Menjaga Semangat Bung Karno di Bulan Ramadhan

By Admin

nusakini.com--Pria paru baya ini langsung saja menghentikan laju sepeda motornya di tengah jalan Medan Merdeka Utara. Barusan saja ia melintasi jalan Veteran menuju Gambir. Namun langsung menolehkan ke layar besar di depan kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

Sejenak Yono (50) melayangkan pandangnya ke sekeliling jalan. Pelan-pelan ia memajukan kendaraan. Mencari tempat parkir. Bapak yang berprofesi sebagai tukang ojeg ini awalnya hendak pulang. Setelah tahu ada pegelaran wayang kulit di Kemendagri, ia mengurungkan niatnya. “Sekalian sahur saja di sini. Nonton wayang dulu,” kata Yono. 

Malam memang sudah larut akhir pekan ini Minggu (26/6). Waktu sudah menunjukan pukul 01.00 WIB. Saat hampir semua kantor pemerintah telah menghentikan aktifitasnya, Kemendagri justru membuka ruang publik dengan pegelaran wayang. Mereka dipersilahkan menyaksikannya. 

Bila setiap Senin pagi, ramai dengan barisan pegawai melangsungkan apel upacara bendera, kali ini justru dipenuhi ratusan warga duduk bersila. Sebagian lagi berdiri di samping panggung. Menonton lebih dekat. Menikmati jalan cerita tokoh pewayangan. Mereka nampak antusias. 

Judul dari wayangan ini adalah ‘Gandamana Luweng’ yang artinya ‘Elite Berkonspirasi, Berebut Kursi’. Ide ceritanya dari Ir. Sudjadi dengan dalang Ki H Manteb Soedharsono, dimana bercerita mengenai harta, tahta dan wanita dalam kisah klasik Ki Ageng Mangir. 

Lakon Ki Ageng Mangir adalah pemberontak kerajaan Mataram di abad 17. Ia dikalahkan akibat siasat Penembahan Senopati yang menggunakan puterinya sendiri, Retno Pembayun untuk meluluh-lantahkan hati Ki Ageng Mangir sehingga ia bersedia menyerah dan terbunuh. 

“Memang kalau Ki Manteb sebagai dalangnya berbeda. Saya suka ceritanya dia ini,” ujar seorang pemuda yang juga ikut nimbrung di samping panggung, Solahudin (36). 

Sejumlah warga senang dengan inovasi dari Kemendagri. Malahan mereka berharap, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo melangsungkan wayangan secara rutin. “Bagus menteri ini. Ada hiburan, nguri-nguri budoyo (lestarikan budaya),” kata Suparto warga asal Pecenongan ini. 

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Soedarmo mengatakan, budaya pegelaran wayang kulit ini harus tetap dilestarikan. Sebab, pentas semacam ini merupakan produk budaya asli Indonesia. Ini yang menjadi alasan Kemendagri selenggarakan acara tersebut. 

“Wayangan ini merupakan peringatan Hari Lahir Pancaila sekaligus Bulan Bung Karno,” kata Soedarmo dalam pidato sambutannya di Kantor Kemendagri. 

Upaya melestarikan budaya ini juga bertujuan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan dan rasa cinta tanah air. Makanya, Soedarmo menilai kegiatan tersebut sejalan dengan visi pemerintahan Jokowi yakni mewujudkan Indonesia berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. 

Adapun tema dari wayangan kali ini adalah ‘Dengan Pancasila Kita Perkokoh Kedaulatan Bangsa dengan Keteladanan, Gotong Royong dan Cita Tanah Air’. Dalam wayangan ini, Kemendagri juga mendapat dukungan dari Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi). 

“Dalam wayangan di Kemendagri, diundang sekitar 2.000an orang untuk hadir. Acara ini juga terbuka untuk umum,” ujar dia. 

Mendagri Tjahjo Kumolo menambahkan, pegelaran wayang kulit yang berlangsung di Kantor Kemendagri ini sebagai bentuk rasa syukur karena Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Keptusan Presiden (Kepres) Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2016 lalu. 

Ia juga menyampaikan, kebetulan pada Juni juga menjadi hari lahirnya Bung Karno, sekaligus bulan wafatnya sang proklamator. Tujuannya mengingatkan masyarakat, siapa penggagas Pancasila. Sebagai bangsa yang besar, harus tahu siapa pejuang bangsa dan Presiden pertama. 

“Esensinya supaya masyarakat tahu bahwa Bung Karno itu proklamator, penggagas Pancasila, dan Presiden pertama bangsa Indonesia. Itu saja,” ujar dia. 

Sebelumnya di 1 Juni lalu, Kemendagri mengadakan acara sykuran dengan menggelar wayangan di Tugu Proklamasi dihadiri Presiden kelima Megawati Soekarno Putri, Koordinator Presidium Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Mahfud MD dan para tokoh ormas, di antaranya Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj. 

“Ketika acara wayangan di Tugu Proklamasi kami hadirkan 8 Dalang, 17 Pesinden dan 45 Pengrawit. Setelah itu berlangsung juga pegelaran wayang golek di IPDN Jatinangor di hari Minggu 5 Juni lalu,” kata Tjahjo menjelaskan. 

Kemudian pada Jumat (17/6) Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE KK) bersama Dharma Wanita Persatuan (DWP) Pusat menggandeng Tim Penggerak PKK melangsungkan acara buka puasa bersama anak difabel di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta. 

Barulah di hari Rabu (22/6) kemarin diadakan lomba MTQ di Masjid An Nur Kemendagri, bersamaan Pasar Bazar Murah untuk para pegawai dan masyarakat umum. Setelah itu peringatan Nuzulul Quran dengan sambutan dari Mendagri dan Ridwan Muhammad sebagai penceramahnya. 

“Wayangan sekarang ini di Kantor Kemendagri menutup rangkaian acara Bulan Bung Karno di Bulan Ramadhan,” tambah Tjahjo. 

Pembacaan ayat Suci Al Quran menjadi pembuka acara pada pukul 21.30 WIB. Setelah itu, penyerahan piagam kepada para juara ini dan piagam kepada Ki H Manteb Soedharsono dan pengurus Pepadi. Sehabis itu, acara wayang mulai sampai pukul 02.30 WIB. 

“Implementasi KeTuhanan yang berkebudayaan menurut pidato Pancasila 1 juni Bung Karno, adalah KeTuhanan yang berakulturasi dengan kebudayaan-kebudayaan lokal Indonesia. Itulah wujud Kebudayaan yang berkepribadian di negara ini,” tutup Mendagri Tjahjo. (p/ab)