Kirim Surat ke Menteri BUMN, SPPI Pertanyakan Kinerja Direksi Pos Indonesia

By Admin

Foto/Ilustrasi  

nusakini.com - Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) Jabodetabek dan Banten mengungkapkan keprihatinan terhadap kondisi PT. Pos Indonesia (Persero) saat ini dan telah berkirim surat ke Menteri BUMN, Rini Soemarno.

Ketua DPW IV SPSI Jabodetabek dan Banten Fadhol Wahab mengatakan apa yang menjadi keprihatinan tersebut merupakan keprihatinan yang juga dirasakan sekitar 3.600 anggota DPW IV se Jabodetabek serta sekitar 27.000 karyawan dalam skala nasional.

“Keprihatinan atas kondisi pengelolaan yang ada selama ini mendorong kami meminta untuk melakukan perubahan fundamental terhadap pengelola PT. Pos Indonesia”, kata Fadhol dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Fadhol, alasan dan pertimbangan utama untuk cepat melakukan perubahan pengelola adalah fakta yang antara lain sejak dilakukan perubahan CEO di Pos Indonesia di akhir 2015 hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang mengarah pada kemajuan perusahaan.

“Sikap direksi Pos Indonesia terlihat tidak pernah konsisten mengawal visi perusahaan “Menjadi Raksasa Logistik dari Timur”. Bahkan keputusan Dirut dalam penetapan ‘double revenue” berubah menjadi “double profit” yang semula ditetapkan Rp10 Triliun menjadi hanya Rp5,9 Triliun merupakan bukti konkret” ujarnya.

Fadhol menambahkan di samping itu, di tahun 2015 perusahaan mengalami kerugian yang demikian besar yakni Rp270 Miliar yang kemungkinannya berasal dari maraknya kasus korupsi dan penyalagunaan dalam penyaluran dana KPS serta adanya permainan valuta asing di bisnis proferti.

“Tahun 2016 perusahaan memang meraih keuntungan Rp174 Miliar, namun yang perlu diperhatikan adalah ternyata perolehan laba tersebut, bukan karena hasil usaha melainkan dari adanya bantuan pemerintah berupa PSO Rp.341 Miliar”, kata Fadhol.

Belum lagi, imbuh Fadhol, sejak 2016-2017 Direksi telah menaikkan gajinya sendiri dua kali lipat serta menaikkan gaji pejabat level atas hingga puluhan juta rupiah. Dalam ringkasan laporan keuangan, kata Fadhol, sampai pertengahan 2017, perusahaan dikatakan telah menangguk laba sebesar Rp83 Miliar, namun secara parallel, perusahaan telah menjual asset berupa saham di Bank Mantap Rp.420 M.

“Pertanyaannya, dikemanakan uang hasil penjualan asset dan uang bantuan pemeritah. Sejatinya Perusahaan merugi, namun informasi pencapaian laba perusahaan pada tahun 2016/17 sangat membingungkan karyawan, dari sini kami mulai mengerti bahwa laba perusahaan yang disampaikan hanyalah merupakan penrcitraan belaka kepada Pemerintah.RI selaku pemegang saham PT Pos Indonesia, serta kepada karyawan sebagai stakeholder utama perusahaan. ”, katanya.

Menurut Fadhol, awal mula disampaikan disampaikan oleh para petinggi PT Pos Indonesia meraih laba sebesar Rp350 Miliar lebih, akan tetapi pada info terakhir yang disampaikan oleh BOD berobah lagi hanya Rp150 Miliar, sehingga patutlah menurutnya jika pada bulan Juni 2017 karyawan meminta pembayaran THR dua kali gaji (untuk karyawan setahun sekali), karena jika dibandingkan dengan Direksi yang telah dua kali menaikkan gaji yaitu pada tahun 2016 dan 2017 (yang diterima setiap bulan), sedangkan kenaikan gaji Direksi dan beberapa pejabat setingkat SVP, VP dan Kareg tidak di imbangi dengan prestasi (kinerja) yang baik. Sepatutnya jika perusahaan meraup keuntungan, sebagai pemimpin yang baik tentunya menaikkan gaji karyawan terlebih dahulu, namun yang dilakukan Direksi malah menaikkan gajinya sendiri, bahkan parahnya lagi kami mendengar atas kerugian yang diderita oleh PT Pos Indonesia , Direksi malah meminta pembayaran tantiem 2016 kepada pemegang saham.

“Tidak berlebihan pula kami meminta pemerintah selaku pemegang saham BUMN PT Pos Indonesia (Persero) untuk mempertanyakan kebijakan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) atas penjualan Saham Milik PT Pos Indonesia (Persero) pada Bank Mantap, dimana Direksi sebelumnya telah melakukan kajian dan pertimbangan yang sangat panjang serta dimintakan persetujuan juga ke Komisaris dalam penetapan pembentukan Bank Joint Venture antara (Bank Mandiri – Taspen – PT pos) yang diharapkan menjadi bisnis masa depan PT Pos Indonesia (Persero)”, ujar Fadhol.

Di samping itu, kata Fadhol, Berdasarkan pemantauan SPPI selaku perwakilan karyawan se Jabodetabek dan Banten, sistim pengelolaan Sumber Daya Manusia di PT Pos Indonesia (Persero) menimbulkan rasa ketidakadilan bagi karyawan yang mana Ketetapan isi PKB antara SPPI dengan PT.Pos tentang pengelolaan karier memberikan peluang pengangkatan karyawan pada level Jabatan Manajerial (Struktural) dari unsur eksternal. Kesepakatan ini merupakan pengotakan Pejabat – Pejabat Senior yang telah berpengalaman dalam menata dan mengelola bisnis Perposan digantikan dengan Tenaga Kontrak dari luar Pos untuk menduduki jabatan Struktural atau jabatan karier seperti Kepala Pusat Penelitian Pengembangan PT Pos Indonesia (Persero) dan Kepala Pusat Manajemen Mutu yang terkesan berbau KKN (Nepotisme/Koncoisme).

Dengan demikian, Menurut Fadhol faktor-faktor alasan dan pertimbangan tersebutlah yang mendorong SPSI berkirim surat ke Menteri BUMN dan meminta agar menyelamatkan PT. Pos Indonesia dari cara pegelolaan yang tidak becus. (p/ma)