Pameran Songket Minangkabau Pertama Tenun Jalan Songket ke Eropa

By Admin

nusakini.com-- "Building a house is creating a home for people, weaving a cloth is creating a home for the body," ujar Bernhard Bart dalam presentasinya pada pembukaan pameran Songket yang pertama kalinya diadakan di Swiss, tepatnya di Garnlager (atau dalam Bahasa Indonesia: toko benang) di Lyssach akhir pekan lalu.

Pameran Songket bertajuk "Gold and Silk: the Revitalization of the Songket weaving in West Sumatra" tersebut memajang puluhan karya Songket dari studio Songket Palantaloom milik pasangan suami istri asal Swiss, Bernhard dan Erika Bart dan Trini Tambu, seorang wanita minang asal Koto Gadang, Sumatera Barat. 

Duta Besar RI untuk Konfederasi Swiss dan Keharyapatihan Liechtenstein, Muliaman Dharmansyah Hadad, yang turut hadir dan memberikan sambutan pada pembukaan pameran Songket tersebut, menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap Bernhard dan Erika Bart atas upaya mereka dalam melestarikan dan mempromosikan Budaya Indonesia khususnya Songket Minangkabau, yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, namun juga menjadi jembatan budaya bagi Indonesia dan Swiss.   

Bernhard Bart (71), merupakan seorang arsitek Swiss, yang telah mendedikasikan lebih dari dua puluh tahun hidupnya untuk merestorasi kembali motif Songket lama Sumatera Barat. Kecintaannya terhadap Songket dimulai pada tahun 1996, ketika ia pertama kali mengunjungi Sumatera Barat untuk belajar Bahasa Indonesia. Bernhard yang acapkali melanglang buana dan menyukai kerajinan tangan, menambatkan hatinya pada tenun Songket Sumatera Barat, khususnya Songket asal Koto Gadang.   

Di mata seorang Bernhard, Songket tidak hanya sekedar seulas kain, namun Songket merupakan bagian dari sejarah dan ritual adat masyarakat Minangkabau. Dahulu kala, masyarakat Minangkabau tidak menulis filosofi-filosofi hidup dan budayanya di atas secarik kertas, namun diturunkan dari generasi ke generasi melalui karya ukir dan tenun Songket. "Meneliti Songket merupakan hal yang sangat menyenangkan, sebab Songket dengan motif paling sederhana pun memiliki makna filosofis dan budaya, yang sangat menarik untuk dipelajari," tambah Erika Bart. 

Bernhard dan Erika Bart sangat antusias dalam menjelaskan berbagai motif Songket asal Sumatera Barat di depan kurang lebih seratus orang pengunjung yang menghadiri pembukaan pameran ini. Para pengunjung yang hadir mayoritas merupakan publik Swiss dan publik internasional dengan berbagai latar belakang antara lain pecinta seni, pengamat fashion, dan komunitas diplomatik. Mereka mengagumi Songket hasil karya Bernhard Bart, yang tidak hanya indah dilihat, namun juga memiliki nilai seni yang tinggi dan memiliki makna sejarah. 

Bernhard pun menjelaskan bahwa studio Songket yang dimilikinya tidak bertujuan komersial. Kecintaannya terhadap Songket lah yang membuatnya mendirikan studio Songket di Sumatera Barat pada tahun 2005. Bernhard menyadari bahwa tenun Songket dengan motif dan teknik tradisional akan punah apabila tidak dilestarikan. Jiwanya terpanggil untuk menghidupkan kembali motif Songket tradisional dan mengembalikannya pada masa kejayaannya. Dengan tekun ia mempelajari berbagai motif Songket dan teknik menenun Songket dengan alat tenun tradisional.

Baginya, membuat Songket membutuhkan perhitungan yang cermat, layaknya seorang arsitek membuat desain membangun sebuah rumah. Pameran pertama Bernhard yang diadakan pada tahun 2006 di Galeri Cemara, Jakarta, menjadi penambah semangat Bernhard untuk terus berkarya membuat Songket-Songket bermotif tradisional. Pada tahun 2011, Bernhard kembali mengadakan pameran Songket di Bentara Budaya Jakarta.    

Pada tahun 2012, Songket karya Bernhard Bart berhasil mendapatkan penghargaan UNESCO Award of Excellence for Handicrafts se-Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pada tahun 2016, Bernhard mengadakan pameran Songket bertajuk "Queen of Textile: One Root, One Heritage" yang untuk pertama kalinya diadakan di luar Indonesia, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. 

Ke depan, Palantaloom berkomitmen untuk terus berupaya melestarikan dan sekaligus membudidayakan pemakaian Songket, tidak hanya di Sumatera Barat, tapi juga di Indonesia bahkan mancanegara. Studio Songket Palantaloom telah berhasil melatih generasi muda lokal di Sumatera Barat untuk menenun kain berkualitas tinggi seperti tenunan Songket zaman dahulu.

Studio ini berusaha menerapkan manajemen satu atap, dimana proses pembuatan Songket dari sebuah benang, pemberian warna alami, hingga menjadi sebuah Songket tenun dilakukan di studio. Studio Bernhard kini memperkerjakan 13 orang tenaga lokal, yang tidak memiliki pengalaman menenun sebelumnya. `Palantaloom berkomitmen untuk turut mendidik para penenun muda berbakat untuk melestarikan warisan yang sudah ada turun temurun`, demikian ujar Bernhard Bart dengan bangga.(p/ab)