Wawancara Eksklusif CJS, Taqyuddin Djabbar: Kekuatan Saya, Hanya Saya yang Punya Pengalaman Tanding di Pilkada

By Admin


"Dia dikenal sebagai tokoh Sulsel dengan visi dan komitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia adalah bakal calon Walikota Pare Pare pada Pemilihan Kepala Daerah 2024. Dikenal dengan pendekatan yang inklusif dan pro-rakyat, Dr. Taqyuddin Djabbar yang karib disapa TQ bertekad untuk membawa perubahan positif dan berkelanjutan di kota ini.

Lahir dan besar di Pare Pare, Dr Taqyuddin Djabbar (TQ) memberikan ikatan emosional yang kuat dengan kotanya. Sebagai seorang anak dari keluarga sederhana, ia merasakan langsung berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Pengalaman ini yang memupuk tekadnya untuk terjun ke dunia politik dan memberikan kontribusi nyata bagi kota kelahirannya.

Dr. Taqyuddin Djabbar (TQ) dikenal sebagai pemimpin yang ramah, terbuka, dan mudah diakses oleh masyarakat. Ia sering mengadakan dialog terbuka dengan warga untuk mendengarkan langsung aspirasi dan keluhan mereka. Pendekatan ini membuatnya sangat dicintai dan dihormati oleh warga Pare Pare.

Sebagai calon Walikota, Dr. Taqyuddin Djabbar (TQ) membawa visi untuk menciptakan Pare Pare yang lebih maju, sejahtera, dan berkeadilan. Program-program yang diusulkannya mencakup peningkatan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan yang lebih baik, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, dan pengembangan ekonomi lokal".

Berikut petikan wawancara Dr. Taqyuddin Djabbar (TQ) yang dipandu Host Dr Supa Athana di Podcast Catatan Jurnalis Sukriansyah (CJS):

Host: Selamat pagi pak TQ..Terimakasih berkesempatan hadir di Podcast CJS. Pertama-tama, kita ingin tahu lebih jauh latar belakang profesional Pak TQ ini..bagaimana Pak? 

TQ: Saya percaya dalam hidup ini tak ada yang kebetulan. Saya ini terlahir dalam lingkungan keluarga yang pengusaha. Tapi juga berada dalam kultur organisasi dan keagamaan yang ketat. Bapak saya itu aktif di Muhammadiyah, Ibu saya aktif di Aisyiah, namun dalam perjalanan hidup saya, banyak didik dalam kultur NU karena saya berada lingkup Kalla Group. Sehingga kalau ada yang tanya terkait saya ini diorganisasi mana, ya saya jawab hati saya di Muhammadiyah, tapi kepala saya ada di NU. 

Host: Sebenarnya Pak TQ ini seorang pengusaha atau seorang profesional? 

TQ: Ya...kedua-duanya, tapi saya senang disebut sebagai aktifis. Sebab seorang aktifis itu selalu berpikir dalam tataran standar moral, semangat intelektual yang terjaga. Kalau dalam tataran peofesional dan entrepreneur saya lebih banyak menularkan gagasan serta memberdayakan masyarakat untuk mampu memiliki basis jiwa entrepreneur. 

Host: Kalau dalam dunia aktifis pak TQ aktif di mana?

TQ: Ya..Saya pernah aktih di Ikatan Pelajar Muhammadiyah, pernah di HMI, di organisasi profesi saya aktif di Kadin Sulsel, juga aktif di PMI, aktif juga di Orari. Saat ini masih menjabat ketua Dewan Pakar ICMI Parepare dan juga Ketua IKA Unhas Parepare. 

Host: Kalau jenjang pendidikannya pak..bagaimana?

TQ: Saya tinggalkan Parepare itu setelah masuk dunia pendidikan tinggi. Namun sebelumnya karena orang tua pindah ke Sidrap maka saya hijrah ke Makassar, sempat masuk SMA 4 Makassar, kemudian masuk ke Unhas. 

Awalnya saya masuk ke fakultas Sastra kemudian saya pindah ke fakultas Politik hingga selesai. Kemudian lanjut program S2 di STIEM dan S3 di UNM. 

Host: Bagaimana ceritanya sehingga masuk dalam bursa Pilkada Parepare? 

TQ: Ya di 2010 lalu saya ditugaskan oleh Kalla Group di Parepare sebagai Branch Manager di sana. Dari situlah ketemu banyak rekan, banyak berinteraksi sekaligus belajar memahami persoalan-persoalan kemasyarakatan di Parepare. Dari interaksi itulah muncul keprihatinan terhadap kondisi masyarakat di Parepare. 

Saya melihat ada problematika yang terjadi yang paling memprihatinkan di Parepare adalah soal pemerataan. Terjadi ketimpangan dan memang data menunjukkan itu. Saya berpikir begini..Kota Parepare itu adalah kota yang unik karena memiliki luas wilayah yang sempit dan jumlah penduduknya juga kecil. Namun APBD nya cukup besar. Akibat dari itu pertumbuhan kota menjadi tinggi. Jadi persoalan di Parepare itu bukan pada pertumbuhan ekonomi. 

Namun kita tahu, sebagaimana kota-kota lain yang bertumpu pada sektor jasa, Parepare itu juga punya inflasi yang cukup tinggi. Artinya uang yang beredar banyak di banding barang. Akibatnya harga barang naik dan ini menyebabkan daya beli masyarakat rendah. 

Setelah saya cermati lebih jauh, sama dengan kota-kota lain yang bertumpu pada sektor jasa, perekonomian Parepare didominasi oleh sektor UMKM. Di Sulsel Parepare itu menenpati urutan ke 3, namun dalam hal rasio dengan perbandingan jumlah penduduk, Parepare menempati urutan pertama. 

Nah bagaimana menyikapi ini dalam hal kebijakan. Dibandingkan dengan Sidrap misalnya yang 60 persen penduduknya bergerak disektor pertanian, kebijakannya pasti adalah bagaimana meningkatkan produksi pertanian. Sedangkan di Parepare beda, karena sektor UMKM memiliki lapis-lapis yang berbeda. Ada pelaku ekonomi mikro, kecil dan menengah. Nah ini memiliki klasifikasi tertentu. Nah mikro ini yang berjumlah 98 persen belum berkontribusi terhadap PAD. Karena pelaku usaha mikro itu pasti tidak berbadan hukum. Pelaku ekonomi mikro itu juga tidak bersifat profit oriented tapi bersifat survive oriented. Jadi hanya untuk bertahan hidup dan memiliki daya beli yang rendah. 

Bagaimana memecahkan problematika ini? Pertama-tama adalah bagaimana mengangkat daya beli masyarakat. Caranya adalah dengan mengundang investasi. Di sinilah pemerintah harus punya keberpihakan yang kuat terhadap investor. Harus kita pahami bahwa investasi itu tidak harus dari luar, investasi lokal itu juga harua dibutuhkan. 

Host: Bagaimana pak TQ ingin membawa Parepare ke depan? 

TQ: Ya saya kira smartcity. Kedua adalah menjadikan Parepare sebagai second city dengan memanfaatkan kota Makassar sebagai gerbang Indonesia Timur. Artinya kegiatan-kegiatan yang berskala provinsi bisa kita tarik ke Parepare. Nah persoalan kita apakah infraatruktur di Parepare memadai untuk itu? 

Di samping itu calon pemimpin Parepare ke depan harus mampu membentuk kultur trust (kepercayaan), sehingga orang atau investor yang datang ke Parepare merasa nyaman. Intinya kita harus menjadi kota peyalanan yang baik. Untuk itu ada variabel yang harus kita tingkatkan, misalnya variabel pendidikan. 

Host: Bagaimana tentang kesiapan masyarakat untuk menuju service city itu? 

TQ: Ya saya yakin masyarakat Parepare siap. Ingat Parepare itu kota yang dikenal egaliter dan memiliki masyarakat yang cerdas. Yang dibutuhkan adalah ketauladanan dan panduan untuk itu. Kita harus ingat bahwa di suatu daerah yang memiliki pelabuhan pasti masyarakatnya mudah beradaptasi. 

Host: Bagaimana bila dikaitkan dengan IKN (Ibu Kota Negara) baru nanti?

TQ: Nah...Parepare bisa menjadi sentra pasokan kebutuhan di IKN nanti. Kita punya daerah penyanggah seperti Sidrap, Pinrang dan Barru yang dikenal sebagai produsen pertanian dan peternakan. Kita punya pelabuhan besar untuk membawa pasokan kebutuhan itu. 

Host: Bagaimana dengan kendaraan politiknya nanti? 

TQ: Kita melakukan komunikasi dengan semua partai. Saya berharap gagasan yang kami tawarkan ini bisa terpotret dengan partai-partai yang ada. 

Kita tahu semua calon kepala daerah pasti punya visi yang sama yakni bagaimana mensejahterahkan masyarakat daerahnya. Yang membedakan adalah bagaimana cara mensenjahterakan masyarakat. Nah di situlah pentingnya ada pengalaman. Jadi bagaimana pengalaman saya di Kadin dan lain-lain mampu tertransformasikan dalam bentuk pemberdayaan dan penguatan pada masyarakat Parepare. 

Host: Bagaimana pak TQ menanggapi adanya anggapan bahwa untuk memenangkan pilkada harus punya modal yang besar?

TQ: Saya kira kita tidak bisa menafikkan hal itu, tetapi itu relatif. Karena di balik itu ada sosial kapital, ada investasi sosial. Kita berinteraksi sudah sekian lama. Jadi bagi saya money politic bukan sesuatu yang mengerikan karena yang menguatkan saya adalah nawaitu, niat saya bahwa kita ingin memperbaiki. (*)


Berikut video lengkap wawancara Irmawati Zainuddin yang sudah tayang di podcast CJS: