Proses Migrasi Harus Sesuai dengan Aturan dan Prosedur yang Berlaku

By Admin

nusakini.com--Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI berkomitmen untuk terus melakukan upaya perbaikan regulasi yang berkaitan dengan TKI/Buruh Migran Indonesia. Sebab, migrasi merupakan hak setiap warga negara. Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri, selama ini proses migrasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor pendorong dan penarik.

Faktor pendorong tersebut seperti kemiskinan, keterbelakangan dan rendahnya tingkat pendidikan. Sedangkan faktor penarik seperti gaji yang lebih tinggi dan keinginan kerja di luar negeri. Semua pihak harus memahami bahwa migrasi merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dipungkiri. Namun, setiap proses migrasi harus sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku dan tidak boleh berbasis remitance. 

"Adalah hak seorang untuk bermigrasi. Untuk itu, pemerintah akan terus melakukan usaha untuk mensejahterakan warganya. Tapi kita semua tahu bahwa pemerintah juga mempunyai keterbatasan. Oleh karena itu migrasi tidak boleh berbasis remitance. Karena kalau berbasis remitance, itu artinya seperti jual beli orang," kata Menaker Hanif, di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Senin (19/9/). 

Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah tetap mengupayakan untuk memperluas kesempatan kerja di dalam negeri dan berkomitmen memfasilitasi tenaga kerja yang ingin bekerja di dalam maupun luar negeri. Untuk penempatan di luar negeri, saat ini pemerintah tengah membangun sistem pelaksanaan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang terstruktur hingga ke desa. Sehingga, masyarakat dapat terlibat dalam pengawasan penempatan TKI di luar negeri. Selain untuk meningkatkan pengawasan, hal tersebut juga bisa menjadi media informasi dan edukasi bagi para Calon TKI. 

Baru-baru ini, Menaker Hanif juga meresmikan enam desa sebagai desa peduli buruh migran (Desbumi) di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Keenam desa (Desa Tagawiti, Desa Beutaran, Desa Dulitukan yang berada di Kecamatan Ili Ape, Desa Lamatokan, Desa Lamawolo dan Desa Bao Lali Duli) di Kecamatan Iliape Timur tersebut merupakan basis buruh migran. “Penetapan desa peduli buruh migran adalah bentuk kepedulian pemerintah dan para stakeholder dalam upaya memperbaiki nasib dan perlindungan kepada buruh migran sejak dari kampung halaman,” papar Menaker Hanif. 

Selain di Kabupaten Lembata, desa peduli buruh migran juga telah tetapkan di Lombok Tengah-NTB (6 desa), Wonosobo-Jawa Tengah (10 desa), Kebumen-Jawa Tengah (2 desa), Cilacap-Jawa Tengah (1 desa), Jember-Jawa Timur (2 desa), dan Banyuwangi-Jawa Timur (6 desa). Dengan diresmikannya Desbumi, diharapkan masyarakat lebih banyak terlibat aktif dalam pengawasan proses penempatan TKI. Baik dari proses pra penempatan, waktu penempatan, sampai purna penempatan. Menaker berharap desa bisa menjadi basis pelayanan, perlindungan, dan permberdayaan buruh migran. Menurutnya, kepala desa harus terlibat aktif dalam pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan buruh migran. Kepala desa juga harus mendata, memonitor, dan memfasilitasi warga desa yang akan, sedang dan purna bekerja di luar negeri. 

Sebab, peran kepala desa akan mengeliminasi keberadaan calo yang merekrut TKI dengan berbagai cara untuk tujuan-tujuan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini jelas akan merugikan calon tenaga kerja karena seringkali mereka mendapatkan pekerjaan yang jauh dari harapan yang ditawarkan, bahkan menjadi korban tindak perdagangan manusia. Sedangkan di luar negeri, bersama Kementerian Luar Negeri, Kemnaker terus mengoptimalkan peran Atase Ketenagakerjaan (Atnaker) di 13 negara penempatan TKI. Atnaker bertugas memberikan pelayanan tenaga kerja di luar negeri seperti perlindungan, pendataan, pembinaan, advokasi, legalisasi perjanjian atau kontrak kerja dan pemantauan keberadaan TKI.(p/ab)