Mulai Agustus 2016, Uang Muka Kredit Rumah Hanya 15 Persen

By Admin

nusakini.com--Bank Indonesia memutuskan untuk menerbitkan aturan pelonggaran loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR).  Aturan ini mulai belaku mulai Agustus 2016. Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (16/6)  malam.

"Dengan aturan baru ini, maka uang muka atau down payment (DP) untuk KPR di bank konvensional hanya 15 persen, sedangkan di bank syariah sebesar 10 persen.  Ketentuan di bidang makroprudensial tersebut mulai diberlakukan pada Agustus 2016," kata Tirta Segara.

Selain meringankan DP bagi KPR, kata Tirta, BI juga memperbolehkan pemberian kredit bagi rumah inden untuk kepemilikan pertama dan kedua. Hanya saja, rumah yang tengah dibangun harus sudah setengah jadi dari tahap pembangunannya.

Untuk rumah tapak, rumah toko (ruko), dan rumah kantor (rukan) tahap pencairan kredit maksimal 40 persen jika sudah ada fondasi.  

Sementara itu, untuk yang sudah tutup atap pencairan kredit bisa mencapai 80 persen, jika sudah ada berita acara serah terima pencairan 90 persen, serta jika sudah akta jual beli (AJB) dan akte pembelian hak tanggungan (APHT) bisa 100 persen. 

Adapun, untuk rumah susun, pencairan kredit untuk yang sudah ada fondasi 40 persen, sudah tutup atap 70 persen, berita acara serah terima 90 persen, serta AJB dan APHT bisa 100 persen dari plafon kreditnya. 

Namun, tak semua bank bisa mendapatkan pelonggaran LTV ini. Sebab, BI memberlakukan aturan ketat, yaitu rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) secara umum dan NPL KPR maksimal lima persen sebagai syarat bagi bank. (

Dengan adanya pelonggaran ini, Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung, berharap kredit di sektor properti akan tumbuh antara 10 hingga 12 persen tahun ini. Padahal, sampai dengan April lalu, pertumbuhan kredit sektor properti hanya delapan persen. 

"Dengan merelaksasi kebijakan makroprudensial maka diharapkan mendorong permintaan properti yang biasanya sektor terdepan dalam pemulihan ekonomi. Diharapkan bisa memberi dampak spill over ke sektor-sektor lainnya," tuturnya. (v/ab)