Miliki Potensi Tenaga Angin 350 MW, Sidrap Digadang Jadi Lumbung Energi Sulawesi Selatan

By Admin

nusakini.com--Pada awal kuartal 2018, ketahanan ketenagalistrikan Provinsi Sulawesi Selatan akan semakin kuat dengan masuknya 75 MW dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi dan Lainungan, Kecamatan Watangpulu, Kabupaten Sidrap. Ditandatanganinya perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT PLN (Persero) dengan PT UPC Sidrap Bayu Energi, 19 Agustus 2015 lalu menjadi awal pemanfaatan sumber energi angin di kabupaten yang menyimpan potensi tenaga angin sekitar 350 MW tersebut. 

PLTB Sidrap 75 MW merupakan PLTB pertama dan terbesar di Indonesia. Dengan selesainya PLTB Sidrap ini nantinya akan menempatkan Indonesia dalam jajaran negara yang memiliki PLTB berukuran komersial seperti yang telah dimiliki Jepang, Filipina, China, India dan Korea.

"Pembangunan wind power Sidrap ini merupakan yang pertama di Indonesia, dan mungkin salah satu dan tidak banyak negara di Asia yang memiliki PLTB atau wind power," ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan saat melakukan kunjungan kerja ke lokasi PLTB Sidrap, pekan lalu. 

Mengingat potensi energi angin di Sidrap, Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah pun mendukung penuh pembangunan PLTB Sidrap fase I dan rencana fase II. "Saya mendukung pembangunan PLTB Sidrab fase II, Pemerintah mendorong pemanfaatan energi primer di masing-masing daerah mana yang paling efisien atau yang paling efektif," tambah Jonan. 

Senada dengan Jonan, Bupati Sidrap, Rusdi Masse mengungkapkan nantinya Kabupaten Sidrap tidak hanya terkenal sebagai lumbung beras dan sapi. Tapi Sidrap akan menjadi kabupaten dengan predikat sebagai kabupaten lumbung energi. "Keberadaan PLTB Sidrap ini, memberikan bukti baru bahwa Sidrap adalah lumbung energi," ujar Rusdi. 

PLTB Untuk Harga Listrik Lebih Terjangkau

Untuk mengoptimalkan pengembangan listrik berbasis EBT, berdasar Peraturan Menteri ESDM Nomor 50/2017 saat ini Pemerintah menerapkan harga listrik EBT yang disesuaikan dengan potensi kondisi lokasi pembangkit dan bagaimana EBT bisa membantu memasok energi untuk suatu wilayah sehingga harga yang ditetapkan maksimum 85 persen dari BPP setempat. 

"Sekarang untuk membangkitkan listrik tenaga air, panas bumi, dan sampah itu kita akan akomodir sampai setinggi BPP wilayah. Kalau misalnya BPP wilayah dibawah BPP nasional maka boleh dinegosiasikan, namun yang di luar itu termasuk angin, surya dan biomasa itu kita harapkan maksimum 85% dari BPP Wilayah," ujar Jonan. 

Lebih jauh Jonan menjelaskan, kalau tarifnya masuk, ia mempersilahkan pengembang untuk membangun pembangkit-pembangkit listrik tenaga angin misalnya seperti ada di Pulau Kei Kecil, Pulau Buru, dan Pulau Selayar. "Kalau Pulau Selayar pasti BPP-nya tersendiri karena ini wilayah yang terpencil. Tapi kalau bangun di Sidrap lagi saya dukung, cuma tarifnya mengikuti BPP Wilayah Sulawesi Selatan," lanjut Jonan. 

Jonan menekankan, untuk membangun pembangkit listrik EBT yang harus menjadi perhatian adalah besaran tarif listrik yang terjangkau masyarakat,"Selama tarifnya cocok kita jalan. Intinya pemerintah sangat mendorong supaya kita bisa mencapai bauran energi 23% di kelistrikan dan di transportasi itu sampai 2025," pungkasnya. 

Selain Kabupaten Sidrab di Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah berencana akan membangun PLTB di wilayah-wilayah Indonsia lainnya yang memiliki potensi energi angin yang ekonomis untuk dikembangkan seperti, Sukabumi (10 MW dan 170 MW), Garut (150 MW), Pandeglang (150 MW), Belitung Timur ( 10 MW), Tanah Laut ( 90 MW), Janeponto (60 MW dan 50 MW), Selayar ( 5 MW), Buton ( 15 MW), Kupang ( 20 MW), Timor Tengah Selatan (2X10 MW), Lombok (15 MW), Pulau Kei Kecil ( 5 MW) dan Saumlaki ( 5 MW). (p/ab)