Konversi Bank Aceh Momentum Memperkuat Pelaksanaan Syari'at Islam

By Admin

nusakini.com--Sebagai sebuah sejarah baru, Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah berharap, konversi PT Bank Aceh dari bank umum konvensional menjadi bank syariah, dijadikan sebagai momentum untuk memperkuat dasar pelaksanaan Syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah. 

Hal tersebut diungkapkan oleh pria yang akrab disapa Doto Zaini itu, dalam sambutan singkatnya yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah Aceh, Drs Dermawan MM, pada acara peresmian atau Grand Launching Konversi PT Bank Aceh menjadi Bank Syari'ah, yang dipusatkan di Anjong Mon Mata, Senin (3/10). 

"Langkah ini merupakan upaya kami selaku Kepala Pemerintahan Aceh, untuk memperkuat implementasi Syariat Islam dalam berbagai sisi kehidupan masyarakat di berbagai sektor, termasuk pada sektor ekonomi dan perbankan," ujar Doto Zaini. 

Gubernur menambahkan, proses perjalanan konversi Bank Aceh berdasar pada tiga landasan utama, yaitu landasan filosofis, karena umat Islam diwajibkan untuk menerapkan Syari’at Islam dalam setiap aspek kehidupan termasuk aspek ekonomi dan perbankan. 

"Ini sesuai dengan perintah Allah yang termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, yang artinya: 'Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.' Dalam surat ini, Allah secara tegas mewajibkan kita untuk menjauhi Riba," kata Gubernur. 

Selanjutnya, sambung Gubernur, adalah landasan sosiologis, di mana masyarakat Aceh telah sejak dahulu menerapkan Syari’at Islam dalam setiap interaksi ekonomi. "Hal ini dikarenakan, nilai-nilai Islam sudah lebih dahulu menyatu dan integral dengan setiap gerak dan nafas masyarakat Aceh, yang tercermin dari pola interaksi antara sesama warga, dan tercermin pula dalam adat istiadat dan tradisi masyarakat Aceh." 

Terakhir adalah landasan yuridis, yaitu ketentuan perundang-undangan sebagai payung hukum bagi implementasi Syari’at Islam, termasuk dalam bidang ekonomi, antara lain Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Aceh. 

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, serta berbagai Qanun tentang Pelaksanaan Syariat Islam, khususnya Qanun Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Bank Aceh Syariah. 

"Alhamdulillah, setelah melewati proses yang panjang, akhirnya pada hari ini kami berhasil mewujudkan cita-cita mulia untuk mengantarkan Bank Aceh yang selama ini beroperasi dengan sistem perbankan konvensional beralih menjadi bank berbasis syariah," ungkap Doto Zaini. 

Gubernur menambahkan, konversi Bank Aceh tidak hanya penting bagi masyarakat Aceh, tapi juga tercatat sebagai sejarah baru bagi perbankan nasional, sebab Bank Aceh merupakan bank milik Pemerintah Daerah pertama yang beralih menjadi bank syariah. 

"Dampak konversi ini pun cukup terasa, sebab konversi Bank Aceh telah mampu mendukung pertumbuhan kinerja perbankan syariah hingga mampu menembus angka psikologis 5 persen dari total asset perbankan nasional. Dengan indikator ini, Insya Allah Bank Aceh tidak hanya mampu berkontribusi bagi pembangunan Aceh, tapi siap berperan untuk pembangunan nasional," tambah Gubernur. 

"Kami sendiri sangat bangga atas kinerja Bank Aceh selama beberapa tahun ini, sehingga mampu memperkuat fondasi bisnis Bank Aceh semakin kokoh dan berpengaruh secara nasional. Dari tahun ke tahun pencapaian kinerja perbankan ini terus meningkat." 

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur juga mengungkapkan, bahwa ada empat aspek penting yang dihadirkan oleh Bank Aceh setelah beralih ke sistem perbankan syariah, yaitu Bank Aceh akan mampu mendorong peningkatan pasar bank syariah di Indonesia hingga melebihi 5 persen. 

“Selama ini, 5 persen dianggap sebagai angka psikologis yang sulit untuk dicapai. Artinya, Bank Aceh memiliki peran besar untuk melebihi angka psikologis itu. Selanjutnya, dengan konversi ini Aceh akan menjadi daerah dengan pangsa pasar perbankan syariah terbesar di indonesia,” tambah Gubernur. 

Selain itu, kehadiran Bank Aceh dalam perbankan syariah juga menempatkan bank ini sebagai bank syariah terbesar kelima di Indonesia dengan total aset mencapai R21,90 triliun. Bank Aceh Syari’ah berada dibawah BRI Syari’ah, Bank Syari’ah Mandiri, BNI Syari’ah dan Bank Muamalat. 

“Konversi ini berpotensi pula menjadikan Bank Aceh sebagai bank pengelola dana haji kelima terbesar secara nasional. Keberadaan Bank Aceh Syariah juga diharapkan mampu menjadi panutan bagi pertumbuhan ekonomi syariah nasional," tambah gubernur. 

Untuk mencapai efek positif tersebut, Bank Aceh diharapkan semakin memperluas aksesnya agar masyarakat dapat memanfaatkan jasa dari perbankan seluas-luasanya, yaitu dengan memperbesar akses pembiayaan produktif. 

Dalam rangka mensosialisasikan Bank Aceh Syari’ah, Pemerintah Aceh juga menyatakan sangat sangat mendukung gagasan pihak manajemen yang akan mensosialisasikan Program ‘Geraiku Bank Aceh’. 

"Melalui gerakan inklusif ini, Bank Aceh tentunya akan lebih maksimal melayani masyarakat di semua segmen dan semua wilayah," tambah Gubernur. 

Diakhir sambutannya, Gubernur selaku Kepala Pemerintah Aceh dan sebagai pemegang saham pengendali, menyampaikan apresiasi atas dukungan dan pembinaan yang telah diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia selama ini. 

Gubernur juga menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas dedikasi dari sejumlah pihak termasuk dari pihak internal dan eksternal termasuk dari tim konsultan yang selama ini telah mendampingi proses konversi Bank Aceh. 

Sekretaris Daerah Aceh, Drs Dermawan MM, selaku Komisaris Utama Bank Aceh Syari’ah menjelaskan, konversi ini merupakan konsep dasar Pemerintah Aceh untuk mensyari’atkan ekonomi di Aceh. 

“Konversi ini adalah komitmen Bapak Gubernur Aceh untuk membuat Bank Aceh benar-benar merakyat dan kehadirannya dirasakan oleh rakyat. Tidak hanya namanya saja Syari’ah tetapi dalam operasionalnya memang benar-benar sesuai dengan syari’ah,” ujar Sekda. 

Dermawan menambahkan, selama ini Pemerintah Aceh banyak menerima permohonan bantuan modal usaha dari masyarakat ekonomi lemah dan Usaha Mikro, Kecil Menengah. 

“Untuk itu, Bapak Gubernur berharap agar Bank Aceh tidak semata melayani kredit yang bersifat konsumtif tetapi kedepan harus mengakomodir kredit produktif, sebagai upaya menggeliatkan sektor ekonomi dan menekan angka kemiskinan di Aceh,” tambah Sekda. 

Dalam kesempatan tersebut, Sekda juga mengungkapkan bahwa Gubernur telah intens merumuskan konversi Bank Aceh ke sistem Syari’ah. Sekda menjelaskan, bahwa Gubernur sangat intens mengundang sejumlah pihak, terutama para ulama dan pihak perbankan untuk membahas perubahan status tersebut.

“Bahkan sejak awal, saat muncul dua opsi, yaitu spin off dan konversi, Gubernur lebih memilih konversi bank Aceh ke sistem Syari’ah,” ungkap Sekda. 

Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas Bank Aceh, Adnan Ganto berpesan kepada seluruh direksi Bank Aceh Syari’ah agar menjalankan sejumlah masterplan yang telah di rancang harus dicoba dan dikerjakan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. 

“Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Sekda selaku Komisaris Utama Bank Aceh, momentum ini merupakan suatu gairah baru bagi Pemerintah Aceh, agar bisa lebih mempercepat pembangunan Aceh,” ujar Adnan Ganto. 

Adnan Ganto juga mengajak Bank Aceh untuk tidak semata menyasar Aceh karena kredit produktif juga harus mampu melangkah ke luar Aceh. 

“Jika sendiri tidak mampu, maka Bank Aceh dapat melakukan sindikasi atau konsorsium dengan bank syari’ah lain atau dengan bank daerah lain. Saya kira ini penting dalam rangka menurunkan angka kemiskinan di Aceh,” tambah Adnan. 

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, unsur Forkopimda Aceh, Direktur regional I Bank Indonesia, DR Dian Ediana Rae, Dewan komisaris Perbankan Syari'ah, OJK, Ahmad Sukro Tratmono, perwakilan perbankan nasional dan perbankan syari’ah, Perwakilan Asbanda, Bupati/ Walkot se-Aceh. (p/ab)