Nuansa Indonesia di Pesisir Prince Edward Island

By Admin

nusakini.com--Dalam kunjungan resmi Dubes RI Ottawa ke Provinsi Prince Edward Island, Kanada pada akhir Maret 2018, terungkap sebuah fakta yang unik dan tak terduga. 

Prince Edward Island, disingkat PEI, adalah sebuah provinsi dan pulau di pesisir timur Kanada, lebih dari 15.000 km jaraknya dari Indonesia. Sebuah pulau yang terkenal dengan tanahnya yang merah, lahan pertanian yang terhampar, dan kisah Anne of Green Gables; bukanlah tempat yang akan disangkutpautkan dengan Indonesia. 

Tapi, siapa sangka di tempat tersebut terdapat nuansa dan cita rasa Indonesia. Adalah the Dunes, sebuah galeri seni sekaligus café yang menampilkan berbagai kerajinan Indonesia berupa ukiran Bali, patung, batik, dan lukisan serta menyajikan beberapa menu yang terinspirasi dari masakan khas Bali. 

Informasi tersebut dikemukakan oleh Premier PEI Wade MacLauchlan dan Gubernur Letnan PEI Antoinette Perry kepada Duta Besar RI untuk Kanada Teuku Faizasyah dalam kunjungan resminya ke provinsi pulau tersebut. Dubes RI menekankan arti penting people-to-people contact dalam meningkatkan hubungan Indonesia dengan PEI, sebagaimana ditunjukan oleh galeri tersebut. 

The Dunes, yang berlokasi di pesisir utara PEI, merupakan buah kerja sama antara beberapa seniman PEI. Peter Jansons, penggagas utama galeri tersebut, bersama Nash, perancang busana yang berasal dari Jawa, Indonesia. Peter Jansons tertarik untuk mendatangkan barang-barang seni Indonesia ke PEI setelah berlibur ke Bali. 

“The Dunes adalah tempat yang hip di PEI, di mana event seni berkelas diselenggarakan. Selain itu, furniture dan kerajinan Bali yang mereka tampilkan sangatlah unik dan indah," ujar Rhonda Sexton, Chief of Protocol Provinsi PEI. 

Selain bertemu dengan Premier dan Gubernur Letnan PEI, Duta Besar RI Teuku Faizasyah yang didampingi isteri, Andis Faizasyah juga melakukan pertemuan dengan pejabat pemerintah PEI, pebisnis PEI dan Presiden University of Prince Edward Island guna membahas potensi kerja sama di bidang pendidikan, pertanian dan perikanan, ketenagakerjaan dan kemaritiman. 

Secara khusus di bidang ketenagakerjaan, di PEI terdapat kekurangan tenaga kerja yang dapat diisi oleh imigran, misalnya di sektor kesehatan sebagai perawat dan caregiver serta di sektor pariwisata. Perekonomian PEI didukung oleh sektor pariwisata di mana setiap tahunnya sekitar 1 juta wisatawan, baik domestik maupun mancanegara berlibur ke PEI. 

“Indonesia memiliki perawat, caregiver dan tenaga kerja perhotelan yang siap bersaing dengan negara lain. Mereka dididik di sekolah khusus untuk itu," ungkap Dubes Faizasyah. 

Kesempatan untuk menjadi imigran di PEI lebih terbuka dibandingkan dengan provinsi lainnya di Kanada. PEI merupakan salah satu provinsi di pesisir Atlantik Kanada yang memiliki skema Atlantic Pilot Project. Dengan skema tersebut, proses untuk mendapatkan izin kerja atau menjadi permanent resident akan lebih cepat, yaitu sekitar 2 – 3 bulan, sementara dengan skema imigrasi lainnya dapat memakan waktu antara 6 – 8 bulan melalui skema Express Entry dan 12 – 18 bulan melalui skema Provincial Nomination. 

Skema Atlantic Pilot Project juga termasuk program khusus untuk proses integrasi yang lebih baik antara imigran dengan lingkungan dan masyarakat setempat. Skema ini banyak dimanfaatkan oleh imigran dari Filipina dan India. 

Dalam kunjungan tersebut, Duta Besar RI juga menyempatkan diri bersilaturahmi dengan WNI di PEI sekaligus menyampaikan informasi mengenai Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN/Kartu Diaspora), Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) dan persiapan Pemilu 2019. 

“Walaupun jauh dari tanah air, janganlah lupa untuk tetap menggunakan hak suara dalam Pemilu 2019," pesan Dubes Faizasyah. ​(p/ab)