Cegah Kawin Anak, Penyuluh Agama Banyuwangi Rutin Bina Siswa SMA Kontributor
By Admin
nusakini.com, Banyuwangi - Penyuluh Agama Islam asal Banyuwangi rutin memberi pembinaan kepada siswa dan siswi sekolah menengah atas (SMA) sebagai upaya mencegah perkawinan anak. Hal ini antara lain dilakukan Leni Inayaturrahmah dan sejawatnya yang secara berkala memberikan pembinaan kepada siswa Negeri 1 Taruna Bangsa.
Ada enam penyuluh agama yang membina siswa dan siswi di SMA Negeri 1 Taruna Bangsa. Mereka berasal dari beberapa kecamatan di Banyuwangi. Setiap pekan, para penyuluh agama ini hadir di sekolah untuk memberikan penyuluhan, termasuk tentang bahaya perkawinan anak melalui program BRUS yang digagas Kementerian Agama.
Menurut Leni Inayaturrahmah, memberikan penyuluhan bukan sekadar tugas, tapi panggilan hati untuk menanamkan nilai luhur pada generasi muda. “Kami melihat bahwa remaja di sekolah menjadi sasaran strategis untuk pembinaan. Pihak sekolah juga menyambut positif, bahkan merasa kehadiran kami membantu dalam pendampingan siswa,” ujar Leni di Banyuwangi, Sabtu (2/11/2024).
“Kami membuka ruang diskusi yang ramah bagi remaja, sehingga mereka bisa berpendapat dan mengekspresikan pandangan. Dengan cara ini, mereka merasa didengarkan dan lebih antusias,” ungkapnya.
Leni menyadari tantangan dalam penyuluhan ini, yaitu mengikuti perkembangan isu di kalangan remaja. “Anak-anak sekarang sangat up-to-date dengan isu-isu lingkungan mereka. Kami pun harus terus memperbarui informasi agar pendekatan kami tetap relevan,” jelasnya.
Meskipun dampaknya sulit diukur secara kuantitatif, Leni mengamati perubahan positif dalam pola pikir siswa. “Kami tidak bisa melihat hasilnya langsung dalam angka. Namun, ada perubahan sikap. Siswa semakin memahami risiko pernikahan dini dan dampaknya,” terangnya.
Kasubdit Bina Penyuluh Agama Islam Kemenag, Amirullah mengatakan, langkah yang dilakukan Leni dan rekan-rekannya di Banyuwangi patut diapresiasi. Menurutnya, penyuluhan tersebut tidak hanya bersifat edukatif, namun juga memiliki nilai strategis dalam menanamkan kesadaran akan risiko dan dampak perkawinan anak sejak dini.
“Pendekatan partisipatif yang dilakukan Leni dan rekan-rekannya, seperti membuka ruang diskusi yang ramah bagi remaja, juga relevan dalam menyesuaikan metode pembinaan dengan kebutuhan dan karakteristik anak muda masa kini,” kata Amir.
Amir berharap, langkah tersebut mampu memberi pemahaman kepada anak-anak muda dan keluarga mengenai dampak negatif perkawinan anak.
“Program BRUS di SMA Negeri 1 Taruna Bangsa diharapkan menjadi inspirasi bagi sekolah lain untuk bekerja sama dengan penyuluh agama. Melalui pembinaan jangka panjang, kami berharap generasi muda sudah siap menyongsong Indonesia Emas 2045,” tandasnya. (*)