Rangkaian Kegiatan Operasi 30 Hari di Laut Indonesia, Ini Penjelasan Singkatnya

By Ahmad Rajendra


Nusakini.com--Jakarta-Pencemaran dan kerusakan laut merupakan salah satu isu krusial masalah lingkungan yang dihadapi oleh sebagian besar negara maritim termasuk Indonesia.

Sebagian besar pencemaran dan kerusakan laut disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Pencemaran dan kerusakan laut dapat terjadi sebagai akibat langsung dari aktivitas manusia di laut (misalnya pembuangan limbah dan sampah ilegal dari kapal, tumpahan minyak dari kapal dan/atau fasilitas pengeboran minyak lepas pantai, dan kegiatan tank cleaning limbah B3 di laut) maupun dari aktivitas manusia di darat (misalnya pembuangan limbah ke sungai yang bermuara di laut, reklamasi pantai yang merusak terumbu karang dan padang lamun, aktivitas wisata yang tidak ramah terhadap ekosistem laut, penambangan pasir laut ilegal, dan lain-lain).

Pencemaran dan kerusakan laut dapat memberikan dampak signifikan pada penurunan daya dukung ekosistem lautdanlingkunganpesisir, termasuk penurunan kesejahteraan penduduk sekitar yang bermata pencaharian sebagai pelaut atau nelayan. Pembuangan sampah domestik dan limbah pabrik ke sungai yang bermuara di laut turut menambah beban pencemaran laut. Di sampingitu, mikroplastik dari sampah plastik yang sulit terurai akan masuk dalam rantai makanan yang berbahaya bagi kesehatan, sedangkan sampah plastik makro dapat mengganggu navigasi kapal. Kaitan dengan pencemaran plastik, Indonesia disebutkan menjadi penyumbang sampah plastik terbesar ke-dua di dunia di bawah China. 

Oleh karena itu, Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah laut dan banyak orang yang menggantungkan hidup dari laut sangatlah perlu menjaga laut dari berbagai pencemaran dan kerusakan agar sumber daya laut tetap lestari.

Keseriusan pemerintah dalam pengelolaan sektor maritim sangatlah besar sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi pada Pidato Perdana di MPR pada 20 Oktober 2014 “Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, dan memunggungi selat dan teluk.  

Ini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut kita jaya, 

sebagai semboyan kita di masa lalu bisa kembali”. Salah satu cara agar membuat laut kembali berjaya adalah melakukan pengelolaan laut secara ramah lingkungan termasuk penegakan hukum di laut guna meningkatkan ketaatan pelaku usaha dan/atau kegiatan dan mengurangi tingkat pencemaran dan kerusakan laut Indonesia. Kurangnya pemahaman masyarakat untuk menjaga kondisi laut adalah salah satu permasalahan yang harus segera diatasi oleh pemerintah agar timbul kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut dan pesisir dari terjadinya pencemaran dan kerusakan. 

Selain itu, ketidakpatuhan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan seperti membuang limbah ke sungai secara ilegal dan maraknya ocean dumping turut meningkatkan beban pencemaran di laut, disamping itu reklamasi di laut yang tidak ramah lingkungan menjadi penyebab kerusakan laut. Ketidakpatuhan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan laut merupakan kejahatan dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diancam dengan hukuman pidana maupun denda.

Guna mengatasi masalah pencemaran dan kerusakan laut, perlu dilakukan berbagai upaya secara serius, kolaboratif dan terintegrasi mulai dari penyempurnaan regulasi, pengaturan usaha dan/atau kegiatan yang ramah lingkungan, dan pengawasan ketaatan serta penegakan hukumnya.  

Terkait dengan pengawasan ketaatan dan penegakan hukum di laut, KLHK melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum) yang bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) dan Direktorat Jenderal Pengeloalan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3) serta Kementerian/Lembaga terkait menginisiasi kegiatan berupa “Operasi 30 Hari di Laut Tahun 2019” pada 15 s/d 17 November 2019.  

Kegiatan ini merupakan operasi bersama untuk meningkatkan ketaatan masyarakat dan pelaku usaha dan/atau kegiatan melalui serangkaian kegiatan campaign dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pencemaran yang melanggar undang-undang nasional 

maupun internasional, dengan tujuan utamanya yaitu meningkatkan kualitas air laut. Operasi 30 Hari di Laut Tahun 2019 ini adalah operasi besar yang melibatkan beberapa Kementerian/Lembaga terkait diantaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Koordinator Nasional (Ditjen Gakkum, Ditjen PPKL dan Ditjen PSLB3), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Perhubungan, TNI Angkatan Laut, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional serta civil society terkait.

Dalam pelaksanaan Operasi 30 Hari di Laut Tahun 2019, perlu disusun rencana aksi, pelaksanaan rencana aksi dan pelaporan hasil serta evaluasi dari aksi operasi 30 hari di laut tersebut. 

Rangkaian kegiatan utama dalam operasi dibagi dalam 4 kegiatan yaitu: (1) Campaign, (2) Identifikasi kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan laut, (3) Operasi intelijen, (4) Operasi penindakan lapangan. Sedangkan fokus target operasi tersebut yaitu: (1) polusi dari kapal dan instalasi lepas pantai, (2) polusi dari sungai dan daratan, (3) perdagangan limbah (termasuk sampah plastik) melalui pelabuhan.

Kegiatan utama dan fokus target Operasi 30 Hari di Laut Tahun 2019 ini juga sejalan dengan kegiatan yang diinisiasi oleh The INTERPOL, Environmental Security Programme and The Pollution Crime Working Group yaitu “OPERATION 30 DAYS AT SEA, TACKLING MARINE POLLUTION.(R/Rajendra)