Kemenperin RI - UNIDO Bahas Peningkatan Daya Saing Industri Nasional

By Admin

nusakini.com--Kementerian Perindustrian RI bersama Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Industrial Development Organization/UNIDO) membahas mengenai peningkatan daya saing industri di Indonesia. Salah satunya adalah pengembangan industri hijau, yang sejalan dengan visi UNIDO dalam upaya menciptakan pembangunan industri yang inklusif dan berkelanjutan. 

“Selain itu, kami juga menyoroti peran industrialisasi sebagai driver pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai melakukan One on One Meeting dengan Dirjen UNIDO Li Yong di sela kunjungan kerja mewakili Presiden RI pada kegiatan Global Manufacturing and Industrialisation Summit (GMIS) 2017 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (27/3). 

Menurut Menperin, pembahasan tersebut sekaligus menindaklanjuti kesepakatan proyek kerja sama yang tertuang dalam UNIDO-Indonesia Country Programme (ICP) 2016-2020. Misalnya, untuk penerapan prinsip industri hijau, upaya bersama yang akan dilakukan seperti mempromosikan efisiensi energi pada industri kecil dan menengah di Indonesia. 

“Selanjutnya, mempromosikan penerapan sistem standar optimasi dan manajemen energi di Indonesia, pemanfaatan energi terbarukan lain seperti dari ombak laut,” tutur Airlangga. Upaya lainnya, pengenalan Environmentally Sound Management dan Disposal System untuk limbah PCB serta Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP) untuk proses pemanasan termal dalam industri logam di Indonesia. 

Sementara itu, untuk memacu kapasitas industri nasional, Indonesia diharapkan mampu beralih dari jualan komoditi mentah menjadi ekspor produk manufaktur yang bernilai tambah tinggi sehingga meningkatkan partisipasinya dalam rantai nilai global. “Apalagi, multiplier effect pengembangan industri akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan nasional,” ujarnya. 

Merujuk data BPS, sepanjang tahun 2016, industri pengolahan non-migas secara kumulatif tumbuh sekitar 4,42 persen dengan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional mencapai 18,20 persen atau sumbangan tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Pada tahun 2017, industri pengolahan non-migas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2-5,4 persen dengan targetpertumbuhan ekonomi sebesar 5,1-5,4 persen. 

Berdasarkan International Yearbook of Industrial Statistic 2016 yang diterbitkan oleh UNIDO, Indonesia berhasil masuk ke dalam 10 besar negara industri manufaktur terbesar di dunia. Bahkan, Indonesia mampu melampaui negara industri lainnya seperti Inggris, Rusia dan Kanada. Capaian ini membuat Menperin optimistis terhadap kemajuan industri nasional ke depan. 

Terlebih lagi, pemerintah Indonesia berkomitmen menciptakan iklim investasi industri yang kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan. “Terutama dengan adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit,” tuturnya. 

Dirjen UNIDO Li Yong mengatakan, program UNIDO untuk Indonesia tahun 2016-2020 merupakan generasi keempat setelah periode 2003-2004, 2005-2007, dan 2009-2013.“Kami akan memperkuat kerja sama yang komprehensif dengan Indonesia dalam tiga prioritas tematik,” ujarnya. Pertama, membantu Indonesiadalam memperbanyakkegiatan riset dan pengembangan yang berorientasi pada sektor industri dan kepentingan masyarakat. 

Kedua, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan teknologi industri dengan melibatkan politeknik dan jaringan kerja lain di Indonesia.Ketiga, menciptakan iklim inovatif dalam menyediakan skema insentif untuk mengangkat dan memperkuat struktur industri di Indonesia. “Program tersebut akan mendorong pada pengurangan kemiskinan, pembangunan berkelanjutan, pembukaan lapangan kerja, menciptakanlingkungan hidup yang bersih dan peningkatan ketahanan energi,” paparnya.

Pada kesempatan berbeda, Menperin menegaskan, Indonesia akan lebih aktif berperan dalam rantai nilai global (global value chains) di sektor industri. Rangkaian ini sebagai instrumen perdagangan internasional bagi negara-negara berkembang untuk menjadi kekuatan baru.  

“Jadi, keseluruhan proses produksi barang industri, dari bahan mentah hingga ke produk jadi, semakin membutuhkan kemampuan tenaga kerja dan ketersediaan bahan baku dengan kualitas dan harga yang kompetitif,” papar Airlangga ketika mewakili Presiden RI menjadi pembicara pada Global Manufacturing and Industrialisation Summit (GMIS) 2017 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Selasa (28/3). 

Menperin menyadari, rantai nilai tersebut dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk industri nasional. Oleh sebab itu, Indonesia menekankan rantai nilai global untuk diimplementasikan di tingkat ASEAN sebagai tolok ukur. 

“ASEAN berpeluang menjadi kekuatan ekonomi kelima dengan populasi ketiga terbesar di dunia. Potensi ini terus tumbuh didukung dengan meningkatnya kelas menengah dan konsumsi yang tinggi,” ungkap Airlangga. Dalam pelaksanaannya, yang telah dilakukan Indonesia, antara lain membangun branding di tingkat regional, meningkatkan fasilitas perdagangan, harmonisasi standar, dan mengurangi efek yang membatasi perdagangan. 

Di samping itu, Indonesia memiliki berbagai program strategis dalam mendukung industrialisasi berkelanjutan, khususnya untuk industri berbasis komoditas. Misalnya, penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk industri berbasis kayu dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk industri berbasis minyak kelapa sawit, serta pengembangan teknologi plastic biodegradable atau plastik yang dapat diuraikan kembali dan ramah lingkungan. 

“Sebagian besar anggota PBB memiliki target ke depan untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet dan mewujudkan kesejahteraan. Upaya ini perlu didukung dengan membangun infrastruktur tangguh, industrialisasi berkesinambungan dan pengembangan inovasi,”tuturnya. 

Menperin menambahkan, dalam menghadapi revolusi industri ke empat (Industry 4.0), pihaknya telah meluncurkan program untuk sektor industri kecil dan menengah (IKM) melalui e-Smart IKM. Program ini untuk memfasilitasi dan mengintegrasikan IKM dalam negeri agar mampu berkompetisi di tingkat global dan meningkatkan akses pasar. 

Airlangga meyakini, transformasi ini akan memberikan model bisnis industri manufaktur yang baru. Pada tahun 2030, ekonomi digital di Indonesia akan mencapai USD 130 miliar atau terbesar di Asia. “Sudah diidentifikasi sektor-sektor industri di Indonesia yang telah mengimplementasikan teknologi Industry 4.0, antara lain penggunaan artificial intelligence, augmented reality, sensor kodifikasi di industri elektronika, internet of things, pemeliharaan prediktif, dan big data pada industri otomotif,” ujarnya. 

Perkembangan era tersebut, juga mendorong kebutuhan tenaga kerja terampil semakin meningkat. Untuk itu, Kementerian Perindustrian berupaya melakukan terobosan dalam sistem pendidikan vokasi di Indonesia. 

“Kami telah mencari formula terbaik untuk sistem ini, dari kunjungan ke Swiss dan Jerman. Indonesia akan memformulasikan program link and match antara SMK dan industri. Selanjutnya, kami mendorong industri untuk menyediakan silver expert untuk mengajar SMK,” jelasnya. 

Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Harjanto menyampaikan, Indonesia telah berkolaborasi dengan anggota G-20 dalam menyusun The New Industrial Revolution Action Plans untuk memastikan daya saing industri nasional di masa depan. 

Rencana aksi tersebut akan menjadi salah satu strategi nasional yang dielaborasikan, antara lain meliputi kolaborasi kegiatan R&D industri, fasilitasi IKM, peningkatan kompetensi angkatan kerja nasional, kerja sama terkait standar, penerapan infrastruktur Industry 4.0, perlindungan HKI dan industrialiasi untuk negara yang belum berkembang. 

Menurutnya, melalui Global Manufacturing and Industrialisation Summit (GMIS), dapat menyatukan ahli-ahli industri dan stakeholder untuk mengidentifikasi tantangan di sektor manufaktur dengan menghasilkan ide dan solusi yang dapat mentransformasi kondisi saat ini. “Kami juga berharap dapat menjadi jejaring untuk kerja sama internasional yang menghasilkan pertumbuhan investasi industri,” kata Harjanto. 

Di sela menghadiri GMIS 2017, Menperin juga melakukan One on One meeting dengan State Minister of Economy, Trade and Industry of Japan, Yosuke Takag. Dalam pertemuan tersebut, dibahas mengenai upaya pemerintah Indonesia meningkatkan investasi di sektor industri guna memacu pembangunan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan nasional.(p/ab)