Menag: Sisi Dalam Agama Harus Dibawa ke Ranah Politik

By Admin


nusakini.com-Tanjung Selor-Agama memiliki sisi luar (eksoterik) dan sisi dalam (esoterik). Sisi luar agama mencerminkan keragaman ritual, misalnya terkait tata cara ibadah. Sedang sisi dalam terkait nilai-nilai substantif keagaman, antara lain: keadilan, menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjunjung HAM.  

"Sisi dalam agama wajib dibawa ke ranah politik. Itu harus diperjuangkan dalam ranah politik," kata Menag saat berbicara pada Dialog Agama dan Kebangsaan yang digelar Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Utara di Tanjung Selor, Rabu (26/12). 

Hadir juga sebagai narasumber, Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher dan Gubernur Kaltara Irianto Lambrie. Selaku moderator, Kakanwil Kemenag Kaltara Suryansyah.  

"Agama hadir untuk memanusiakan manusia. Saya bersyukur para tokoh agama di Kaltara bisa mendudukkan ini," lanjutnya. 

Dialog Agama dan Kebangsaan diikuti para tokoh agama dan pengurus Forun Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kaltara. Hadir juga, jajaran Pemprov dan Kanwil Kemenag Kaltara. 

Menurut Menag, tidak ada agama yang mengajarkan perselisihan. Semua agama mengajarkan kedamaian dan kasih sayang. Karenanya, tidak ada alasan, sebesar apapun perbedaan yang terjadi, lalu hal itu menyebabkan umat saling merendahkan, bahkan saling meniadakan eksistensi kemanusiaan.  

Ketua Komisi VIII Ali Taher mengingatkan bahwa Indonesia tidak perlu diributkan dengan masalah pandangan agama yang berbeda. Sebab, hal itu bagian dari sunnatullah.  

"Agama datang untuk memberi harmoni kehidupan. Agama memberi yang terbaik buat kita untuk mengasah batin," tuturnya. 

"Kaltara harus jadi rujukan kerukunan umat beragama." sambungnya.  

Gubernur Kaltara Irianto Lambrie mengajak tokoh agama untuk lebih memahami konteks dan tantangan kehidupan agama masa kini. Menurutnya, tokoh agama penting mengikuti perkembangan agar bisa memberi bekal umat untuk menghadapi tantangan.  

"Kita saat ini menghadapi disrupsi. Kita sering tidak sadar dan tidak siap menghadapinya. Akibatnya gagal paham dan menimbulkan sesat pikir," ujarnya.  

"Tokoh agama perlu memahami disrupsi, dan revolusi industri 4.0 sehingga bisa disisipkan dalam ceramahnya. Dengan demikian, umat bisa memahami dan siap menghadapi," tutupnya.(p/ab)