nusakini.com-- Musim kemarau yang diperkirakan akan cukup panjang dengan puncak kemarau pada Agustus mendatang mesti diwaspadai sebagai salah satu pemicu inflasi. Musim kemarau tersebut akan menghambat produksi beras petani yang masih banyak mengandalkan sistem tadah hujan, sedangkan saat memasuki musim penghujan akan mengganggu produksi tanaman hortikultura. 

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP meminta Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jawa Tengah saat memimpin High Level Meeting TPID Jateng di Ruang Ayodya Kantor Perwakilan (Kanwil) BI Jawa Tengah, Jumat (20/7). 

“Ramalan BMKG diperkirakan cukup panjang dan puncaknya pada Agustus. Ini akan berakibat pada pengurangan produksi beras. Asal tidak banyak itu wajar, tapi harus segera diantisipasi dengan membuat embung,” katanya. 

Menurut Sekda, antisipasi kemarau panjang tersebut sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan program 1.000 embung, dan hingga saat ini embung yang sudah dibuat sudah melebihi 1.000 unit. Meski demikian, Bulog juga diminta untuk bisa menyerap produksi beras petani sebanyak-banyaknya dalam pengadaan stok beras dalam negeri. 

Selain kekeringan, biaya pendidikan akan menjadi pemicu utama inflasi lainnya, mengingat Juli ini bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru dan penerimaan mahasiswa baru PTN maupun PTS. Inflasi untuk semester II 2018, lanjut Sekda, juga akan dipicu biaya angkutan khususnya udara lantaran bertepatan pada saat musim liburan. 

“Bulan Juli ini ada anggaran khusus yang dikeluarkan oleh warga, seperti biaya pendidikan, biaya angkutan setelah liburan panjang. Itu juga bisa memicu inflasi”, ujarnya. 

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Jawa Tengah ini mengatakan selain dari sisi produksi, permasalahan inflasi juga datang dari sistem distribusi dan manajemen stok yang harus segera dibenahi. Untuk itu, perlu dibuat sistem yang bisa memantau ketersedian pangan yang terintegrasi dari hulu ke hilir, sehingga tidak terjadi penyelewengan dan penimbunan yang dapat mempengaruhi harga pasar. Di samping itu, dengan sistem yang terpadu ini kekurangan stok pangan di daerah lain dapat segera didistribusikan, agar tidak ada penumpukan di gudang. 

Sementara itu, Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra menyampaikan dalam upaya pengendalian inflasi, pihaknya berencana membuat Rice Market Center (RMC) dan Chili Market Center (CMC). Fungsinya, untuk mempertemukan supply dan demand komoditi strategis yang dapat menytabilkan harga baik di tingkat produsen maupun konsumen. 

“Market center itu nantinya juga akan memangkas panjangnya rantai distribusi yang selama ini (masih) panjang, memberikan jaminan pasar bagi petani dan penggilingan, dan data stok valid untuk pengambilan kebijakan,” kata Rahmat. 

Diterangkan, inflasi Jawa Tengah pada Juni 2018 tercatat 2,72 persen (yoy). Daging ayam ras dan bawang merah menjadi komoditas yang sering muncul sebagai pemicu inflasi. Sementara untuk komoditas strategis, seperti beras, minyak goreng, gula, dan daging sapi terpantau stabil. 

Komoditas yang mengalami harga tertinggi jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET) adalah daging ayam ras dan telur. Harga daging ayam ras sejak sebelum Lebaran hingga saat ini masih berada pada posisi harga tinggi. Sedangkan harga telur meski sempat turun pasca Lebaran kembali meningkat hingga saat ini dikisaran Rp 25.000 30.000, padahal HET telur sekitar Rp. 22.000.(p/ab)