Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Mata Pakar

By Admin

nusakini.com--Sejak tanggal 9 hingga 23 Juli lalu, 99 inovasi terbaik dari Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) telah mempresentasikan inovasinya di hadapan Tim Panel Independen. Para ahli menilai, inovasi dari seluruh jajaran pemerintah hingga badan dan lembaga negara semakin baik dan menjawab kebutuhan masyarakat di era globalisasi ini.  

Beragam inovasi dari para abdi negara ini mendapat banyak apresiasi dari para pakar. Mantan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), JB Kristiadi menilai, inovasi yang diciptakan saat ini semakin membumi dan menyentuh masyarakat hingga ke ‘akar rumput’. “Inovasi lebih membumi, lebih realistis, lebih mengena pada pelayanan masyarakat,” ujarnya.   

Doktor lulusan Sorbonne University, Perancis, ini juga mengapresiasi banyaknya inovasi yang berbasis teknologi informasi. Menurutnya, penggunaan teknologi sangat cocok di era yang serba digital ini. “Penggunaan IT ini adalah sebuah tuntutan,” imbuhnya. 

Namun demikian, bukan berarti semua inovasi harus berbasis teknologi informasi (TI). Buktinya, sejumlah inovasi yang masuk Top 99 mengedepankan inovasi berupa penyuluhan langsung. Misalnya, inovasi yang bernama Motivator Ketahanan Keluarga (Motekar) dari Pemprov Jawa Barat. Pada inovasi ini, ada sosok yang dipilih dan dilatih oleh Pemprov Jawa Barat untuk menjadi motivator bagi beberapa keluarga. Tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan sosial, perdagangan orang, maupun mengurangi tingkat perceraian. 

Inovasi lain yang tidak berbasis IT adalah Siswa Pemantau Jentik oleh Anak Cerdik (Simpatik Anak Cerdik) yang diinisiasi oleh Pemkab Madiun, Jawa Timur. Inovasi ini menjadikan para siswa MIN 01 Madiun sebagai juru pemantau jentik nyamuk di masyarakat. 

Beragamnya jenis inovasi mendapat perhatian dan apresiasi dari peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R. Siti Zuhro. Menurutnya, pelibatan masyarakat dalam sebuah inovasi merupakan hal yang menjunjung nilai-nilai kearifan lokal bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya memiliki nilai plus dalam sebuah terobosan inovasi, karena dengan hal tersebut berarti daerah itu tidak mengabaikan kekayaan nilai-nilai budayanya sendiri. 

Dengan demikian terobosan tersebut membangun sebuah sinergi antara pemerintah daerah dengan masyarakat di daerah tersebut. “Dengan melibatkan nilai-nilai budaya dalam sebuah terobosan dapat membawa kebanggan tersendiri apabila tampil di kancah internasional,” anggota Tim Panel Independen yang sering mucul di televisi dengan analisis politiknya ini. 

Dari kacamata yang berbeda, mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih menilai peserta KIPP 2018 banyak yang memunculkan inovasi yang berkaitan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan. Selain beragam, inovasi yang diciptakan saat ini juga untuk menjawab kebutuhan di masa mendatang. “Kompetisi biasanya hanya bicara soal layanan saat ini. Tetapi sekarang sudah banyak yang memikirkan bagaimana di masa yang akan datang. Itu sudah dipikirkan dari sekarang,” imbuh Indah. 

Pada tahun ini, jumlah inovasi yang diajukan dan masuk Sinovik sebanyak 2.824 inovasi, yang kemudian diseleksi oleh Tim Evaluator. Jumlah ini menurun dari tahun 2017 yang mencapai 3.054 inovasi. Namun menurunnya jumlah pengajuan inovasi ini tidak berarti penurunan kualitas. “Walau jumlahnya tidak sebanyak tahun lalu, namun saya melihat bahwa kualitas inovasi-inovasi yang ikut dalam kompetisi ini meningkat,” ujar Anggota Tim Panel Independen KIPP 2018 Wawan Sobari yang merupakan akademisi dari Universitas Brawijaya Malang ini.  (p/ab)