Sektor Pertanian Makin Menggeliat

By Admin

Foto/Ilustrasi   

nusakini.com - Menanggapi berita Kompas dan Koran Tempo 31/3/2017, bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 25 tahun terakhir menurun dari 22 persen menjadi 13 persen. Dr Lutful Hakim dari Pusat Data dan Informasi, Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan, itu hal yang wajar trend jangka panjang 25 tahun, karena Indonesia sedang mengalami transformasi struktural dari agraris menuju negara industri. Pada beberapa negara maju manapun, dulunya ekonomi ditopang dominan dari sektor agraris dan berangsur semakin maju digantikan sektor industri dan jasa.

Lebih lanjut Dr Lutful mengatakan “bicara jangka panjang, masalah terkait konversi lahan, SDM, pasca panen dan hilirisasi, maupun struktur pasar” juga diselesaikan sesuai pentahapan dan skala prioritas”. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah mengarahkan membangun pertanian harus berorientasi jangka panjang, tanpa melupakan penyelesaian jangka pendek, ujar Lutful. 

Lutful mengatakan “saat ini sudah diterbitkan Roadmap Jangka Menengah dan Panjang dengan Visi Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045. Membangun harus berdasar skala prioritas dengan fokus 2015-2019 adalah mewujudkan kemandirian ekonomi melalui kedaulatan pangan dan kesejahteraan. Selanjutnya pada 2020-2024 Indonesia sudah memasuki tahapan menuju negara industry dengan kelas Upper Middle Income dan selanjutnya hingga akhirnya menjadi negara kelas high income dan Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045. 

Berkaitan dengan lahan, data BPS lahan sawah beririgasi tahun 2015 seluas 4,75 juta hektar. Jadi tidak benar disebutkan sawah irigasi hanya 50.000 hektar pada Koran Tempo 31/3, ujar Lutful. Seiring perkembangan ekonomi, kebutuhan lahan untuk industri, perumahan dan lainnya sehingga terjadi konversi lahan, Pemerintah mengendalikan laju konversi sawah dengan menerapkan Undang-Undang 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan 5 Peraturan Pemerintah, mengoptimalkan pemanfaatan lahan tidur/terlantar maupun tiap tahun mencetak sawah baru, lanjut Lutful. 

Berkaitan dengan swasembada baru tercapai 2020 adalah tidak benar, karena tahun 2016 pun sudah swasembada. Data BPS menyatakan 2016 produksi padi 79 juta ton GKG setara 46 juta ton beras melebihi kebutuhan konsumsi 33 juta ton. Bukti tahun 2016 tidak ada impor beras medium, bahkan telah ekspor beras ke Papua Nugini, bantuan beras ke Srilanka 5.000 ton dan akan ekspor ke Malaysia. Stock cadangan beras kini 1,9 juta ton cukup aman sampai 8 bulan ke depan belum ditambah stock dari hasil panen raya, telah mengonfirmasi posisi sudah swasembada, ujar Lutful 

Kinerja swasembada pangan juga dapat dilihat dari capaian pada tahun 2016 bahwa Indonrsia tidak cabai segar, tidak impor bawang konsumsi dan pada 2017 tidak impor jagung untuk pakan. Selanjutnya berdasarkan roadmap, maka pencapaian swasembada gula konsumsi akan diselesaikan tahun 2019, kedelai pada 2020, gula industri pada 2023, daging sapi pada 2026 dan seterusnya, ujar Lutful.

Bebrapa kebijakan strategis dalam kerangka solusi jangka menengah dan panjang telah dilakukan Menteri Pertanian Amran antara lain:

Pertama, modernisasi dengan mekanisasi dilakukan besar-besaran. Ini menunjukkan upaya transformasi dari pola manual konvensional menjadi berteknologi serba mesin yang lebih efisien, cepat dan berkualitas. Proses modernisasi ini diikuti program peningkatan kapasitas SDM, membuka lapangan kerja dan peluang usaha di hilir dan off-farm. Industrialisasi di pedesaan dengan pengolahan hasil, baik skala rumah tangga/UKM dan skala besar terbukti menciptakan nilai tambah dan memutar ekonomi, namun dalam statistik PDB dicatat sebagai kontribusi dari sektor industri pengolahan, bukan sektor pertanian, ujar Lutful.

Kedua, Menteri Pertanian memberi berbagai kemudahan investasi melibatkan BUMN, Swasta Dalam dan Luar Negeri mengembangkan komoditas komersial orientasi ekspor, membangun pola kemitraan, sehingga petani sekitar terlibat aktif dan menikmati manfaat. Contoh pola kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) telah terbukti meningkatkan kesejahteraan para petani plasma. Investasi tidak memproduksi produk primer tetapi sampai produk hilir dengan nilai tambah yang besar, ini juga dicatat PDB dari kontribusi industri pengolahan. Artinya, semakin ke depan sektor pertanian tetap tumbuh pesat, namun kontribusinya menurun seiring berkembangnya kontribusi sektor industri, ujar Lutful. 

Ketiga, sesuai arahan Presiden RI membangun dari “pinggiran”, maka Amran mewujudkan lumbung pangan di wilayah perbatasan serta membuka isolasi daerah pedalaman sebagai jembatan bagi penduduk miskin untuk akses terhadap dunia luar, sehingga kehidupan mereka menjadi lebih baik. Berbagai studi menyebutkan pembukaan aksesibilitas dan infrastruktur bagi daerah terisolir akan berdampak mereka giat berproduksi dan lebih sejahtera. 

Kempat, membangun pangan organik berteknologi berkelanjutan, biaya tidak berbeda dengan usahatani konvensional, namun hasilnya signifikan menciptakan value added dan income yang tinggi. Amran telah menggalakan padi organik di banyak wilayah dan permintaan ekspor beras organik sangat tinggi. 

Kelima, regulasi yang digencarkan Amran sangat efektif berdampak nyata menyelesaikan sumbatan di lapangan. Regulasi pengendalian impor telah direspon pelaku usaha meningkatkan kapasitas pabrik guna menyerap produk petani. Kebijakan mendorong ekspor telah menggerakan pelaku usaha memproduksi dan memasarkan produk berdaya saing. Regulasi Harga Atas dan Harga Bawah telah memberikan jaminan pasar dan harga bagi petani dan konsumen. Kebijakan Penunjukkan Langsung untuk penyediaan benih dan pupuk serta e-katalog Alsintan telah berdampak pada kualitas dan tepat waktu penyediaan agro-input, ujar Lutful. 

Keenam, masalah tata niaga dan rantai pasok. Memang tidak mudah merombak struktur pasar yang telah ada. Program telah dilakukan yakni, Serap Gabah Petani (Sergap) telah memotong rantai pasok, stabilisasi harga gabah petani dan stock beras meluber. Membangun Toko Tani Indonesia (TTI) telah memotong rantai pasok, membeli produk petani harga wajar dan menjual ke konsumen lebih murah. Bekerjasama dengan BPKP, KPK, Polri, Kejagung dan KPPU, hasilnya telah menangkap 40 pengoplos pupuk dan pupuk palsu, menangkap pengoplos beras, KPPU menindak kartel daging sapi dan ayam, Barekrim menangkap tengkulak yang memainkan harga cabai rawit, maupun Badan Karantia Pertanian telah menangkap dan memusnahkan berbagai produk pangan impor ilegal. 

Ke depan akan terwujud struktur pasar yang bersaing dan berkeadilan, dimana petani ada jaminan harga dan pasar, middleman mendapat normal profit dan konsumen tersenyum dengan harga wajar, pungkas Lutful.(p/mk)