Pesan Cinta Tanah Air dari Khatib Jumat di Perbatasan

By Admin

nusakini.com--Tubuhnya kecil, suaranya merdu, wawasan keagamaannya bagus, demikian kesan pertama penulis saat kali pertama melihat dan mendengar khutbah Jumatnya. Namanya, Dimas Rahmatullah, Khatib Salat Jumat di Masjid Al-Jihad, yang terletak di Tator, Provinsi Kalimantan Utara.  

Tator adalah kepanjangan dari Tanah Toraja, karena tempat ini banyak dihuni oleh warga asal Tanah Toraja yang migrasi di tempat ini. Penulis berkesempatan Salat Jumat di masjid kecil itu seiring tugas peliputan Seleksi Tilawatil Quran (STQ) Nasional XXIV 2017 di Provinsi paling utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu. 

Awalnya penulis merasa biasa dan menduga tidak ada hal istimewa. Dugaan itu salah, setelah penulis mendengar pesan khutbahnya.  

Sambil membaca teks, khatib menyampaikan pesan yang cukup mendalam bagi jemaah wilayah perbatasan. Tema yang disampaikan aktual, yaitu “hubbul wathan” atau cinta tanah air. 

Menurut Dimas, mencintai tanah air tidak bertentangan dengan ajaran agama, dan bukan bentuk dari fanatisme. Rasulullah sendiri telah mengajarkan dengan cara mencintai Madinah melebihi dari Kota Makkah. Tempat yang paling dimuliakan adalah Makkah, sementara tempat yang paling dicintai adalah Madinah Al-Munawwarah. 

“Jangan pernah berfikir bahwa mencintai tanah air atau hubbul wathan itu bentuk dari fanatisme. Bukan sama sekali. Justru cinta tanah air adalah wujud dari pelaksanaan ajaran agama. Karena Rasulullah sendiri mencontohkan bagaimana mencintai tanah air dengan berdoa: Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kecintaan kami terhadap Makkah, atau lebih cinta lagi,” terangnya. 

Lebih lanjut, Dimas mengatakan bahwa doa Rasulullah tersebut sebentuk ajakan kepada umatnya agar mencintai tanah air, karena ini menjadi tempat kelahiran, tempat mencari nafkah, dan mungkin nanti akan menjadi tempat beristirahat selamanya (mati). 

“Jelas sekali bagaimana Rasulullah memberikan pengajaran kepada kita agar mencintai tanah air. Bukankah tempat ini adalah tempat kita dilahirkan, tempat kita mencari nafkah dan penghidupan, serta bisa jadi kelak menjadi tempat kita dikubur atau beristirahat selamanya, insya Allah,” tuturnya. 

Oleh karena itu, lanjutnya, hal penting dari wujud mencintai tanah air adalah sikap saling menghargai sesama, menghormati berbagai perbedaan yang ada, hidup guyub dan rukun, serta dapat membangun dan menjaga persatuan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Cara-caara itu akan menjadikan Indonesia sebagai bangsa besar dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. 

Selesai khutbah, penulis menyempatkan diri berdiskusi dengan khatib asal Jombang yang pernah nyantri dan kuliah di Universitas Darul Ulum ini. Ngobrol tentang kondisi umat Islam di Tarakan, Dimas mengatakan bahwa wilayah cukup heterogen, ada NU, Muhammadiyah, dan Ormas Islam lainnya.  

Saat ditanya tentang kehidupan umat Islam di Tarakan, adik Qari nasional Miftahul Arif, ini menyatakan sangat kondusif. Namun perlu terus dilakukan pembinaan agar tidak terpengaruh oleh kelompok-kelompok keras yang merasa paling benar sendiri.  

“Hal ini penting, mengingat wilayah tersebut adalah daerah yang dekat dengan negara lain, dan upaya untuk menumbuhkan cinta tanah air perlu dilakukan,” tutupnya.(p/ab)