Strategi Pembiayaan COVID-19 Tahun 2020

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memaparkan Strategi Pembiayaan Tahun Anggaran (T.A) 2020 di situasi COVID-19 dalam video conference di Jakarta pada Selasa, (7/4) 

Pandemi COVID-19 yang membutuhkan kebijakan extraordinary dari Pemerintah tentu berdampak pada postur APBN 2020. Kecemasan investor atas COVID-19 turut mempengaruhi terjadinya capital outflow di Indonesia. APBN 2020 juga akan menghadapi tekanan dari sisi penerimaan pajak, PNBP, bea cukai baik karena kondisi pelaku ekonomi dan penurunan harga komoditas.

Ini berimbas pada penerimaan negara yang turun 10%. Namun, di saat bersamaan, belanja negara harus naik untuk kesehatan, bansos dan membantu pelaku usaha agar tidak melakukan PHK besar-besaran. Hal ini menyebabkan defisit melebar hingga 5%. 

"Kita memperkirakan pendapatan menurun 10%. Belanja naik untuk mendukung sektor kesehatan Rp75 triliun, safety social net Rp110 triliun. Belanja yang tinggi untuk perlindungan masyarakat. Perkiraan defisit dari tadinya 1,76% dari PDB atau Rp307,2 triliun menjadi 5,07% atau Rp853 triliun namun kami upayakan di bawah 5%," jelasnya. 

Oleh karena itu, pemerintah memikirkan strategi pembiayaan yang paling aman dengan biaya paling kecil. Pertama pembiayaan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). Kedua, dari dana abadi pemerintah dan dana dari Badan Layanan Umum (BLU). 

"Kita akan menggunakan sumber pembiayaan yang paling aman dan biayanya paling kecil sebelum kita mengambil instrumen lain yang memiliki resiko dan biaya yang lebih tinggi. Dalam hal ini, Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menjaga cashflow. Ini akan mengurangi pembiayaan yang berasal dari market. Cash yang sudah ada di tangan pemerintah. Sumber kedua, dana abadi pemerintah seperti LPDP dan Rucika. (Ketiga), dari BLU agency pemerintah. Ini adalah tiga sumber yang tidak melalui market atau pembiayaan dari dalam masing-masing agency pemerintah yang memiliki sumber dana," jelas Menkeu. 

Kemudian, pemerintah juga merencanakan pembiayaan dari market (pasar) dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baik Surat Utang Negara (SUN) maupun Sukuk termasuk Surat Berharga Ritel (SBR) baik di pasar domestik maupun pasar global (valas). 

Saat ini Global Sukuk tersedia dalam USD, global bonds / konvensional dalam USD dan Euro Bonds dalam Euro dan Samurai Bonds dalam Yen.  

"Fleksibilitas memunculkan opportunity baik dari sisi timing dan size penerbitan sesuai kondisi pasar keuangan. Semua diterbitkan dengan prinsip kehati-hatian (prudent) dengan memperhatikan resiko dan biayanya yang terkecil," ungkapnya. 

Sumber ketiga, pemerintah juga dapat melakukan private placement dari BUMN atau lembaga seperti LPS, Badan Dana Haji, Taspen, BPJS Tenaga Kerja atau lembaga-lembaga yang memiliki uang masyarakat yang ingin menempatkan investasi ke tempat aman dan reliable. 

Sumber keempat dari sumber bilateral dan multilateral seperti Bank Dunia, ADB, AFD, KfW, JICA, EDCF, dan AIIB dan lembaga donor lainnya. 

Dalam Perppu No.1 tahun 2020, BI diberikan perluasan kewenangan untuk membeli SBN di pasar perdana. Namun, BI hanya melakukan ini sebagai last resource. (p/ab)