Tugas Berat Mentan ke Depan, Kinerja 2015-2019 Sudah Mentok Tinggi di Atas

By Admin


nusakini.com - Jakarta - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendukung kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) yang akan memimpin 2019-2024 ke arah pencapaian kedaulatan dan kemandirian pangan serta kesejahteraan petani. PB HMI menilai sektor pertanian sebagai pilar ekonomi nasional dan sumber kehidupan bagi rakyat. 

Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kemaritiman dan Agraria PB HMI, Pri Menix Dey mengatakan, “memang tugas Mentan ke depan 2019-2024 semakin berat, minimal harus mempertahankan atau bahkan melampaui kinerja 2015-2019 yang sudah di atas plafon”. 

Tugas berat pertama, dalam hal mengendalikan inflasi bahan pangan. Indonesia berhasil menurunkan inflasi terbaik dari peringkat III Dunia tertinggi yakni inflasi 11,71 persen pada 2013 menjadi peringkat XV Dunia dengan inflasi 1,26 persen pada 2017. Jadi tugas beratnya adalah menjaga agar inflasi bahan pangan tetap stabil rendah, namun petani harus sejahtera. Ini tidak mudah, harus memiliki jurus jitu, bagaimana menjaga pasokan pangan cukup sepanjang waktu, sementara sistem produksi musiman, ditengah kondisi rantai pasok panjang dan anomali pasar pangan.

Tugas berat kedua, pada 2013 volume ekspor pertanian 33,5 juta ton, naik 28 persen pada 2018 menjadi 42,5 juta ton. Ke depan, untuk mempertahankan volume ekspor tidak mudah, apalagi mendongkraknya, ditengah ekonomi global sedang lesu, ujarnya

Tugas berat ketiga bagaimana meningkatkan pertumbuhan PDB pertanian di atas 3,7 persen pertahun dengan tantangan kondisi ekonomi dan investasi seperti saat ini. Tugas berat keempat bagaimana meningkatkan produksi disaat laju konversi sawah 150 ribu hektar pertahun, subsidi pupuk berkurang 1 juta ton serta kebutuhan konsumsi naik akibat penduduk bertambah 3 juta jiwa pertahun.

Tugas berat kelima, dalam hal tata kelola keuangan, Kementan sudah tiga tahun berturut turut memperoleh penghargaan tertinggi yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Lha untuk mempertahankan capaian WTP ke depan itu tidak mudah, perlu kerja keras dan disiplin tinggi mengelola keuangan”

Jadi Felippa Amanta dari Center for Indonesia Policy Studies (CPIS) bilang ekspor-impor pangan defisit merupakan hasil dari ketidakakuratan data pasokan-kebutuhan pangan nasional, itu adalah salah kaprah. Janganlah melihat pertanian dari kaca spion sebelah saja, hanya melihat sisi impornya. Tolong cek ekspornya juga dong. Data BPS 2018 menunjukkan ekspor pertanian 42,5 juta ton lebih tinggi dari pada impor 32,2 juta ton, berkat kontribusi sawit, kopi dan lainnya. Alhasil neraca perdagangan pertanian 2018 surplus USD 10,02 miliar setara Rp 135 triliun. Ini adalah kondisi kinerja yang sudah tinggi, ujarnya.

Naiknya ekspor ini juga bisa menggambarkan kinerja produksi yang naik. Produksi naik terkonfirmasi dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian yang meningkat. Data BPS menunjukkan PDB pertanian 2017-2018 tumbuh 3,7 persen diatas target 3,5 persen. PDB pertanian harga konstan 2018 sebesar Rp 1.005 triliun, naik 19,4 persen dibanding 2013 Rp 838 triliun. 

PDB tumbuh ini selain didorong dari konsumsi dan neraca perdagangan, juga dari (1) investasi pertanian 2013 sebesar 29,3 triliun naik menjadi 2018 sebesar Rp 61,6 triliun dan (2) belanja APBN pertanian tepat sasaran sesuai kajian Bappenas yakni belanja alsintan dan input pertanian 1 persen meningkatkan pertumbuhan ekonomi di provinsi 0,33 persen, ujarnya.

Dalam perdagangan global, ekspor-impor itu hal yang biasa, jadi sah sah saja impor. Untuk dicatat bahwa impor itu hanya sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Impor dilakukan karena kita tidak memproduksinya dan ekspor harus dipacu jauh lebih tinggi, jelasnya.

Felippa juga bilang impor akibat data tidak akurat. Saya katakan janganlah mengkait-kaitkan yang tidak ada kaitan dan janganlah mengkambing hitamkan data. Ingat impor itu kewenangan kementerian yang mana? Kementan itu kewenangan fokus menangani produksi pertanian. Selanjutnya data itu kewenangan siapa?. Untuk Saudara diketahui, lembaga resmi yang berwenang menangani data adalah BPS. Sesuai ketentuan semua data itu satu pintu di BPS, jadi tidak ada beda data, ujarnya.

Selanjutnya Felippa mengkaitkan dengan kasus mafia impor bawang putih. Ini kan joko sembung naik ojek, ga nyambung jek. Untuk diketahui Kementan selama ini bersih bersih terhadap praktek korupsi dan mafia, termasuk menempatkan Satgas KPK di Kementan. Hasilnya Kementan memblacklist 74 mafia importir nakal dan bersama Satgas memproses hukum 784 mafia. Bahkan Kementan memperoleh penghargaan pengendalian anti gratifikasi dua tahun berturut-turut 2017-2018 dari KPK-RI, jelasnya.

Menanggapi ekonom pertanian dari Universitas Lampung Bustanul Arifin yang menyoroti masalah produktivitas tenaga kerja, kapasitas sumber daya manusia, dan perubahan teknologi yang rendah, “komentar saya, itu sih pendapat yang subjektif dan kualitatif” ujarnya 

Menix mengatakan justru saat ini digencarkan program 500 ribu pemuda tani milenial, politeknik pertanian vokasi, mekanisasi pertanian besar-besaran memproduksi skala luas secara cepat, tepat dan hemat dengan alat mesin pertanian dan robotik. Buktinya dulu 2013 level mekanisasi Indonesia 0,04 HP/hektar dan kini 2019 melompat menjadi 2,15 HP/hektar, walaupun masih di bawah Jepang 16,0 HP/hektar dan Amerika 17,0 Hp/hektar, namun levelnya bisa menyamai, tidak jauh berbeda Malaysia, Thailand dan lainnya, pungkasnya. (p/ma)