SILK dari Kementerian LHK, Dongkrak Ekspor Produk Kayu Legal Indonesia

By Admin

nusakini.com--Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kembali menempatkan inovasinya dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018, yakni Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK). SILK merupakan platform online pertama yang setara dengan lisensi internasional untuk penerbitan jaminan legalitas kayu atau Dokumen V-Legal. 

Inovasi ini merupakan kelanjutan dari inovasi pengedaran kayu bulat ke industry dengan sistem legalitas kayu, SIPU online. Inovasi ini juga masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2017. 

Diimplementasikan sejak 2013, selain untuk penerbitan Dokumen V-Legal, juga untuk media informasi ekspor produk secara real time. SILK menggantikan penerbitan dokumen penjaminan legalitas kayu oleh Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) melalui mekanisme endorsement yang mempunyai beberapa keterbatasan, terkait cakupan konektivitas, cakupan produk, kredibilitas, dan sebagainya. 

Sekjen Kemenetrian LHK Bambang Hendroyono mengatakan, dokumen V-Legal diakui dan disetarakan dengan Lisensi FLEGT pada 15 November 2016, dalam perjanjian Forest Law Enforcement, Governance and Trade – Voluntary partnership Agreement (FLEGT VPA) antara Indonesia dan Uni Eropa. Penyetaraan itu untuk pemenuhan persyaratan ekspor produk perkayuan ke seluruh wilayah Uni Eropa. “Capaian ini membawa Indonesia menjadi negara pertama dan satu-satunya di dunia yang telah menerbitkan Lisensi FLEGT,” ujarnya.   

Dengan dokumen Lisensi FLEGT, ekspor produk kayu Indonesia ke Uni Eropa tidak dikenakan pemeriksaan uji tuntas (due diligence) di seluruh pelabuhan tujuan di Uni Eropa. Pengakuan yang sama juga diperoleh dari Australia di dalam kerangka regulasi Pemerintah Australia tentang Illegal Logging Prohibition Act (ILPA). 

Sekjen Kementerian LHK Bambang Hendroyono (kanan) menyalami Tim Panel Independen, usai presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Kementerian PANRB baru-baru ini 

Setelah adanya inovasi ini, lebih dari 851 ribu dokumen V-Legal dan Lisensi FLEGT diterbitkan yang disertai ekspor senilai sebesar lebih dari US$ 49 miliar. Pada 2013, ekspor produk kayu legal Indonesia sebesar US$ 6,1 miliar, meningkat menjadi US$ 10,9 miliar pada 2017. “Dalam kurun waktu lima tahun, peningkatan lebih dari 80 persen. Berarti kepercayaan internasional tujuan kita semakin tinggi,” imbuh Bambang. 

Dijelaskan, SILK dapat diakses oleh publik dan seluruh pemegang hak akses tanpa tatap muka selama 7x24 jam dalam seminggu. Proses ini dijamin akan lebih mudah, singkat, efisien dan murah. “Jadi tidak berhenti, tidak libur, semua kita layani,” lanjut Bambang. 

Menurutnya, sistem ini berhasil memutus mata rantai birokrasi yang berbelit, perbaikan tata kelola, serta perbaikan pelayanan publik yang bebas dari pungutan liar. Penerapan SILK ini juga mendukung konsep paperless office, peningkatan pelayanan publik yang prima, dan mendukung capaian tujuan pembangunan tujuan pembangunan berkelanjutan. 

SILK juga terkoneksi dengan sistem aplikasi perdagangan yakni INATRADE pada Kementerian Perdagangan dan ‘INSW’ pada Kementerian Keuangan. Dengan demikian, eksportir dapat langsung memproses ekspor di kepabeanan segera setelah dokumen diterbitkan oleh SILK. Dokumen V-legal/Lisensi FLEGT dapat diterbitkan dan diterima di sistem INSW dalam waktu tiga jam, dan paling lama satu hari kerja sejak permohonan diajukan oleh eksportir. “Ini lebih cepat dari waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang selambat-lambatnya 3 (hari) kerja sejak permohonan diajukan dan dinyatakan lengkap dan memenuhi, “ tandas Bambang. 

Tidak berhenti di situ, Kemenetrian LHK terus berupaya meningkatkan pengakuan dan koneksitas lebih luas termasuk dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan pasar kayu utama Indonesia lainnya. SILK juga akan ditinjau ulang dan di-Update menyesuaikan regulasi terkait, serta mengikuti perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). (p/ab)