Menag Terima 12 Rekomendasi Kajian Akademisi Aceh

By Abdi Satria


nusakini.com-Bireun-Menteri Agama Fachrul Razi menerima 12 Rekomendasi Akademik dari para akademisi Aceh. Naskah ini diterima Menag saat mendampingi Presiden Jokowi menghadiri Kenduri Kebangsaan, di Bireun, Aceh. 

"Pada hari ini saya mendampingi Presiden Joko Widodo membuka Kenduri Kebangsaan yang digelar masyarakat Aceh di Biereun. Di acara ini saya menerima rekomendasi akademis dari tiga pimpinan lembaga yang diserahkan langsung di depan Pak Presiden," ujar Menag Fachrul Razi, Sabtu (22/02).  

Disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo, Rektor UIN Ar-Raniry Warul Walidin, Rektor Unsyiah Samsul Rizal dan Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa Ahmad Baidhawi menyerahkan hasil kajian mereka kepada Menag. 

Rekomendasi tersebut, di antaranya menyangkut dengan pendidikan, pengembangan inovasi pertanian dan kelautan. "Ada juga rekomendasi tentang percepatan pembangunan, ekonomi, sejarah, pendidikan pariwisata, dana BOS, serta kurikulum dayah," imbuh Menag.  

Naskah akademik tersebut menurut Menag disusun oleh akademisi dari UIN Ar Raniry, Unsyah, Universitas Almuslim, Himpunan Ulama Dayah Aceh (Huda) serta Yayasan Sukma bekerjasama dengan Forum Bersama (Forbes) anggota DPR dan DPD RI asal Aceh dan Pemerintah Aceh.  

Sementara, kegiatan kenduri kebangsaan yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo, dilaksanakan untuk merajut rasa kebangsaan dan kecintaan terhadap NKRI.  

Berikut 12 poin rekomendasi akademik yang disampaikan akademisi Aceh:  

1. Menjadikan UIN Ar Raniry Aceh sebagai pusat studi Islam moderat di Indonesia; 

2. Menjadikan Universitas Syiah Kuala sebagai pusat studi kegempaan berskala internasional di Indonesia; 

3. Membuat museum sejarah peradaban Islam Asia Tenggara yang bertumpu di Aceh; 

4. Membuat dan mengembangkan inovasi pertanian dan kelautan yang bertumpu pada kearifan lokal, dalam rangka mengembalikan Aceh sebagai pusat perdagangan hortikultura terbesar di dunia; 

5. Merealisasikan percepatan KEK Arun dan Sabang sebagai kawasan industri perdagangan dan pariwisata berskala internasional; 

6. Membuat survei potensi ekonomi dayah dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat Aceh; 

7. Membuat dan mengembangkan kurikulum dayah vokatif berbasis teknologi yang sesuai dengan kearifan lokal; 

8. Mengusulkan untuk mengubah unit cost analysis bantuan operasional sekolah (BOS) dari berbasis kepala siswa menjadi berbasis sekolah. Best practise sekolah Sukma Bangsa Aceh bisa dijadikan rujukan untuk realisasi gagasan ini; 

9. Menjadikan sekolah Sukma Bangsa sebagai pusat kajian dan pelatihan manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS) dalam rangka menekan angka kekerasan yang terjadi pada sekolah di seluruh wilayah Indonesia; 

10. Menjadikan Aceh sebagai destinasi wisata pendidikan dan kuliner yang bertumpu pada ekonomi kreatif; 

11. Menyelesaikan pembangunan Tugu Syuhada di Ulee Lhue; dan  

12. Untuk merealisasikan seluruh atau sebagian rekomendasi di atas, diperlukan revisi terhadap UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.(p/ab)