Pemerintah dan DPR Bahu Membahu Wujudkan Kedaulatan Bawang Putih

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Komisi IV DPR RI memahami betul bahwa kedaulatan pangan khususnya bawang putih harus terealisir. Bersama dengan Kementerian Pertanian, Komisi IV DPR RI mendukung penuh program pemerintah mencapai swasembada bawang putih. Perlindungan petani terhadap anomali harga menjadi perhatian tersendiri. Komisi IV juga berharap adanya evaluasi terkait kebijakan impor termasuk mewajibkan Kementerian Pertanian melakukan pendampingan terhadap importir selama masa tanam. 

“Dari hasil diskusi tergambar bahwa dari kewajiban tanam ini hasilnya bagus. Ada yang di atas 10 ton per hektare. Saya apresiasi dan ini bagus. Tahun ini kita tanam 20 - 30 ribu hektare. Tahun kemarin kami sukses dengan 11 ribu hektare. Seluruh produksi kami jadikan benih lagi untuk tanam tahun ini. Berikut juga untuk tahun depan akan kami tanam dua kali lipatnya untuk target 40 - 60 ribu hektare dan demikian pada tahun berikutnya dua kali lipatnya lagi dan diproses menjadi benih. Artinya seluruh kebutuhan konsumsi dalam negeri hingga 2021 tetap dari impor,” jelas Direktur Jenderal Hortikultura Suwandi saat membuka acara Rapat Koordinasi dan Evaluasi Tanam Bawang Putih di Jogjakarta, Rabu (26/6). 

Terhadap importir yang tidak melakukan wajib tanam, dengan tegas pemerintah akan mem-blacklist perusahaan tersebut. Setidaknya sejak 2018 terdapat puluhan perusahaan importir yang tidak lagi mendapat ijin impor pada tahun berikutnya. Black list ini diartikan bahwa perusahaan yang mangkir dari kewajiban tanam atau tidak menghasilkan 5 persen produksi dari pengajuan RIPH. 

“Bagi perusahaan yang mangkir dari kewajiban tanam, akan kami blacklist. Tidak hanya wajib tanam, swasembada ini didukung sumber lain di antara melalui APBN dan swadaya petani. Kami lihat semua importir di sini memiliki semangat yang sama,” tambah Suwandi.

Melihat kegigihan pemerintah untuk menyegerakan swasembada pangan, Komisi IV DPR RI mengusulkan tidak hanya mewajibkan 5 persen saja bahkan hingga 10 persen. 

“Kami mengusulkan, tidak hanya 5 persen tapi 10 persen. Ternyata tidak semua melakukan wajib tanam. Ada importir yang nakal,” jelas Viva Yoga, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.

Viva tahu persis impor bawang putih 1996 - 2019 mengalami peningkatan. Selama ini kebutuhan bawang putih 96 persen dipasok dari impor. Dengan adanya program tanam ini, DPR RI mendukung penuh perwujudan tanam. Dukungan anggaran pada 2018 seniai Rp 281 miliar dan 2019 senilai Rp 334 miliar untuk perluasan tanam bukti keseriusan DPR RI.

“Menurut kami tidak sekedar di-blacklist karena bisa saja bikin perusahaan kloning. Jika mengajukan kembali, segera melacak ke PPATK. Satgas Pangan juga melakukaan penyelidikan supada ada rasa keadilan,” ujar Viva.

Lebih lanjut Viva menyarankan mekanisme pengajuan RIPH melalui asosiaisi. Proses pengajuan kuota untuk RIPH dimusyawarahkan dari asosiasi. Dengan adanya kewajiban tanam ini, DPR mendorong para importir menjadi eksportir bawang putih.

“Ini memang masalah yang sering dibicarakan dengan pemerintah untuk serius mengurus bawang putih. Kami malah mendorong agar pelaku usaha bisa menjadi eksportir, bahkan lebih enak karena birokrasinya hanya melalui Kementan,” tambah Viva.

Dukungan juga mengalir dari Satgas Pangan. Helfi Assegar, Kasub Satgas Sembako menyatakan bahwa pada 2018 terdapat 557 kasus bahan pokok satgas pangan, 24 di antaranya komoditas bawang putih. 

“Sebaiknya para pelaku usaha serius menyambut road map pemerintah. Saya lihat sudah banyak yang merealisasikan, bahkan ada yang 10 - 15 ton per hektare dan saya harap itu bisa ditularkan. Bagi yang tidak melaksanakan, wajib di backlist,” ujar Helfi.

Terkait daftar nama blacklist, jajarannya melakukan profiling terhadap nama2 tersebut. “Kami lakukan profiling siapa-siapa yang di-blakclist,” tambahnya.

Dirinya menjelaskan ada beberapa tipe modus operandi seperti benih palsu, perjanjian kerja sama tidak direalisasikan, tanaman disengaja tidak dirawat oleh importir, cara menanam salah, pemalsuan tanda tangan dokumen hingga perjanjian lahan belum clean and clear.

“Upaya-upaya yang kamı lakukan di antaranya penanaman, pendistribusian, rakor dengan KPPU, penyelidikan untuk sindikat pangan karena menjadi isu penting. Urusan pangan, urusan perut dan mati pun kami siap. Kami juga melakukan hingga ke tahap kelurahan,” pungkas Helfi.(p/eg)