Peran Penting Negara dalam Perlindungan terhadap Anak

By Admin


nusakini.com - Hak perlindungan terhadap anak merupakan hal yang penting. Dimana perlindungan hukum terhadap anak dapat lebih dioptimalkan demi perkembangan dan pertumbuhannya, mengingat anak sebagai penerus bangsa dan negara. Maka penindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan kepada anak harus dioptimalkan, terutama dalam bentuk penculikan anak. Namun, bagaimana jika yang melakukan penculikan anak adalah orang tua kandung dari anak tersebut?

Mengenai hal tersebut, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan Focus Group Discussion yang bertema ‘The Convention on The Civil Aspects of International Child Abduction (The 1980 Convention): Langkah Maju Menuju Perlindungan Anak’. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, mengatakan bahwa penculikan anak yang dilakukan oleh orang tua kandung merupakan dampak dari globalisasi. “Perkawinan campuran adalah salah satu konsekuensi yang tidak dapat dihindari,” kata Menkumham.

Putusnya perkawinan atau perceraian berakibat pada hak pemeliharaan anak. Baik itu pemeliharaan anak yang hanya dilakukan oleh salah satu orang tua (sole custody), maupun pemeliharaan anak secara bersama antara kedua orang tua (joint custody). “Dengan konsekuensi tersebut akan berdampak pada perkembangan mental anak. Dapat dibayangkan betapa beratnya beban si anak ketika perceraian itu terjadi dari perkawinan campur,” kata Yasonna di Gedung ex. Sentra Mulia Kemenkumham.

Perkawinan campur yang terjadi pada umumnya pihak perempuan adalah warga negara Indonesia. Ketika terjadi konflik pada perkawinan tersebut, kata Yasonna, pihak lelaki yang merupakan warga negara asing akan melakukan tindakan child abductiondengan membawa anak ke negara dengan jurisdiksi yang berbeda. “Ini merupakan keprihatinan kita bersama yang selama ini belum mendapat perhatian yang cukup. Sampai kita menyadari bahwa sekaranglah saatnya untuk melakukan tindakan nyata sebagaimana yang digariskan dalam Nawacita pemerintahan Jokowi-JK,” jelas Menkumham, Rabu (16/11/2016).

Yasonna memandang bahwa jawaban terhadap permasalahan ini adalah The 1980 Convention tentang Child Abduction. “Tujuan dari konvensi ini sendiri adalah untuk memberikan kepastian dan solusi terbaik bagi pihak-pihak yang sedang berada dalam konflik perkawinan campuran. Selain itu dapat (pula) mengembalikan anak ke habitual residence-nya sesegera mungkin,” pungkas Yasonna saat memberikan sambutan dalam kegiatan ini.

Sebelumnya, Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Pusat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Cahyo R. Muzhar, mengatakan tujuan dari diselenggarakan kegiatan ini adalah agar Indonesia dapat segera mengaksesi The 1980 Convention. “Konvensi ini dapat memberikan solusi yang kita hadapi, yaitu penculikan anak dan kesulitan untuk dapat mengembalikan anak tersebut. Pemerintah sering mendapat hambatan dalam menyelesaikan masalah tersebut,” ujar Cahyo dalam laporannya.

Kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber yang kompeten dibidangnya, seperti Representative Hague Conference on Private International Law (HCCH) Regional Asia Pacific Anselmo Reyes, Rektor International Islamic University Malaysia Prof. Dato’ Sri DR Zaleha Kamarudin, serta Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Niam Sholeh. Hadir pula narasumber lainnya yakni Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang Court Artha Theresia dan Sekretaris Komisi Nasional Perlindungan Anak Rita Pranawati. (p/mk)