Kemenag Gelar Konsultasi Publik Untuk RUU PUB

By Admin

nusakini.com--Kementerian Agama menggelar konsultasi publik untuk menjaring masukan, pandangan dan pendapat terkait Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) dari berbagai para ahli dan tokoh agama 

“Dengan kegiatan kosultasi tersebut, kami merasa perlu mendengar pandangan atau pendapat dari berbagai para ahli, sehingga kami bisa mendapatkan masukan-masukan terkait dalam upaya Kemenag melahirkan RUU PUB sebagai jawaban atas kebutuhan kita sebagai bangsa Indonesia yang rukun ditengah kemajemukan,” demikian disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam pengantar sambutannya saat rapat Konsultasi Publik RUU PUB di Kantor Kemenag Jalan Lapangan Banteng Barat 3-4 Jakarta, Kamis (12/5).  

Tampak hadir selain Sekjen Kemenag Nur Syam, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. M. Mahfudz, M.D, SH, SU., mantan Kabalitbangdiklat Kemenag dan juga Guru Besar UIN Jakarta Prof. Dr. M. Atho’ Mudzhar, Dr. Zainal Abidin Bagir, MA, Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H.dan sejumlah ahli dan tokoh agama lainnya. 

Dikatakan Menag, tugas Negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia, adalah memberi rasa aman dan nyaman kepada rakyat Indonesia dalam menjamin hak beragama dan ini tertuang di UUD UUD 45 Pasal 29 ayat 2 bahwa menjamin kemerdekaan warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya (UUD 45 Pasal 29 ayat 2). 

Menag mengatakan, kemajemukan bangsa Indonesia memiliki persoalan tersendiri dalam memiliki cara pandang/persepsi yang dimaksud dengan jaminan kemerdekaan untuk memeluk agama dan ajaran agama itu sendiri. Masing-masing kita, ujar Menag, memiliki persepsi sendiri, sebagian mengatakan bahwa agama yang diakui negara ada enam, dan sebagian orang mengatakan bahwa di luar enam agama yang diakui, dikatakan juga agama, bahkan dunia mengakui agama tersebut yang telah lahir ratusan tahun lalu di tengah-tengah kita, seperti Sunda Wiwitan, Kaharingan, dan lainnya. 

“Oleh karenanya, RUU PUB akan memperkuat sebagai payung hukum dalam mengatur berbagai masalah yang berkaitan dengan keberagamaan di Tanah Air agar tidak memunculkan potensi konflik,” ujar Menag. 

Guru Besar UIN Jakarta M. Atho Mudzhar dalam pandangannya mengatakan bahwa, RUU Perlindungan Umat Beragama (PUB) dinilai sudah tepat, karena demikianlah memang salah satu tugas Negara ini yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk melindungi umat beragama untuk menjamin hak beragama mereka sehingga kemerdekaan setiap warganegara dan penduduk untuk menganut agamanya dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu dapat terwujud jelas. 

“Hak beragama adalah salah satu Hak Azazi Manusia yang tidak dapat ditawar-tawar dalam keadaan apapun. Di sinilah diperlukannya adanya rambu-rambu, baik pada tataran etika maupun hukum untuk menjamin terpeliharanya keseimbangan dalam masyarakat,” ujar Atho. 

Ia berpendapat, bahwa proses perumusan RUU PUB ini akan lebih lancar dan mendapat dukungan luas dari masyarakat apabila dimulai dengan membahasnya dengan majlis-majlis agama tingkat Pusat yang telah ada selama ini. 

Sementara itu. Mahfudz, M.D, dalam pandangannya menyampaikan hal serupa bahwa hak asasi sesorang tidak dapat dibatasi, dan UUD 45 yang mengatur hak asasi pada pasal Pasal 28 I (1) “ yang berbunti bahwa hak beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.  

“Oleh karenanya, kewajiban negara melindungi segenap warga negara Indonesia dalam hak nya. Bila sudah menyangkut haknya, sudah menyangkut orang dan agamanya,” ungkap Mahfudz,. 

Namun pembatasan hak asasi, terang Gurus Besar UII Yogyakarta ini telah diatur juga pada Pasal 28 J (2) yang menegaskan bahwa dalam menjalan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrastis. 

Selain itu, lanjut Mahfudz, dari aspek politik hukum, setiap negara harus membuat politik hukum untuk mencapai tujuan negara antara lain, melindungi segenap bangsa, mencerdaskan seluruh bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia. 

“Oleh karenanya, dalam RUU PUB merupakan politik hukum yang mengatur negara dalam mencapai tujuannya, walau disadari akan menimbulkan pro kontra dalam proses berjalannya. Dan politik hukum yang dibuat, harus memperhatikan teritori, integritas hukum, keseimbangan antara demokrasi dengan nomokrasi, membangun toleransi kerukunan beragama,” jelas Mahfud. 

Diharapkan Mahfudz, dalam perjalanan bangsa ini, kita tidak terbelenggu atas persoalan-persoalan mengatur hak, Saya akan mendorong upaya Kemenag dalam melahirkan RUU PUB ini sebagai tujuan negara mengatur hak keberagamaan. (p/ab)