Konjen RI Belajar Tata Kelola Industri Seni Ukir dan Pahat di Tiongkok

By Admin

nusakini.com--Seperti halnya Indonesia yang punya Jepara, Tiongkok juga punya “Jepara"-nya sendiri. Kesan itulah yang terkenang Konsul Jenderal RI di Guangzhou, Ratu Silvy Gayatri sekembalinya dari lawatan ke kota Putian di Provinsi Fujian, Tiongkok belum lama ini.

Kota Putian dikenal di Tiongkok sebagai pusat industri seni pahat dan ukir kayu. Para konglomerat dan artis terkenal Tiongkok seperti Jackie Chan dan Jet Lee dikabarkan membeli produk karya seni tersebut di kota ini. Produk tersebut dijual dengan harga mulai dari puluhan hingga miliaran rupiah. Di salah satu galeri, pemiliknya mengaku salah satu karyanya dibeli saat pelelangan seharga sekitar RMB25 juta atau setara dengan Rp50 milyar. 

“Perlu diakui karya seni pahat dan ukir seniman di Putian sangat indah dan bagus sekali. Dengan kemampuan mereka itu, kayu sebagai bahan dasar ukiran yang awalnya harganya relatif murah, bisa diberikan nilai tambah dan dapat dijual hingga miliaran rupiah," jelas Silvy. 

Kunjungan Konjen RI ke Putian merupakan bagian dari tindak lanjut Trade Expo Indonesia ke-32 di Tangerang, Banten, 11-15 Oktober 2017. Pada pameran dagang internasional terbesar di Indonesia tersebut, PT Foshan Decent Dong Trading (PT FDDT), salah satu perusahaan di wilayah kerja KJRI Guangzhou memperoleh Primaduta Award untuk kategori Usaha Kecil dan Menengah. 

Konjen RI pun secara khusus mengunjungi workshop dan galeri perusahaan tersebut di Putian untuk menyerahkan penghargaan tersebut secara langsung kepada Mr, Alan, General Manager PT FDDT. Penghargaan tersebut diberikan atas konsistensi PT FDDT membeli kayu Gaharu Sulawesi, Kalimantan dan Papua dalam beberapa tahun terakhir. 

Dari kunjungan tersebut diketahui bahwa kota Putian merupakan pusat pengolahan kayu menjadi berbagai produk seni pahat dan ukir. 

Kayu Gaharu merupakan satu dari sekitar 30 ribu spesies tanaman yang dilindungi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Karena itu, untuk memperoleh kayu Gaharu dari Indonesia, PT FDDT perlu mengantongi izin dari CITES terlebih dahulu. Diinformasikan bahwa Indonesia mendapat kuota 600 ton Gaharu yang dapat diperdagangkan dalam setahun. 

“Saya baru saja beli sekitar 2 ton kayu Gaharu dari Indonesia dan sebentar saja hampir habis terjual. Sisanya yang kualitasnya kurang baik saja, sekitar 100 kg," jelas Alan dalam bahasa Indonesia yang sangat lancar. Kemampuannya berbahasa Indonesia tersebut diperoleh dari Ibunya yang lahir dan besar di Indonesia. 

Walaupun kayunya lunak, sambung Alan, kayu Gaharu amat diminati seniman pahat dan ukir di Tiongkok karena keharuman kayunya. 

Konjen RI juga menyempatkan diri berkunjung ke salah satu toko dan galeri terbaik di Putian yang kerap dikunjungi para tokoh terkenal, konglomerat dan pejabat tinggi Tiongkok. Pada kunjungan tersebut, Konjen RI ditemani langsung oleh pemiliki galeri yang juga merupakan Ketua Asosiasi Seniman Ukir Kayu Putian, Mr. Li Feng Rong. Selain menjalankan usahanya tersebut, Mr. Li juga merupakan seniman ukir dan pahat kayu yang keahliannya diakui di tingkat nasional. 

Kayu merupakan medium para seniman untuk mengekspresikan imajinasi, gagasan, budaya, sejarah, mitos dan kisah-kisah klasik Tiongkok. Dengan spesialisasi di bidang seni ukir kayu, Putian tumbuh menjadi kota yang memiliki model bisnis yang khas dalam pelestarian dan pengembangan industri seni pahat dan ukir. Di kota tersebut juga terdapat Huangshi Arts and Crafts Plaza yang merupakan pusat perbelanjaan karya seni pahat dan ukir kayu, tempat para pedagang, seniman, dan penggemar karya seni ukir dan pahat kayu bertemu dan bertransaksi. 

Menurut Mr. Alan, Putian memiliki lebih dari 10 ribu seniman pahat dan ukir kayu. Setiap seniman memiliki keahlian berbeda, mulai dari ahli ukir untuk bagian wajah, pakaian, tumbuhan, dan detail ukiran lainnya. Dengan demikian, satu karya seni pahat dan ukir biasanya melibatkan lebih dari dua orang seniman. 

Para seniman tersebut merupakan pekerja lepas dengan uang jasa mulai dari RMB300 (Rp600ribu) hingga RMB1000 (Rp2 juta) dengan 8-12 jam kerja/hari. Besar kecilnya pendapatan bergantung dari tinggi/rendahnya permintaan seni ukir kayu di pasaran. Beberapa seniman ber-reputasi nasional memiliki tarif jauh di atas harga pasar. 

“Tarif mereka ini tergantung harga pasar. Kalau lagi ramai, digaji RMB1000 (Rp2 juta) sehari saja banyak yang nolak," jelas Alan. 

Selama di Fujian, Konjen RI juga bertemu Wakil Direktur Jenderal Foreign Affairs Office (FAO) Fujian, Mr. Li Hong. Pertemuan ditujukan untuk membina hubungan baik dan kerja sama promosi dagang, investasi dan pariwisata serta people-to-people contact. (p/ab)