nusakini.com - Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, Lembaga Ilmu Pengetahuian Indonesia (LIPI) memberikan simulasi pembuatan pupuk organik hayati (POH) pada petani di lereng Gunung Merapi dan Gunung Andong Kabupaten

Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas tanah dan produksi hasil pertanian. Sarjiya Antonius, Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI memperkenalkan POH yang dapat membantu memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan hasil panen. "POH adalah inovasi teknobiologi dengan menggunakan mikroba unggul Indonesia, aman bagi manusia dan lingkungan, serta bebas kontaminasi,” kata Anton. 

Ia bersama timnya mengajari para petani untuk membuat pupuk organik hayati sendiri. Pupuk dibuat dengan bahan-bahan yang mudah didapat dengan harga yang murah sehingga mampu menekan biaya produksi dan memudahkan proses pembuatan. Bahan yang diperlukan adalah kecambah, gula merah, tebu, bekatul, tepung ikan, tepung jagung telur, agar-agar, air kelapa , dan air mineral, yang dicampur dalam proporsi tertentu. “Yang penting bahan harus dimasak dulu agar bebas dari bakteri, setelah dingin baru dimasukkan mikroba Beyonic StarTmik dan dibiarkan selama tiga minggu,” kata Anton. 

Pembuatan POH secara mandiri dapat mengurangi biaya produksi cukup signifikan. Harga pupuk cair bisa mencapai Rp100 ribu per liter, membuat POH hanya perlu dana Rp8.000 hingga Rp1.000 per liter POH. Alat pengolahnya pun cukup terjangkau senilai sepuluh juta rupiah dan dapat dipakai bersama. Kelebihan tersebut mendorong petani di desa Sewukan dan Desa Madyogondo antusias mengikuti pelatihan pembuatannya. 

Sudianto salah satu warga berharap hasil panennya akan meningkat setelah menggunakan POH. Anton menunjukkan keberhasilan penggunan POH di Desa Cimelati, Sukabumi, Jawa Barat. 

“Awalnya produksi sayur hanya sembilan ton per hektar, setelah menggunakan POH menjadi 12 juta per hektar,” ungkapnya. 

Namun yang patut diperhatikan pula menurut Anton adalah bahan, cara, dan alat yang digunakan. 

“Bahan yang dibutuhkan baik dari hewan atau tumbuhan harus disiapkan secara alami tanpa perlakuan kimia sebelumnya,” jelas Anton. 

Kegiatan ini juga diisi dengan simulasi teknik pengemasan holtikultura (sayur mayur dan buah-buahan) oleh Ervika Rahayu N. H. dari Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam. Ia memperkenalkan macam-macam teknik pengemasan seperti heat sealer, vacuum, alat pengemas bertekanan danactive packaging. Menurutnya fungsi pengemasan penting untuk melindungi produk pangan dari kerusakan akibab kelembaban, jamur, kotoran, dan cahaya serta meningkatkan efisiensi dan identitas produk. 

Acara Diseminasi Hasil Penelitian LIPI di Kabupaten Magelang dihadiri Sekretaris Utama LIPI Siti Nuramaliati Prijono; anggota Komisi VII DPR RI Harry Purnomo; anggota DPRD RI Kabupaten Magelang Prihadi; dan Nur Tri Aries S. Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI.(if/mk)