nusakini.com--Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat untuk membuat Pusat Kajian Manuskrip Keagamaan Nusantara. 

"Sudah semestinya Indonesia sebagai negara yang begitu besar punya Pusat Kajian Manuskrip Keagamaan Nusantara. Ini penting untuk menjawab ekspektasi masyarakat yang begitu besar kepada Kementerian Agama," kata Menag Lukman Hakim dalam arahannya pada Forum Group Discussion (FGD) tentang Perpustakaan Khazanah Agama dan Keagamaan di OR Gedung Kemenag Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (09/10). 

Menurut Menang harus ada sesuatu yang terfokus untuk mewujudkan Pusat Kajian Manuskrip Nusantara. Sebab, Indonesia kaya akan kekayaan manuskripnya. Manuskrip keagamaan masih sangat banyak tersebar di masyarakat hingga dewasa ini. Puluhan ribu manuskrip berada dalam kondisi yang memperihatinkan. 

"Kegiatan ini harus dimulai secara bertahap, misalnya digitalisasi naskah, membuat film-film dokumenter sebagai bentuk konservasi warisan ini. Untuk mewujudkan hal ini, perlu penyesuaian dan modifikasi sejumlah program yang mendukung," tambah Menag. 

Menag juga meminta Litbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi untuk segera menyelesaikan regulasi terkait Buku Pendidikan Agama. Karena UU nomor 3 tahun 2017 menjadikan Kemenag sebagai institusi untuk menguji sahih buku-buku pendidikan agama, baik yang belum dan sudah terbit. 

Gelaran FGD diikuti seluruh Pejabat Eselon I dan II Balitbang dan Diklat Kemenag. Tampak hadir Sekjen Kemenag Nur Syam, Dirjen Pendis Kamaruddin Amin dan Staf Khusus Menteri Ali Zawawi. 

Dalam forum diskusi ini, Kepala Badan Litbang Diklat Abd Rahman Mas'ud dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi Balitbang dan Diklat Kemenag, Dr.Muhammad Zain secara bergantian memaparkan program kerja ungulan dan prioritas di tahun 2018 kepada Menag Lukman Hakim.  

Keinginan Menag agar Kemenag punya pusat kajian manuskrip keagamaan nusantara tersebut diamini Abd Rahman Mas'ud dan jajarannya. Pasalnya, keinginan untuk memiliki pusat kajian manuskrip sesuai dengan program prioritas dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi Balitbang dan Diklat Kemenag. 

Ada lima alasan yang dipaparkan Abd Rahman Mas'ud terkait wacana pendirian pusat kajian manuskrip keagamaan nusantara yang bermuara dari kegelisahan akademik, yakni; 

1. Maraknya tahrif sejak tahun 1970-an.

2. Indonesia adalah negara yang sangat kaya manuskrip keagamaan, tetapi juga rawan bencana alam (tsunami, banjir, gunung meletus, dan lainnya). Bencana alam juga biasa berdampak pada hilang atau rusaknya naskah.

3. Konservasi manuskrip keagamaan telah lama dikerjakan tetapi belum maksimal untuk kebutuhan riset dan produksi ilmu pengetahuan.

4. Banyak naskah yang telah didigitalisasi, tetapi belakangan hancur, hilang, dan bahkan dijual ke luar negeri.

5. Sedang terjadi pergeseran paradigma kajian Islam dari Timur Tengah ke Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Islam Indonesia yang khas dan majemuk, sejatinya menjadi referensi dunia terutama dalam hal artikulasi Islam dengan budaya, politik, ekonomi dan local wisdom.

Untuk program unggulan Lektur Keagamaan tahun 2018, dijelaskan Abd Rahman, antara lain: Digitalisasi Manuskrip Keagamaan (2.500 naskah), Film Dokumenter (proses penjajakan, penelitian, dan digitalisasi manuskrip), Benchmarking Konservasi Naskah (Turki, Mesir, Iran, Maroko, Qatar, Mauritania, India, Belanda (Leiden), Inggris (British Library), Jerman (Berlin dan Lepzigh, Malaysia (PNM dan ISTAC)). 

"Termasuk melakukan Penelitian dan pengembangan terkait lektur klasik keagamaan dan lektur kontemporer dan penelitian dan pengembangan terkait heritage Nusantara," kata Abd Rahman Mas'ud. 

Dalam Forum Group Discusion tersebut juga dipaparkan Benchmarking Pusat Naskah Dalam dan Luar Negeri, misalnya di Mesir sudah ada Ma’had al-Makhthuthat dan perpustakaan megah di Universitas Iskandariyah. 

  Republik Islam Iran memiliki dua perpustakaan Manuskrip, yakni Maktab-e al-Noor, Teheran yang memiliki koleksi jutaan naskah dan 700-an produksi CD dalam berbagai keilmuan Islam dan Maktabah Allamah al-Mar’asy, Teheran yang memiliki sekitar 40 ribuan manuskrip. Gedung empat tingkat.  

Sementara Turki memiliki IRCICA sebagai pusat manuskrip Republik Turki. Malaysia dan Brunei Darussalam juga sudah mengoleksi lebih dari 1.500-an manuskrip dan konon sebagian besar berasal dari Indonesia. (p/ab)