profesi apa saja, tapi yang jelas apapun profesinya santri Gontor adalah pendidik, baik untuk dirinya maupun lingkungannya.
"Suatu nilai yang sangat mulia di mata Allah Swt," ucap Menag Lukman yang masih hafal dan jelas mendeskripsikan Panca Jiwa Pondok yaitu, Jiwa Keikhlasan, Jiwa Kesederhanaan, Jiwa Berdikari, Jiwa Berdikari, dan Jiwa Bebas.
Hal yang menjadi refleksi Menag saat menjadi santri dan kini menjadi Menteri, yaitu nilai keberkahan. Dikatakan Lukman, berkah itu karena harakah itu datangnya dari Allah Swt dan itu diluar otoritas kita sebagai insannya.
Namun dikatakan Menag, ada berkah yang dapat kita raih melalui sebuah wujud harokah (gerakan) yang berorientasi pada kemaslahatan sesama, sehingga Gontor dengan keikhlasannya memberikan materi ajar Muthalaah (emnghafal), menghafal Mahfudzat (kata-kata bijak, seperti kalimat sakti Man Jadda wa Jada, kata bijak pertama yang dikenalkan bagi santri-sanri baru) dan lainnya.
Setiap hari, terang Menag, santri selalu diisi jiwanya dengan hal-hal yang memotivasi, menginspirasi, menanamkan percaya diri dalam melaksanakan berbagai macam kreativitas yang mendatangkan keberkahan tersebut sehingga mendatangkan sikap positif. (p/ab)