Kemenperin Optimalkan Anggaran Tersedia untuk Program Prioritas 2017

By Admin

nusakini.com--Kementerian Perindustrian akan mengoptimalkan alokasi anggaran yang tersedia untuk mendukung program prioritas yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2017 dan beberapa kegiatan yang tertunda pada 2016. 

“Kemenperin dikenakan pemotongan sebesar Rp. 222,64 miliar atau 7,03 persen sehingga pagu anggaran menjadi Rp. 2,94 triliun,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI mengenai Penetapan Hasil Konsinyering Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2017 di Jakarta, Rabu (21/9). 

Sesuai keputusan pada Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI pada 1 September 2016, Kemenperin diberikan kesempatan untuk mengajukan usulan tambahan anggaran tahun 2017 untuk dibahas dan diperjuangkan oleh Badan Anggaran DPR RI. “Tambahan anggaran tahun 2017akan dievaluasi pada saat yang tepat,” tegas Airlangga. 

Kemenperin merinci, alokasi anggaran terbesar untuk pelaksanaan program prioritas tahun 2017, yakni pada Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri dan Dukungan Manajemen Kemenperin yang akan dilaksanakan Sekretariat Jenderal Kemenperin sebesar Rp 976,7 miliar. 

“Anggaran terbesar kedua dialokasikan untuk Program Percepatan Penyebaran dan Pemerataan Pembangunan Industri yang akan diselenggarakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) sebesar Rp 634,8 miliar,” papar Airlangga. 

Selanjutnya, alokasi anggaran untuk Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) sebesar Rp 564,5 miliar. “Alokasi anggaran untuk Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Rp 257,8 miliar,” ujar Airlangga. 

Sementara itu, Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika sebesar Rp 151,7 miliar, Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Tekstil dan Aneka sebesar Rp 141,8 miliar, serta Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Berbasis Agro Rp 113,76 miliar. 

Kemudian, Program Peningkatan Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional sebesar Rp 52,4 miliar, Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kemenperinsebesar Rp 40 miliar, serta Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kemenperin sebesar Rp10 miliar. 

Berdasarkan hasil kesimpulan yang dibacakan oleh pimpinan raker, Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana menyatakan, Komisi VI DPR RI menyetujui pagu anggaran Kementerian Perindustrian untuk Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp 2,94 triliun yang selanjutnya akan diteruskan ke Badan Anggaran DPR RI sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan. 

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menegaskan, pihaknya terus mendongkrak daya saing industri nasional agar mampu menghadapi pemberlakuan pasar bebas, terutama Masyarakat Ekonomi ASEAN. Berbagai kebijakan strategis telah disiapkan, antara lain penguatan infrastruktur energi, pembentukan lembaga pembiayaan, dan mempercepat kelancaran arus barang.

“Infrastruktur energi mutlak segera didorong, karena berpengaruh besar terhadap cost industri, terutama gas dan listrik,” ujar Menperin pada Rapat Koordinasi Nasional Bidang Perindustrian dan Perdagangan Kadin Indonesia dengan tema Pengembangan Industri Berbasis Sumber Daya Alam untuk Meningkatkan Daya Saing Industri dan Perdagangan Global di Jakarta, Selasa (20/9). 

Apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam, harga gas industri di Indonesia belum kompetitif. “Misalnya harga gas kita anggap di Thailand dengan indeks 100, di Vietnam 120, sedangkan di Indonesia 170. Jadi jelas, dari gas sendiri, kita tidak bersaing. Sedangkan, untuk listrik, jika di Thailand 100, Vietnam 70 dan di Indonesia 150,” papar Airlangga. 

Sementara itu, pembentukan lembaga pembiayan untuk industri diharapkan mendorong tercapainya kemandirian ekonomi nasional. “Kami akan bekerja sama dengan Kadin, bahwa lembaga pembiayaan atau lembaga pembangunan harus kita dorong bersama,” ujar Airlangga. 

Menurutnya, lembaga pembiayaan ini juga akan memacu sasaran pembangunan industri sesuai amanat dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi dan tersedianya lapangan kerja. “Kami harapkan, kredit untuk industri lebih banyak disalurkan daripada kredit konsumsi,” tutur Airlangga. 

Mengenai kelancaran arus barang, berdasarkan data per September 2016, rata-rata dwelling time di Indonesia pada jalur prioritas (MITA) adalah 3,36 hari, jalur hijau 7 hari, dan jalur merah 14 hari. “Sementara, dwelling time di Singapura memakan waktu 1,5 hari, Malaysia 3 hari, dan Thailand 4-5 hari. Ini yang harus kita percepat lagi biar bersaing dengan negara lain,” ungkap Arilangga. 

Menperin menambahkan, produk yang diekspor Indonesia ke pasar tujuan seperti negara-negara di kawasan Uni Eropa, Jepang, maupun Amerika Serikat pada umumnya sama dengan yang diekspor negara-negara produsen di ASEAN. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kerja sama ekonomi antar negara-negara ASEAN untuk saling melengkapi satu sama lain. 

“Selama ini, perdagangan dan investasi Indonesia dengan ASEAN masih terbatas pada Singapura, Malaysia, dan Thailand. Pangsa pasar ASEAN terhadap ekonomi kita kira-kira 24 persen. Sehingga, diharapkan dapat membentuk kekuatan pembangunan ekonomi di kawasan ASEAN," paparnya. 

Berdasarkan inventarisasi Kemenperin, dari 8.000 jenis produk yang dihasilkan industri dalam negeri, hanya ada 100 jenis berdasarkan kode harmonized system (HS code) yang dinilai memiliki daya saing tinggi dibandingkan produk negara lain. Sisanya, produk masuk dalam kategori sedang dan rendah. 

Di samping itu, kata Airlangga, pihaknya akan menangkap peluang investasi industri dalam negeri. “Yang perlu diperhatikan, daya beli masyarakat harus ditopang dan penciptaan lapangan kerja,” ujarnya. Dengan potensi jumlah penduduk sebesar 250 juta jiwa, industri yang perlu didorong adalah sektor padat karya seperti industri tekstil dan produk tekstil, elektronika, aneka, serta industri kecil dan menengah.(p/ab)