Foto/Kementan  

nusakini.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) terus memperbaiki sarana perairan guna meningkatkan produksi pertanian.

Menurut Ditjen PSP, problematika mendasar pertanian padi sawah adalah ketersediaan air, meski kita berada di daerah tropis dengan curah hujan tinggi. Mungkin, arealnya belum tersentuh jaringan irigasi atau karena jaringan irigasinya rusak, meski lokasinya dekat dengan sumber air. Akibatnya, tanaman padi sawah tidak cukup suplai air, sehingga hanya mampu mencapai panen 1 x setahun dengan Indeks Pertanaman 1,00.

"Kita memiliki 4,8 juta Ha sawah dengan irigasi teknis, dimana 46% saluran irigasi atau sekitar 2,2 juta Ha mengalami kerusakan dari tingkat ringan, sedang sekitar dan rusak berat," kata Dirjen PSP Kementan, Pending Dadih, di Jakarta, Selasa (22/5/2017).

Untuk menjaga produktivitas padi, pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk program rehabilitasi jaringan tersier sebesar Rp 446.810.000.000 pada 2014, dan pada tahun 2015 sebesar Rp 2.696.553.900.000. Sementara pada 2016 sebesar Rp 726.804.800.000, serta akhirnya untuk 2017 menjadi Rp 117.215.000.000 untuk meningkatkan Intensitas Pertanaman menjadi setidaknya 2,00 atau dengan kata lain agar bisa panen dua kali setahun. Dengan peningkatan Indeks Pertanaman, maka peningkatan produksi padi per tahun bisa meningkat sampai 50%.

Pending Dadih menjelaskan, irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

"Tanpa air, pertanian tidak akan berjalan baik dan tidak akan memberi hasil optimal. Air mutlak bagi petani padi. Air menjadi kebutuhan mutlak bila ingin meningkatkan produksi padi dan mencapai swasembada beras," demikian pungkas Pending Dadih. (p/mr)