Menkeu Lebih Suka Tingkatkan Penerimaan Negara Daripada Utang

By Admin

nusakini.com--Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan dirinya lebih suka meningkatkan penerimaan negara daripada utang. Namun mengingat penerimaan negara masih lebih rendah dari belanja negara (defisit APBN) maka utang menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang dipilih Pemerintah untuk menambal kekurangan tersebut. 

“Ibu kalau cuma punya uang Rp1.894 triliun (dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak) kok belanjanya 2.220 (triliun)? Jadi gimana? Utang. Lho itu yang sering disebutkan di masyarakat. Emang Ibu itu seneng utang ya? Enggak, nda seneng. Kalau saya senengnya yang Rp1.894 triliun itu menjadi Rp3.000 triliun tapi belanjanya Rp2.200 triliun sehingga saya bisa nabung. Menteri Keuangan nda bisa cetak duit aja? (daripada utang),“ kata Menkeu di depan para pimpinan dan ribuan santri Pondok Modern Darussalam Gontor di kegiatan 'Silaturahim dan Buka Puasa Bersama Menteri Keuangan dan Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor' di Ponorogo, Jawa Timur, belum lama ini.

Menkeu menjelaskan defisit APBN itu tidak bisa diselesaikan dengan cara mencetak uang sebanyak-banyaknya. Uang yang dicetak berlebihan akan menyebabkan inflasi yaitu naiknya harga barang dan jasa yang berarti penurunan nilai mata uang rupiah. 

“Kira-kira kalau ekonomi diurus dengan cetak duit banyak jadi apa ya? Inflasi,” jelas Menkeu. 

Oleh karena itu, Menkeu menegaskan bahwa Pemerintah terus berupaya untuk menurunkan rasio utang dan meningkatkan penerimaan negara melalui pajak yang berkeadilan. “Jadi Pemerintah itu memang terus mencoba memperbaiki penerimaan. Sebaiknya tidak utang. Betul. Itu sangat betul. Dan saya sebagai Menteri Keuangan inginnya begitu. Namun nggak bisa banting setir langsung. Makanya kita sekarang mulai menurunkan rasio utang itu, jumlah defisitnya tiap tahun. Makanya kami melakukan perbaikan perpajakan. Reformasi pajak. Yang kaya banget ya harusnya bayarnya banyak banget, yang agak kaya, ya bayarnya agak banyak, yang sedang-sedang, bayarnya ya sedang-sedang, yang miskin, ya jangan bayar, malah dikasih duit. Adil khan?," tambahnya. 

Untuk mengejar wajib pajak besar (WP besar), salah satu strategi Pemerintah adalah merekrut ahli forensic accounting untuk membantu Pemerintah melakukan pelacakan uang WP besar yang disembunyikan. Selain itu, Indonesia juga melakukan perjanjian internasional dengan sekitar 100 negara melalui Automatic Exchange of Information (AEOI) untuk melacak uang orang Indonesia yang disembunyikan di luar negeri dan sebaliknya. 

“Katanya 5% orang Indonesia itu kayanya minta ampun. Ya itu yang kita sedang kejar. Tapi duitnya nda cuma disini Bu. Ya memang betul. Makanya kita sekarang mencari orang-orang hebat. Untuk nyari duitnya ada di mana. Itu dibutuhkan banyak sekali orang yang amanah. Orang yang pinter. Accounting. Forensic. Dan kita secara internasional bikin perjanjian sama (sekitar) 100 negara di dunia, kalau ada orang Indonesia nyimpen uang di negara kamu, kamu harus lapor ke saya. Kalau ada orang lain nyimpen uang disini, saya juga harus lapor ke sana. Dan (pertukaran informasi) itu dilakukan secara otomatis (melalui AEOI). Itu penting sekali,” pungkasnya. (p/ab)