Foto: Kominfo  

nusakini.com - Di tengah perubahan tren pola konsumsi media di Indonesia yang cenderung mulai bergeser ke medium digital, media cetak dituntut lebih kreatif mengemas konten untuk disajikan ke pembacanya.

"Salah satunya melalui tampilan cover yang menarik. Media cetak dapat menjadi salah satu alternatif melawan informasi yang bersifat hoax”, kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam Acara Malam Penghargaan Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) di Jakarta, Jumat (03/02/2016) malam, seperti dikutip dari website Kementerian Kominukasi dan Informatika, kominfo.go.id.

Menkominfo mengatakan dalam proses penyajian berita media cetak masih menjalankan cover bothside. Dalam wahana untuk mengukur pencapaian karya jurnalistik media cetak melalui kerja kerja yang inovatif dan menginspirasi itu, Menteri Rudiantara mengapresiasi kerja profesional insan pers.

”Saya mengapresiasi media-media yang masih menjalankan profesinya secara profesional dan tidak tergoda menjadi nomor satu yang memberitakan sehingga tidak masuk jerat hoax,” katanya.

Menurutnya kemajuan teknologi secara langsung berpengaruh pada medium berkomunikasi. Kini medium berkomunikasi tidak hanya didominasi media cetak, televisi ataupun radio.  

"Seiring berjalannya waktu berubah ke medium internet dan kini masuk pada media sosial. Melalui media sosial setiap orang bisa menjadi jurnalis bagi diri sendiri. Apalagi faktor psikologis orang Indonesia selalu ingin menjadi yang pertama memberikan informasi. Ini gue dulu yang menyampaikan ke publik. Ini yang memperparah adanya hoax,” tuturnya.

Menteri Kominfo menyatakan pemerintah sangat memperhatikan penanganan peredaran hoax agar dapat membantu memulihkan kepercayaan kepada media massa.  

“Pemerintah saat ini memberi perhatian pada masalah hoax. Dan akan terus melakukan penyaringan informasi yang bersifat hoax serta memberikan pengetahuan pada publik dan mengembalikan kepercayaan publik kepada media," tuturnya.

Secara khusus, Rudiantara menegaskan upaya blokir bukan satu-satunya langkah yang diambil kementeriannya. Sejauh ini dari sekitar 43.000 situs media online, Kementerian Kominfo telah melakukan penutupan 11 situs online yang menyebarkan hoax.  

"Bukan di hilir seperti memblokir. Kalau melakukan penutupan situs itu hanya bermain di hilir. Itu akan melelahkan, karena akan muncul situs lainnya. Muncul lagi berita-berita hoax,” katanya.

Kementerian Kominfo, sebagaimana dinyatakan Rudiantara sudah melakukan penutupan akses tapi juga konten yang berisi berita provokasi dan “hoax” karena merugikan masyarakat, bangsa, dan negara.  

“Kita juga akan melakukan penertiban di tingkat hulu, termasuk memberikan akses terhadap berita faktual dan menutup konten berita provokasi dan “hoax”. Karena Kominfo harus memberikan masukan yang sehat kepada masyarakat,” paparnya.

Diakhir sambutan, Menkominfo mendukung upaya Dewan Pers yang akan melakukan uji kompetensi wartawan sebagai sumberdaya manusia yang memproduksi berita untuk mencitrakan Indonesia yang sehat. Selain itu, ia juga mendorong lliterasi, sosialisasi dan edukasi media kepada publik agar tidak mudah percaya dengan informasi yang belum tentu benar.  

”Ini kita perlahan-lahan kita kembalikan ke media mainstream. Makanya pemerintah dalam tanda petik terus mengawal hoax ini,” ungkapnya.

Menteri Rudiantara juga mengapresiasi langkah Dewan Pers juga akan melakukan verifikasi terhadap media. Verifikasi itu dilakukan untuk memastikan apakah memenuhi persyaratan sebagai lembaga pers atau tidak. 

"Kominfo juga akan bekerja sama dengan lembaga lain untuk bertindak, misalnya dengan aparat penegak hukum terkait dengan hal itu," tegas Rudiantara.

Meskipun ada tanda-tanda media cetak kembali dipercaya publik, namun Menteri Rudiantara mengingatkan agar penerbt surat kabar senantiasa hati-hati terhadap hoax.  

"Karena, jumlah puncak oplah koran misalnya belum mampu menyamai kepemilikan ponsel di Indonesia. Masih ada 110 juta orang yang bisa menjadi ceruk untuk diisi media mainstream. Oplah tertinggi koran 14 juta eksemplar. Bisa sekitar 60 juta orang yang membaca. Ini belum apa-apa jika dibandingkan yang punya ponsel 170 juta orang,” ungkapnya.(p/mk)