Kemendagri Hormati Putusan MK Terkait Mantan Koruptor di Pilkada

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Kementerian Dalam Negeri menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pencalonan Mantan Koruptor di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Hal itu diungkapkan Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum yang juga Kapuspen Kemendagri, Bahtiar usai menghadiri acara Pemilu Rakyat 2020 di iNews TV, di MNC Tower, Jakarta, Kamis (12/12). 

“Soal putusan MK terkait itu (Mantan Koruptor di Pilkada), itu keputusan final dan mengikat, apapun hasilnya ya kita patuhi, kami di Kemendagri menghormati putusan itu,” kata Bahtiar. 

Ia juga mempersilahkan Penyelenggara dalam hal ini KPU untuk segera menyesuaikan PKPU dan peraturan terkait penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 dengan hasil Putusan MK tersebut. 

  “Bagi kami Pemerintah, putusan MK final dan mengikat, maka harus kita patuhi dan penuhi, yang akan melaksanakan ini kan penyelenggara, maka tinggal menyesuaikan dengan hasil putusan,” ujarnya. 

Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. 

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019). 

Oleh karena MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah. Setidaknya, terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi sebagai syarat Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yakni; seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana 5 tahun penjara atau lebih, kecuali tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik; Mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara; Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi; Terakhir, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.(p/ab)