Menkeu Tekankan Same Level Playing Field untuk Transparansi Perpajakan Internasional Ekonomi Digital

By Abdi Satria


nusakini.com-Riyadh-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Riyadh, Arab Saudi pada tanggal 22-23 Februari 2020 mengatakan bahwa harus ada komitmen transparansi same level playing field bagi semua negara untuk sistem perpajakan internasional. Ia berharap tidak ada lagi negara tax haven atau low tax jurisdiction.  

“Agar global tax transparancy dapat dilaksanakan dengan baik, harus ada same level playing field bagi semua negara. Semua negara harus dalam posisi yang sama, tidak boleh ada lagi negara tax haven atau low tax jurisdiction. Memiliki standar dan peraturan yang sama mengenai pertukaran informasi pajak," ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang sekaligus mengetuai delegasi RI dalam dalam pertemuan tersebut bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. 

Menkeu melanjutkan, agar tiap negara anggota G-20 untuk dapat mengedukasi atau mengkomunikasikan kepada rakyatnya pentingnya transparansi pajak tersebut dengan menekankan pertukaran informasi hanya untuk tujuan perpajakan sehingga pemerintah harus tetap menjamin kerahasiaan dan keamanan data para Wajib Pajak (WP). 

Pembahasan perpajakan internasional menuju solusi global untuk pajak ekonomi digital difokuskan pada 4 isu utama yaitu, pajak ekonomi digital, besaran pajak minimum, kepastian pajak, dan penyelesaian sengketa (dispute).  

Pada isu pajak ekonomi digital, para panelis menyepakati bahwa diperlukan suatu arsitek perpajakan internasional yang baru yang mampu mengatasi masalah pajak internasional. Pendekatan unified approach merupakan penggabungan atas beberapa proposal sebelumnya. Pertama, user participation proposal dimana pajak digital dipungut berdasarkan kontribusi pengguna dan hak pengenaan pajak dialokasikan berdasarkan tempat di mana pengguna tersebut berada.

Kedua, marketing intangibles proposal dimana pengenaan pajak didasarkan pada tempat aset tersebut digunakan, dan ketiga significant economic presence proposal dimana subjek pajak dianggap memiliki kehadiran ekonomi apabila terdapat interaksi dengan pengguna melalui teknologi digital, misalnya platform online.  

Pada isu berapa besaran pajak minimum, perlu memperhatikan aspek keadilan, efisiensi, transparan, sederhana dan mendukung konsensus global. Ini merupakan isu kunci untuk mencapai kesepakatan bersama dan menghindari race to the bottoms.  

Penentuan minimum pajak juga perlu memperhatikan kepentingan negara dalam menyediakan pembiayaan infrastruktur dan tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, khusus nya di negara-negara berkembang dan emerging economies. 

Pertimbangan lainnya, tidak hanya terkait masalah fiskal, tetapi juga politik, sebagaimana terjadi di Uni Eropa.

Perancis menyampaikan bahwa masing-masing negara mempunyai usulan yang berbeda. Namun, Perancis mengusulkan, besaran minimum pajak 2,5 persen dinilai cukup adil dan mendekati siatem pajak di Amerika yaitu tax guilty. 

Terkait kepastian pajak, perlu disepakati standarisasi sistem pajak internasional (single Internasional tax system) agar para perusahaan global yang beroperasi internasional mendapat kepastian penghitungan pajaknya.  

Terkait penyelesaian sengketa (dispute), diperlukan suatu mekanisme yang disepakati bersama untuk menyelesaikan masalah antar perusahaan dan negara bahkan antara perusahaan terhadap perusahaan. Dengan mekanisme, ini maka permasalahan tidak harus diselesaikan melalui arbitrase internasional. 

Berkenaan dengan pendekatan safe harbour (kebijakan pemerintah yang memisahkan tanggung jawab penyedia situs jual beli daring berkonsep marketplace berbasis User Generated Content (UGC) dengan penjual yang memakai jasa mereka), para panelis dapat memahami latar belakang pengusulan pendekatan tersebut. Namun demikian, perlu untuk didiskusikan lebih mendalam karena dinilai tidak sejalan dengan komitmen untuk mencapai konsensus global. 

Para panelis yang mewakili beberapa negara menyampaikan optimisme bahwa konsensus global akan dapat dicapai pada tahun 2020. Jika tidak, negara-negara di dunia masing-masing akan menerapkan pendekatan unilateral yang membahayakan bagi sistem perpajakan internasional. (p/ab)